Aku kebingungan mencari solusi, yang tentu jika tidak dibayar aku automatis menjadi mahasiswa molor. Tapi, Allah selalu baik kepadaku ketika aku benar-benar pasrah dengan kehidupan ini. Datanglah teman kuliah yang mungkin dia selalu memantau setiap gerakku.
Dan hebatnya lagi dia bisa membaca raut wajah cemasku sekaligus. Aku seakan berterimakasih padanya. Betapa aku merasa bersyukur selalu dikelikingi orang-orang yang baik. Mungkin ini juga berkat doa ibu.Â
Aku akhirnya lulus dengan IPK yang cukup membuat ibu dan ayah tersenyum. Meski ayahku tak pernah tau betapa perjuanganku mendapatkan gelar S1. Tentunya aku tak merasa puas sampai disini "Aku masih mempunyai cita-cita untuk melanjutkan sekolah lagi". Aku sangat ingat ucapan kakek yang begitu menggebu menceritakan kisahnya dahulu ketika menjadi seorang serdadu hingga kisah ibu.
Sebagai cucu dulu aku begitu nakal, aku tak pernah benar memahami setiap cerita yang dilontarkan. Tapi aku berusaha pura-pura paham hanya untuk membahagiakannya. Karena dari sekian banyaknya cucu, tak ada satupun yang betah mendengarkan ceritanya. aku juga tidak paham mengapa saudara-saudaraku memperlakukan hal itu kepadanya.
"Uripo mulyo.. Lek iso nduwur ibumu". Itu adalah kata-kata yang tiap malam aku renungkan. Entah angin apa yang membuatku bersemangat dengan ucapan itu.. Dengan gelar S1 aku membantu ibu mengajar disekolahnya. Ibu menjabat sebagai kepala sekolah, di salah satu SMP swasta kecil di Surabaya.
Di sekolah yang dipimpin ibu, aku begitu kaget melihat keadaan siswa yang hampir tidak pernah peduli dengan pendidikan. Untuk datang kesekolah saja siswa tidak pernah disiplin, buku di tas hanya satu yang dicampur dengan berbagai mata pelajaran. cara berbicara siswa dengan guru juga tidak ada jeda dan haus etika kesopanan.
Bahkan ibu pernah home visit Kerumah siswa hanya untuk memotivasi siswanya mengikuti ujian sekolah yang gabung dengan sekolah sebelah. Pernah aku marah karena cara mengajar yang kuterapkan sebelumnya ketika di bangku kuliah sangat tidak efektif ketika aku mengajar di sini.Â
Tapi ibu malah memarahiku ketika aku pernah menghukum salah satu siswa karena tidak disiplin waktu ketika jam pembelajaran dimulai. Ya... Siswa yang kumarahi itu langsung pulang. Dan besoknya tak mau lagi kesekolah. Seminggu siswa bernama Renaldy yang kumarahi itu tidak sekolah. Ibu sempat memberi evaluasi banyak padaku. Menambah renunganku untuk lebih sabar dalam menghadapi siswa. Yang kusedihkan lagi.
Setelah setahun aku mengabdi di sekolah ibu tanpa bayaran, sekolah ibu akan di tutup karena tidak memenuhi standar sekolah. Ya memang siswa disekolah ibu tidak sebanyak siswa di sekolah negeri. Ibu mendadak sedih, begitu juga aku yang mencemaskan kondisi siswa yang mau tidak mau harus pindah kesekolah yang lain. Aku hanya bisa memberi motivasi dan semangat kepada siswa yang antusias dalam belajar.Â
Banyak keluhan rasa kurang percaya diri dari mereka jika harus pindah disekolah yang baru. Bahkan ada yang putus sekolah dan lebih memilih bantu ibunya berjualan diwarkop ketika malam. Aku tidak bisa membungkus solusi yang menjanjikan pada mereka. Aku hanya bisa memberi saran dan motivasi dari apa yang pernah kualami.
"Bahwa himpitan ekonomi tak akan pernah bisa membungkam MIMPI jika kita benar-benar fokus dan yakin Mimpi kita akan kita gapai secepatnya". Dalam waktu yang singkat, kabar baik memelukku. Aku diterima menjadi guru tidak tetap disalah satu SMP Negeri di Surabaya setelah menjalani berbagai rangkaian Tes dari interview yang kujalani hari itu.