Di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur masyarakat masih melestarikan budaya yang disebut dengan kupatan. Terutama di kampung-kampung yang masih kental dengan nilai-nilai tradisional. Lebaran ketupat pertama kali dikenalkan oleh Sunan Kalijaga ketika menyebarkan dakwah Islam melalui budaya. Ada juga yang meyakini tradisi membuat ketupat ini sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Awalnya, ketupat digunakan sebagai makanan praktis bagi para pekerja yang harus berpergian jauh, karena ketupat dapat bertahan lama san mudah dibawa. Kupatan dilaksanakan setiap 8 Syawal, tepat sepekan setelah hari raya Idul Fitri. "Lebaran kupat adalah perayaan untuk mengakhiri lebaran Idul Fitri. Lan kanggo adewe bersyukur atas nikmat sangking gusti Allah." Jelas Mbah Kaji Anah.
Tidak semua daerah di Indonesia dapat melaksanakan dan merasakan bagaimana suasana kampung ketika Lebaran Ketupat. Karena tradisi ini identik dilakukan oleh orang Jawa. . "Aku kan orang Batam, tapi Lebaran kali ini aku rayain di Banyuwangi. Kalo di Batam tuh Lebaran cuma 2 hari, beda sama disini yang sampe seminggu pun masih ramai, apalagi ada Lebaran ketupat. Menurutku tradisi ini bisa mempererat tali silaturahmi, terus juga pas kita ikut dalam prosesnya kita akan mendapat rasa kekeluargaan, menyatu dengan adat Jawa, juga memberikan ilmu-ilmu adat istiadat yang belum kita dengarkan sebelumnya." Jelas Hawa, seorang perantau dari Batam yang merasakan tradisi Lebaran Ketupat di Banyuwangi. "Seneng banget, soalnya kalo lebaran di Batam cuma gitu-gitu aja. Ketupat jadi istimewa karena Idul Fitri. Kalo di Jawa beda lagi." Tambahnya.
Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam janur yang sudah dianyam membentuk seperti kantong segi empat, kemudian dimasak dengan cara direbus. Sekilas mirip dengan lontong, hanya wadahnya yang membedakan kedua jenis olahan beras tersebut. Ketupat melambangkan kesempurnaan dan kestabilan serta kesederhanaan dalam kehidupan. Selain itu kupatan memiliki filosofis tersendiri. Kata "kupat" memiliki makna "ngaku lepat" yang berasal dari Bahasa Jawa yang berarti mengaku salah atau melakukan kesalahan. Hal ini menandakan bahwa kita sebagai manusia biasa tak lepas dari kesalahan dengan sesama.
Makna dibalik Ketupat
Ketupat tidak hanya menjadi makanan lezat yang disantap saat Lebaran, tetapi juga memiliki makna yang dalam. Dimulai dari pembungkusnya, yakni janur melambangkan kerendahan hati dan ketulusan. Janur tersebut membungkus dan menyatukan butiran-butiran beras yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal ini menggambarkan bahwa meskipun memiliki perbedaan, masyarakat tetap dapat hidup berdampingan dalam kedamaian dan persaudaraan.
Selain itu, anyaman yang terbentuk dan terkait satu sama lain, menciptakan sebuah kesatuan yang utuh. Segi empat merupakan bentuk yang sederhana tetapi kokoh, tidak memiliki sisi yang lebih unggul dari sisi lainnya. Dalam konteks tradisi Lebaran, ketupat mencerminkan keutuhan keluarga, masyarakat, dan umat Muslim secara keseluruhan. Ketupat mengajarkan bahwa kebersamaan dan persatuan merupakan landasan yang kuat dalam menjalani kehidupan.
Ketupat dianggap sebagai simbol kesempurnaan karena proses pembuatannya yang memerlukan kesabaran dan keterampilan. Setiap ketupat diusahakan untuk dibuat sebaik-baiknya agar bentuknya simetris dan padat. Proses ini mengajarkan bahwa dalam mencapai kesempurnaan, diperlukan ketekunan terus menerus.
Pada momen kupatan ini, tak jarang tradisi bertukar ketupat antara tetangga, sanak saudara, dan atau bahkan antar kampung-kampung yang berdekatan. Banyak masyarakat yang secara sukarela membuat ketupat lebih banyak dari yang diperlukan guna memberikannya kepada yang kurang mampu agar semua dapat merasakan indah dan nikmatnya suasana Lebaran Ketupat di kampung. Ini adalah bentuk nyata dari kepedulian sosial dan keinginan untuk berbagi kebahagiaan dalam momen yang sakral ini.
Sehari sebelum lebaran ketupat tiba, masyarakat disibukkan dengan pembuatan masakan pendamping ketupat serta ketupat itu sendiri. Pembuatan ketupat menjadi momen untuk mempererat hubungan antarwarga di kampung. Biasanya tetangga saling membantu dalam proses pembuatan ketupat. Mereka berkumpul di rumah salah satu warga untuk bersama-sama membersihkan daun kelapa, menganyamnya menjadi ketupat, dan memasaknya sampai matang.
Namun, ada sebagian masyarakat memilih untuk membeli janur yang sudah jadi daripada harus menganyamnya sendiri. "Biasane aku yo nganyam dewe nduk, tapi tahun iki aku tuku. Aras-arasen ribet." Ungkap Mak Tun, warga Dusun Gajah yang lebih memilih untuk membeli janur yang sudah berbentuk ketupat. Proses pembuatan ketupat dipandang sebagai upaya untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan. Selain itu, tradisi ini juga merupakan cara untuk menghormati leluhur dan mewarisi nilai-nilai budaya yang telah ada sejak zaman dahulu. "Enek ketupat seng digantungin di pintu masuk, biasane 2 ketupat. Diikat jadi satu. Kui wong mbiyen percayane ngge leluhur." Ungkap Ariffani, warga setempat. "Terus bengine ngko enek tahlilan, nang meja kui disediain ketupat, sayur, lauk, trs enek 3 jenis minuman. Air gula, susu, karo kopi. Susu kui kanggo cah cilik seng wes ninggal, kopi buat orang-orang tua yang udah meninggal. Jadi mirip kayak sesajen gitu. Tapi didungani seng apik-apik." Tambahnya.
Meskipun zaman terus berubah dan gaya hidup modern semakin merambah ke pelosok-pelosok kampung, tradisi Lebaran Ketupat atau Kupatan tetap dijaga dengan kokoh oleh masyarakat kampung. Perlu diingat dan ditekankan kepada masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya mereka ditengah arus globalisasi dan modernisasi yang cepat. Sehingga, tradisi kupatan dianggap sebagi bagian integral dari warisan budaya yang harus dijaga dengan baik. Generasi muda diajak untuk terlibat dalam proses pembuatan ketupat dan diberi pemahaman tentang makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini sehingga mereka dapat mewarisi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun tradisi ini sangat kental dengan nuansa kebersamaan dan kegiatan manual, masyarakat juga mampu mengadaptasi tradisi kupatan dengan perkembangan teknologi modern. Misalnya, mereka menggunakan sosial media untuk berbagi pengalaman dan foto-foto proses pembuatan ketupat, sehingga tradisi tersebut tetap relevan dan dapat diakses oleh generasi yang lebih muda yang lebih mahir menggunakan teknologi.
Pelestarian tradisi Lebaran Ketupat bukan sekedar mempertahankan warisan budaya, melainkan juga memiliki dampak yang sangat positif terhadap keberagaman budaya Indonesia dan memperkuat jalinan sosial di masyarakat kampung. Kupatan merupakan salah satu dari sekian banyak warisan budaya yang harus dijaga agar tidak punah. Pelestarian tradisi ini dilakukan guna memperkuat identitas nasional sebagai bangsa yang kaya akan tradisi dan nilai-nilai luhur. Kupatan juga merupakan bagian dari identitas lokal khususnya daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Masyarakat mempertahankan akar budaya tersebut dan mencegah terjadinya homogenisasi budaya akibat arus globalisasi.
Banyak pelajaran hidup yang dapat dipetik dari tradisi ini. Dengan demikian tradisi Kupatan menjadi salah satu simbol persatuan dalam keberagaman dan memperkuat ikatan sosial yang menjadi pondasi kuat dalam menjaga harmoni dan kestabilan masyarakat lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H