I Ching adalah seorang biksu yang pernah berkunjung ke kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada tahun 671 Masehi dan tulisannya tentang Sriwijaya menjadi salah satu dari sedikit sumber tentang Sriwijaya.
Najwa Shihab juga mewawancara Ketua Perkumpulan Umat Buddha Jambi UP. Rudy Zhang. Rudy menuturkan I Ching pada tahun 672 singgah selama 6 bulan ke Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta sebelum kemudian ia pergi ke Universitas Nalanda di India bagian utara yang dibangun pada abad ke-5 oleh raja-raja dari dinasti kerajaan Buddha Gupta.
UP Rudy menceritakan I Ching yang menuntut ilmu di Nalanda lebih kurang selama 12 tahun itu kemudian kembali ke Nusantara dan menetap selama 10 tahun untuk berguru kepada Sakyakirti dari Sriwijaya. Setelah itu barulah I Ching menerjemahkan ajaran-ajaran yang diperolehnya dari India ke dalam bahasa Mandarin dan membawanya ke China.Â
Menurut catatan I Ching ada lima pelajaran atau Pancavidya yang dipelajari di perguruan Buddhis ketika itu, yaitu agama Buddha, ajaran filosofi, kesenian, bahasa, dan ilmu kesehatan atau pengobatan.
Setelah I Ching, seorang guru besar dari India berlayar ke Nusantara pada tahun 1012. Ia bernama Atisa Dipamkara atau Atisa Shrijnana Dipankara. Atisa Dipamkara menetap selama 12 tahun untuk belajar ajaran-ajaran Bodhicitta dan Prajnaparamitha (kesempurnaan dalam kebijaksanaan) dari Darmakirti atau Y.M. Serlingpa Dharmakirti yang adalah seorang guru asli Nusantara yaitu dari Sriwijaya.
Atisa Dipamkara kemudian kembali  ke Vihara atau Perguruan Vikramashila (wilayah Bangladesh saat ini) dan menjadi kepala vihara di sana sebelum kemudian Raja Tibet Yeshe-Ö memintanya untuk mengajar ajaran Buddha di Tibet hingga akhir hayatnya.
Atisa Dipamkara adalah pendeta Buddhis terbesar di abad 11. Salah satu ajarannya yang dikenal hingga saat ini adalah Tong-Len. Tong artinya terima dan Len artinya kasih.Â
Tong-Len yang dalam bahasa Indonesia terima kasih memiliki makna menerima penderitaan atau beban sengsara dari makhluk lain dan memberikan kesehatan dan kebahagiaan sendiri kepada yang lain. Ajaran Tong-Len ini sangat dihargai di Tibet.
Dari aneka bukti dan investigasi arkeologis, Muara Jambi jelas pernah menjadi tujuan sakral pembelajaran dan peribadatan Buddha yang menarik orang-orang bijak pembelajar, baik dari China maupun India.
Ketidaktahuan Masyarakat Indonesia