Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"Sayang Tak Dimakan" Bebaskan Spora Antraks

8 Juli 2023   01:55 Diperbarui: 8 Juli 2023   19:52 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sapi. (Foto: duniasapi.com)

Berawal dari laporan adanya pasien 73 tahun yang terpapar antraks pada 2 Juni 2023 dari RSUP dr Sardjito. Pasien diketahui adalah warga Pedukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunung Kidul,  Yogyakarta. Tidak lama pria tersebut pun meregang nyawa pada 4 Juni 2023. 

Setelah ditelusuri, diketahui pria tersebut diketahui telah menyembelih dan mengonsumsi daging yang sudah terinfeksi. Ia ikut menyembelih sapi tetangganya pada 22 Mei 2023. 

Setelah mengkonsumsi daging sapi itu, pria itu pun mengalami gejala panas, pusing, dan batuk. Kulitnya pun diselimuti bintik-bintik dan pembengkakan di sekujur tubuh dan membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit pada 1 Juni. 

Sebelum meninggal tampak perutnya membengkak. Hasil laboratorium RSUP Sardjito memastikan pria itu positif antraks. 

Dinas  kesehatan pun melakukan penelusuran ke lapangan dan ratusan sampel darah dari mereka yang ikut menyembelih dan mengkonsumsi daging sapi itu pun diperiksa. Dari 125 orang, ternyata 85 orang positif antraks. Yang bergejala 18 orang, ada yang luka, bengkak, diare, dan sakit kepala. 

Selain itu pemeriksaan serologi juga dilakukan oleh Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Gunungkidul kepada 143 warga Semanu. Hasilnya, 87 seropositif, artinya ditemukan adalanya antibodi terhadap bakteri antraks dalam darah. Saat ini tidak ada yang bergejala. 

Tradisi Brandu atau Porak

Antraks diketahui telah menewaskan 6 sapi dan 6 kambing di Dusun Candirejo, Gunung Kidul sejak November 2022. Namun pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul tidak menemukan bangkai 12 ekor ternak tersebut. 

Kepala bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti mengatakan sama sekali tidak ada wujud ternak yang sakit dan kemudian mati itu. Retno pun mencurigai ternak-ternak tersebut telah dikonsumsi warga. Tanah lokasi penyembelihan sudah diperiksa dan ditemukan adanya spora antraks. 

Memang kemudian diketahui bahwa sapi yang pertama mati pada 18 Mei 2023 lalu adalah milik seorang warga berinisial KR. Tidak lama kemudian seekor kambing pun mati. Sapi milik KR ini sebelumnya telah sakit kemudian disembelih dan dagingnya dibagikan kepada keluarga. Dua hari kemudian, 20 Mei 2023, kambing yang juga mati itu disembelih juga dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat sekitar, termasuk daging dari sapi milik warga lain berinisial SY yang juga kemudian mati. 

Sejauh ini sudah tiga warga yang tewas karena antraks ini. 

Retno menjelaskan warga Gunung Kidul memiliki tradisi menyembelih ternak yang telah sakit atau sakratul maut kemudian menjual dagingnya dengan harga murah.  Hal ini bertujuan untuk mengurangi kerugian pemilik ternak. Bila dijual ke pasar, daging hewan yang mati karena sakit itu tentunya tidak laku. 

"Kalau saya tanya memang tujuannya baik, membantu warga yang kesusahan biar tidak terlampau rugi itu dibagi-bagi, satu paketnya itu dijual Rp 45 ribu, uangnya dikumpulkan dan dikasihkan yang kesusahan," ujar Retno, dilansir dari Kompas. 

Tradisi yang dikenal dengan istilah Brandu atau Porak itu masih dilestarikan.  

Tiga ekor sapi yang telah mati hendak dikuburkan oleh pihak DPKH Gunungkidul. Satu sapi sudah dikuburkan saat itu, sementara yang dua ekor belum. Namun warga malah menggali kubur sapi dan memakan dagingnya. Bahkan pihak DPKH mengatakan pihaknya telah melakukan prosedur penguburan sesuai standar, yaitu menyiramkan formalin ke sapi yang mati karena antraks itu.

Sedang dua ekor lainnya yang belum sempat dikubur juga kemudian dikonsumsi oleh warga. 

Tentunya tindakan warga ini adalah sesuatu yang salah. Alih-alih memberi manfaat malah merugikan masyarakat. Masyarakat sudah selayaknya diberikan edukasi bahwa ternak yang sudah sakit apalagi mati mendadak tidak boleh disembelih dan dikonsumsi. Tentu bukan dengan alasan mistis, namun masyarakat harus memiliki pemahaman yang menyeluruh akan penyakit ini.  

Antraks di Indonesia

Kasus antraks di wilayah Gunung Kidul dan Sleman sudah berulang kali terjadi sejak 2019. Di Indonesia sendiri wabah antraks sering terjadi, khususnya di daerah Jawa Tengah.

Dikutip dari Tempo, antraks diketahui pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1832 di Kecamatan Tirawuta dan Mowewe Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1969, 36 orang meninggal setelah mengkonsumsi daging di Tirawuta. Pada tahun 1973, tujuh orang juga meninggal di daerah yang sama. 

Pada tahun 1976, antraks kulit ditemukan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, dan pada tahun 1977 berlanjut hingga ke Kabupaten Sumbawa Besar dan Dompu. 

Pada tahun 1985, terjadi wabah antraks di Kabupatean Paniai, Irian pada ribuan ekor babi. Sebelas orang meninggal setelah memakan daging babi yang sudah terinfeksi. 

Kejadian Luar Biasa (KLB) antraks di Jawa Tengah terjadi pada tahun 1990, di mana 48 orang terkena antraks, namun tidak ditemukan kematian. 

Pada tahun 2000 peternakan burung unta di Kabupaten Purwakarta diserang antraks dan menyerang 32 orang. Pada 2001, terdapat 22 orang terpapar antraks dan dua orang meninggal. 

Pada 2007, KLB terjadi di Kabupaten Sumba Barat dengan kasus 13 orang dan lima orang meninggal. Sejak tahun 2011 hingga 2018, antraks ditemukan di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, dan NTB. Pada 2020-2022 wabah masih dilaporkan di DIY, Gorontalo, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan. 

Kabupaten Gunung Kidul sendiri bisa dikatakan sudah menjadi kawasan endemis antraks. Sudah lima kali terjadi wabah antraks di wilayah itu yakni Mei 2019, Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan terbaru Mei hingga Juni 2023. Antraks tidak dapat dimusnahkan, namun dapat dikendalikan.

Bakteri penyebab antraks. (Foto: Medion.co.id)
Bakteri penyebab antraks. (Foto: Medion.co.id)
Antraks dan sporanya

Antraks adalah penyakit karena bakteri Bacillus anthracis yang dapat menginfeksi baik hewan, terutama herbivora maupun manusia. Antraks dapat menginfeksi sapi, kambing, domba, kuda, kelinci, rusa, babi, hingga burung unta. Hewan yang terkena infeksi ini akan mengalami demam tinggi, kejang, sulit bernafas, rebah, dan kemudian mati.  

Antraks adalah penyakit zoonosis, artinya dapat ditularkan dari hewan ke manusia maupun sebaliknya, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia. 

Bakteri Bacillus anthracis ketika di luar tubuh dan kontak dengan udara akan membentuk spora. Spora ini dapat menyebar melalui air hujan. 

Ternak dapat terpapar oleh bakteri ini ketika memakan rumput, pakan atau meminum air yang terkontaminasi spora bakteri, atau bila spora mengenai luka pada tubuh binatang. 

Ternak yang lain kemudian tertular lebih lanjut dari cairan (eksudat) yang keluar dari tubuh ternak yang sebelumnya telah terinfeksi. Cairan eksudat ternak yang sudah sakit inilah yang juga mencemari tanah sekeliling dan menjadi sumber wabah. 

Spora antraks dapat terbang dan bertahan cukup lama di tanah, bahkan hingga puluhan tahun. 

Penularan ke manusia

Manusia dapat tertular antraks melalui spora bakteri yang terhirup, makanan dan air yang tercemar, atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit. 

Spora bakteri antraks bisa terdapat di tanah, rambut hewan, kulit, dan wol. Bahkan kulit binatang yang terinfeksi dapat mengandung spora selama bertahun-tahun. Manusia dapat terkontaminasi spora ini saat kontak dengan produk-produk dari ternak yang terinfeksi atau menghirupnya. 

Hewan-hewan yang terinfeksi antraks tidak boleh disembelih untuk mencegah penyebaran spora. Spora antraks akan menyebar ke tanah dan akan mengendap hingga puluhan tahun. Ternak yang mati atau sakit ini juga tidak boleh dibedah, harus dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. 

Spora bila masuk ke dalam tubuh menjadi teraktivasi. Bakteri pun berkembang biak di dalam tubuh, menghasilkan toksin (racun), dan mengakibatkan sakit pada penderitanya. 

Luka antraks di kulit (Foto: Wikipedia)
Luka antraks di kulit (Foto: Wikipedia)
Dari caranya memasuki tubuh ada empat jenis antraks, yaitu antraks kulit, antraks pencernaan, antraks injeksi, dan antraks inhalasi. 

Jenis antraks kulit (cutaneus) yang masuk melalui luka pada kulit adalah jenis yang paling umum dan paling tidak mematikan. Namun 20 persen penderitanya yang tidak mendapatkan pengobatan meninggal. Dokter hewan dan mereka yang pekerjaannya banyak kontak dengan kulit dan rambut binatang mempunyai risiko tinggi terpapar bakteri ini. 

Kulit yang terpapar akan melepuh. Luka antraks pada bagian tengahnya akan berwarna kehitaman dan sekelilingnya berupa blister-blister kecil yang membengkak di pinggirannya. Antraks sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya batu bara karena karakteristik luka berwarna hitamnya. 

Pada antraks pencernaan, bakteri masuk melalui memakan daging hewan terinfeksi yang mentah ataupun setengah matang. Bakteri kemudian akan mempengaruhi kerongkongan, tenggorokan, perut, dan usus. Penderita juga dapat mengalami pembengkakan pada otak dan sum-sum tulang belakangnya atau meningoencephalitis. 

Antraks injeksi terjadi pada mereka yang menyuntikkan heroin, di mana infeksi terjadi jauh di bawah kulit atau otot.  Jenis ini lebih umum terjadi di Eropa Utara dan belum pernah dilaporkan terjadi di Amerika. 

Antraks cenderung terjadi di negara-negara yang hewan ternaknya tidak dilakukan vaksinasi secara rutin. Di Amerika Serikat, dokter hewan mempunyai standar vaksinasi tahunan kepada ternak-ternak di area yang pada waktu sebelumnya pernah terkena antraks.  

Jenis yang paling mematikan adalah antraks inhalasi, di mana spora bakteri terhirup. Jenis ini dikenal dengan nama penyakit woolsorter karena menginfeksi para pekerja di pabrik wol, rumah jagal dan penyamakan kulit.

Antraks ini menyerang pernafasan dengan gejala awal seperti flu, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Namun dalam beberapa hari penyakit segera memburuk dan muncul gangguan pernafasan parah seperti sesak nafas dan nyeri pada dada dan otot. Beberapa pasien mengalami batuk darah, kemudian syok, koma, dan berakhir pada kematian.

Spora yang terhirup dibunuh sebagian oleh sel makrofag di paru-paru. Sebagian lagi bertahan dan diangkut ke kelenjar getah bening di bagian dada. Spora yang bertahan hidup ini berkembang biak dan membuat kelenjar pun mengalami peradangan. Bakteri antraks pun menghasilkan racun yang mematikan dan menyebar ke seluruh tubuh.

Akhirnya kelenjar getah bening di dada mengalami pendarahan parah dan kemudian nekrosis (kematian) jaringan. Dari tempat ini, bakteri menyebar ke paru-paru dan seluruh tubuh. 

Penderita antraks inhalasi, walaupun telah mendapatkan antibiotik yang sesuai, namun sebagian besar meninggal dunia. Antibiotik memang efektif mematikan bakterinya, namun racun yang telah dikeluarkan oleh bakteri tidak dapat diatasi dengan antibiotik. 

Bakteri antraks dapat ditemukan di kultur dari apusan (swab) tenggorokan dan dahak penderita. Rontgen dada juga memperlihatkan adanya perubahan karakteristik di dalam dan di antara paru-paru. Setelah bakteri menyebar ke seluruh tubuh, maka dalam darah juga terdapat bakteri yang dapat dilihat di bawah mikroskop. 

Antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan adalah ciprofloxacin, levofloxacin, dan doxycycline. Sedangkan Penicillin G Procaine menjadi pilihan untuk antraks inhalasi dan antraks meningitis. 

Secara umum antraks kulit diobati selama 6-10 hari. Namun mengingat risiko spora juga dapat terhirup dan potensi reaktivasi infeksi laten bisa terjadi, pasien harus diobati selama 60 hari. 

Pencegahan dan penanganan

Bila suatu daerah diketahui memiliki antraks maka pemerintah harus segera mengisolasi seluruh lalu lintas ternak dari daerah tersebut. 

Lokasi penyembelihan dan penguburan ternak harus dibersihkan / didekontaminasi dengan desinfektan kuat seperti formalin. Pada kejadian baru-baru ini, lokasi penyembelihan hewan sudah disiram formalin sebanyak tiga kali sejak 3 Juni 2023. 

Perlu diperhatikan masyarakat bahwa semua peralatan yang digunakan untuk penanganan hewan juga harus didekontaminasi. 

Spora antraks dapat mati pada suhu 140 derajat Celcius selama 4 jam, atau dalam H2O2 selama 60 menit, atau menggunakan formalin 10% selama 4 jam. Namun perlu diketahui spora bakteri antraks juga dapat bertahan pada berbagai jenis desinfektan biasa dan selama proses pengolahan kulit hewan. (Sumber:Medion.co.id)

Ternak yang mendadak mati harus segera dikubur di tanah yang dalam. Di luar negeri, bila memungkinkan akan dibakar (dikremasi). Namun pembakaran tidak boleh dilakukan dalam ruangan terbuka. Oleh sebab itu di Indonesia yang paling cocok adalah dengan menguburkannya. Tidak perlu dilakukan autopsi terhadap hewan-hewan yang telah mati ini. 

Ternak yang belum terpapar disuntik antibiotik. Di Gunung Kidul, sebanyak 77 sapi dan 289 kambing kemudian diberikan suntikan antibiotik. 

Penulis juga menyarankan agar orang-orang yang berinteraksi dengan hewan yang dicurigai terpapar antraks juga harus diberikan antibiotik profilaksis.

Vaksinasi antraks juga dilakukan pada daerah tersebut dan juga daerah tetangganya. 

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X juga telah meminta Pemda di wilayahnya untuk memperketat pos pengawasan lalu lintas perdagangan hewan ternak guna mencegah tersebarnya penyakit yang mematikan ini lebih luas lagi. 

Akhir kata, antraks ini hanya dapat dicegah dan dikendalikan dengan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat, termasuk para petugas di daerah yang memantau dan merespons dengan cepat kasus-kasus penyakit zoonosis. Vaksinasi perlu dilakukan secara rutin pada daerah-daerah endemik antraks. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun