Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Aroma dalam Kehidupan Manusia

7 Agustus 2024   13:37 Diperbarui: 7 Agustus 2024   15:26 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencium wangi bunga (Foto:Ig)

Bau atau aroma disebabkan oleh satu atau lebih senyawa kimia yang mudah menguap pada suhu ruang (volatil). Umumnya senyawa ini walaupun dalam kadar yang rendah, manusia dan banyak binatang dapat mengetahuinya.

Aroma yang menyenangkan kita sebut wangi, sedangkan bila tidak enak maka kita katakan bau.

Aroma dapat kita cium karena molekulnya dihantarkan oleh saraf yang disebut saraf olfaktori atau saraf penciuman.

Sel-sel reseptor pada saraf olfaktori manusia terdapat pada jaringan yang letaknya di balik rongga hidung. Sel-sel ini jumlahnya jutaan, yang setiap darinya memiliki silia yang kontak langsung dengan udara. Molekul-molekul dengan aroma ini berikatan dengan protein reseptor yang merupakan perpanjangan dari silia sel olfaktori.

Sinyal listrik yang dihasilkan dari stimulus kimia ini kemudian dihantarkan hingga ke sistem limbik di otak untuk diinterpretasikan. Otak akan mengaitkan aroma tertentu dengan pengalaman masa lalu dan juga dengan zat yang dihirup. Informasi ini kemudian diproses dan diteruskan ke sistem saraf pusat yang mengendalikan emosi dan prilaku.

Kondisi lingkungan ternyata juga mempengaruhi kuat tidaknya suatu aroma. Bau ternyata lebih mudah dikenali pada kondisi udara yang kering dan sejuk.

Terbiasa dan tidak bau lagi

Kuat tidaknya suatu aroma bergantung pada konsentrasi atau jumlah molekul yang terpapar pada reseptor olfaktori. Sistem olfaktori tidak hanya menginterpretasikan aroma tunggal, tetapi campuran dari aroma-aroma.

Seseorang yang sudah terbiasa dengan aroma tertentu, misalnya bau badannya sendiri, maka olehnya bau itu akan terasa tidak terlalu kentara bila dibandingkan dengan aroma lain yang tidak biasa diciumnya. Hal ini karena ada faktor “pembiasaan”.

Paparan suatu aroma yang terus menerus (pembiasaan) akan membuat kemampuan penciuman menjadi ‘lelah’. Ternyata saraf penciuman kita dapat menjadi ‘lumpuh’ karena faktor pembiasaan ini. Namun kemampuan ini akan pulih kembali ketika stimulus dihilangkan sementara waktu.

Itulah sebabnya ada orang yang terbiasa dengan misalnya bau amis, bau darah, bau bahan bakar, bau arang, bau sampah, dan lain-lain karena pekerjaan yang mengharuskan mereka kontak terus menerus dengan sumber dari aroma-aroma tersebut. Tukang sampah yang terbiasa mencium aroma sampah akan tidak merasa terganggu dengan aroma sampah.

Sedangkan pada orang yang pertama sekali masuk ke area yang penuh sampah, maka akan segera mencium aromanya. Namun tidak lama kemudian, ia pun tidak akan lagi dapat menciumnya. Setelah ia keluar dan masuk kembali ke tempat tersebut, baru ia dapat menciumnya kembali.

Demikian juga pada orang-orang yang memiliki bau badan. Yang bersangkutan tidak tahu dan tidak merasa memiliki aroma tubuh yang tidak enak. Orang-orang di sekitarnyalah yang dapat menciumnya.

Petugas pengawet jenazah yang sudah terbiasa menggunakan formalin juga tidak lagi merasakan aroma formalin mengganggu seperti orang lain pada umumnya.

Dokter forensik juga sudah terbiasa dengan aroma jenazah. Bahkan beberapa orang disebut bisa makan dalam ruangan dengan jenazah yang diotopsi.

Pernah menyemprotkan obat nyamuk ke dalam ruangan? Pertama sekali tentu kita akan merasakan bau yang sangat menyengat. Namun bila terus menerus berada di dalam ruangan tersebut, lama-kelamaan kita akan terbiasa dengan baunya.

Jadi, pembiasaan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk membedakan suatu aroma. Kepekaan untuk mengetahui suatu aroma dapat berkurang seiring dengan banyaknya paparan. Hal ini karena otak juga cenderung mengabaikan mengabaikan stimulus yang terus menerus dan akan fokus pada perbedaan dan perubahan pada sensasi tertentu.

Bau atau wangi?

Aroma itu tentunya adalah sesuatu yang riil atau nyata, artinya dapat diketahui karena kita memiliki indra penciuman. Namun suatu aroma apakah wangi atau bau (tidak enak) adalah persepsi setiap individu. Contohnya durian. Sebagian orang mengatakan durian itu wangi, sebagian lagi tidak menyukainya.

Persepsi suatu aroma ternyata bergantung pada budaya, pendidikan, dan juga pengalaman hidup.

Tukang sampah, tukang bersih toilet, tukang jagal hewan, mempunyai persepsi akan bau yang berbeda dengan orang pada umumnya yang tidak rutin melakukan tugas-tugas tersebut dan mendapatkan rezeki dari pekerjaan tersebut.

Orang tua sejak dini biasanya akan mengenalkan persepsi beberapa aroma kepada anak.

“Ini baunya enak, Nak,” kata seorang ibu kepada anaknya sambil menyodorkan sebuah sabun batang dengan aroma mawar. Anak pun belajar bahwa aroma bunga mawar itu menyenangkan.

“Petenya harum sekali,” kata ibu kepada anaknya. Anak pun belajar bahwa pete adalah makanan yang wangi dan mau mencobanya walaupun awalnya anak merasa asing dengan aroma tersebut.

Sedangkan untuk hal-hal tertentu, anak belajar bahwa benda itu bau, misalnya rokok, sampah, gigi yang tidak disikat, baju yang tidak dicuci, dan lain-lain.

Dalam sebuah siniar di kanal YouTube X-Undercover, dokter ahli forensik Djaja Surya Atmaja mengatakan bahwa dia adalah salah satu manusia yang mampu mencium bau sianida. Dilansir dari MedicalNewsToday, tidak semua orang mampu mencium sianida. Hanya sekitar 60 persen manusia dapat mencium aroma pahit dan seperti almond dari sianida.

Dokter Djaja mengatakan agar dirinya mengetahui suatu mayat mengandung sianida atau tidak, ia tidak boleh berada di dalam ruangan ketika mayat tersebut dibedah untuk diotopsi. Dia harus berada di luar ruangan jenazah tersebut untuk menghirup udara yang segar sehingga ketika ia kemudian masuk ke dalam dia akan dengan mudah mengetahui aroma-aroma yang janggal dari jenazah tersebut, apakah bau sianida, baygon, dan lain-lain.

Faktor lain yang menggangu penciuman

Indra penciuman kita juga dapat berkurang kepekaannya bila kita sakit. Pada penderita flu, sinusitis, dan rhinitis terjadi peradangan pada jaringan selaput sinus yang terletak di sekitar tulang wajah.

Peradangan ini dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan mencium yang disebut dengan anosmia.

Adanya massa atau benjolan pada hidung juga dapat mengganggu penciuman. Ketika peradangan atau benjolan itu hilang,maka penciuman akan pulih kembali.

Masih ingat Covid-19? Beberapa penderita infeksi SARS-CoV-2 juga mengalami anosmia yang muncul sekitar 2-14 hari setelah terpapar virus Corona. Berapa lama anosmia ini sembuh berbeda-beda pada setiap orang.

Pada kasus Covid, indra penciuman hilang padahal pasien tidak merasakan gejala hidung tersumbat. Penelitian terbaru menemukan virus corona ternyata mampu mengubah kemampuan rantai DNA dalam kromosom yang memengaruhi pembentukan reseptor penciuman. Infeksi covid menurunkan kemampuan protein reseptor penciuman untuk mendeteksi bau.

Penelitian lain menunjukkan keberadaan virus corona di dekat sel saraf olfaktori memicu sel kekebalan tubuh, mikroglia, dan sel T untuk melepaskan protein-protein sitokin yang kemudian aktivitas pertahanan tubuh ini mengubah genetik dari sel-sel olfaktori.

Penelitian juga mengungkapkan bahwa virus corona dapat mempengaruhi sistem saraf pusat berdasarkan gejala-gejala neurologis yang berkembang pada beberapa penderitanya. Infeksi virus ini disebut mirip dengan SARS yang juga dilaporkan bisa masuk ke otak melalui reseptor olfaktori di hidung. Jadi, anosmia pada beberapa pasien Covid-19 diduga berkaitan dengan aktivitas virus corona pada sistem saraf pusat.

Bau yang menempel

Dari pemaparan dokter Djaja, diketahui bahwa aroma setelah melakukan aktivitas tertentu dapat menempel lama di tubuh kita. Ia memberi contoh aroma akibat pekerjaan seperti otopsi dan menggali kubur.

Itulah sebabnya pekerjaan-pekerjaan tersebut diharuskan menggunakan pakaian tertentu. Walaupun sudah menggunakan apron plastik, bau itu sebenarnya tetap dapat masuk dan menempel di pakaian di dalamnya.

Bila sudah selesai melakukan aktivitas-aktivitas tersebut, maka baju dan celana yang disposable atau sekali pakai itu harus langsung dibuang. Sepatu biasa dibungkus dengan plastik di bagian luarnya.

Bau yang menempel itu bila dibawa pulang ke rumah tentunya akan tercium oleh orang lain, apalagi bila orang tersebut tidak membersihkan diri dengan benar. Jadi mandi secara total, yaitu membersihkan seluruh badan dan keramas adalah keharusan.

Walaupun sudah membersihkan diri dengan baik dan mengganti dengan pakaian yang baru, ternyata ketika kita berkeringat sesudahnya pun, aroma yang tidak enak bisa dicium oleh orang lain. Dokter Djaja mengatakan hal ini dapat berlangsung selama dua hingga tiga hari.

Tips dari dokter Djaja yang ia peroleh dari dosennya, untuk menghilangkan bau ini adalah dengan sauna. Hal ini karena dengan sauna keringat akan benar-benar keluar semua. Setelah sauna, barulah mandi sehingga aroma yang menempel di tubuh akan benar-benar hilang.

Perenungan dengan aroma

Serba serbi pengetahuan aroma ini membawaku pada suatu perenungan. Dalam hidup ini, kita pasti akan terpapar dengan banyak sekali jenis aroma, baik yang wangi dan juga yang tidak sedap.

Bila kita terus menerus memaparkan diri dengan aroma yang tidak sedap, maka indra kita pun akan lumpuh. Hal yang seharusnya bau, karena kita terbiasa dengannya maka dapat membuat kita menjadi tidak peka lagi. Lama bergaul dengan "sampah" juga akan membuat kita menormalkan aroma sampah itu. 

Itulah sebabnya kita harus mendekatkan diri dan bergaul dengan lingkungan yang mengeluarkan aroma yang baik. Hal ini supaya ketika kita masuk atau bersentuhan dengan lingkungan yang buruk, apakah itu berupa ide, pengajaran, ataupun kebiasaan, kita akan segera tahu bahwa aromanya berbeda dengan aroma sedap yang biasa kita kenal.

Ibarat bila kita sering berkumpul dengan lalat, maka kita pun akan beraroma sampah. Kalau kita sering berkumpul dengan lebah, maka kita pun akan kecipratan aroma bunga.

Dari pengalaman dokter Djaja juga, saya mengetahui kalau aroma busuk itu bisa melekat hingga ke dalam badan kita. Bagaimana bila suatu aroma itu sudah melekat? Tidak ada cara lain selain kita membersihkan diri secara total. Kita harus mau membersihkan diri. Dan ada produk yang bisa menghilangkan bau yang tidak enak itu. 

Jika pekerjaan kita mengharuskan untuk bersentuhan dengan sesuatu yang beraroma tidak sedap, maka kita harus menggunakan pelindung diri. Kita harus membekali diri dengan ‘perisai’ yang membantu sehingga kita tidak sampai kontak langsung dengan aroma yang tidak enak itu.

Penciuman kita juga bisa terganggu karena adanya penyakit tertentu. Penyakit ini bagaikan penghalang yang membuat kita tidak dapat menikmati aroma yang menyenangkan. Bagaimana supaya penciuman yang baik itu kembali? Maka penyakit atau penghalang itu harus disembuhkan atau ditiadakan. Kita harus menyingkirkan pikiran-pikiran negatif yang tidak membawa keharuman dalam hidup kita. Kita juga harus menyembuhkan diri dari hal-hal beraroma buruk dari masa lalu kita, apakah itu pengalaman yang tidak baik, trauma, dan lain-lain yang menghalangi kita untuk melangkah maju.

Pengetahuan bau ini juga memberi pelajaran kalau sering kali kita tidak sadar dengan aroma yang sudah melekat pada diri kita. Orang-orang di dekat dan sekitar kitalah yang dapat menciumnya.

Bila kita menjaga tubuh fisik kita wangi, maka demikian jugalah seharusnya kita menjaga hati dan pikiran kita bukan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun