Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Human Resources - Ganbareba Dekiru

Master Degree's student in Social and Behavioral Sciences Department at Nanjing University

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengalaman dan Sensasi Menjadi Penonton Bayaran di Tiongkok

10 Desember 2017   23:17 Diperbarui: 11 Desember 2017   08:04 4444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika dibandingkan di Indonesia, tidak sedikit orang yang memandang sebelah mata terhadap profesi ini. Tentunya sering kita dengar profesi ini sering dijadikan bahan cibiran, olokan, dan representasi dari potret anak alay cuci-cuci, jemur-jemur yang dianggap cenderung memalukan. Sedangkan di negeri Tiongkok, persepsi yang muncul bahwa profesi ini adalah hal yang tak hanya menarik tetapi juga menguntungkan. 

Mungkin karena karakter orang Tiongkok juga yang sangat apatis dengan lingkungan. Dalam pandangan mereka "Terserah loe mau kata apa, bego amat, yang penting gua hepi and bisa dapat uang banyak". Tidak heran, penonton bayaran yang ada di Tiongkok tidak hanya diminati oleh para remaja alay saja tetapi kaum yang sudah berumur (baca; usia tua) pun juga ikut mencicipi tawaran menjadi penonton bayaran. 

Sewaktu penulis menonton pertunjukan sulap, nampak ada rombongan ibu-ibu yang juga adalah para penonton bayaran.

Untuk menjadi penonton bayaran, mungkin ritme dan beban kerja terdengar sederhana dan santai, tapi ternyata ada kewajiban yang mesti dipenuhi. Para penonton bayaran harus hadir tepat waktu, tidak boleh meninggalkan tempat selama acara berlangsung, terus dituntut untuk pintar berakting dan berekspresi sesuai dengan suasana acara saat itu. 

Seperti misalnya tertawa keras saat pembawa acara melucu, ekspresi berpikir saat menekan alat voting, tercengang saat ada pertunjukan yang mendebarkan, dan tidak membuat kegaduhan jika tidak diminta. Pokoknya harus mampu memeriahkan acara sesuai dengan petunjuk dari tim kreatif, selain itu mereka juga dilarang tidur, berfoto, dan bermain HandPhone selama acara berlangsung. Jika pun tetap ngebet mengabadikan foto dan ingin bermain HP mesti dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Setelah acara berlangsung tentunya menjadi moment yang paling dinanti untuk menambah ketebalan dompet mereka. Untuk nominal jumlah yang mereka terima, penulis kurang tahu pasti, tapi sekedar perbandingan. Penulis yang merupakan penonton abal-abal bisa mendapat uang saku 150 yuan hingga 500 yuan (sekitar Rp.300 ribu sampai Rp. 1 Juta) dalam sekali acara. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Bagaimana dengan mereka yang menjabani aktivitas ini sebagai orang yang professional di bidangnya. Belum lagi, mereka kabarnya bahkan bisa mendapat bonus jika berhasil mengajak orang untuk menjadi penonton bayaran juga. Walau terdengar menjanjikan tetapi tetap saja setiap orang akan memiliki persepsi dan motif yang berbeda dalam melihat fenomena penonton bayaran ini. So, tertarik untuk menjadi bagian dari mereka?^^

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun