"Maksud Tante ....?"
"Iya, emh. Bagaimana ya?" terdengar wanita itu seperti gugup disana. "tante sudah berusaha membujuknya, sayang. Tante sudah membujuknya untuk lebih dewasa. Tapi mungkin dia belum siap dengan ini semua, belum siap dengan pernikahan kalian."
Duaarr!!! Petir bergelegar dengan kerasnya diiringi hujan yang mengguyur gedung itu. Seiring dengan kerasnya dentuman kepahitan dalam hati Raisa.
Raisa terkejut bukan kepalang. Bukan hanya karena suara petir yang menggelegar seiring dengan hujannya, namun ia juga terkejut sekaligus marah dengan berita yang ia dapatkan. Bantingan keras itu telah berhasil menjatuhkan air matanya yang berderai dengan derasnya.
"Raisa? Kau masih disana kan?" terdengar samar-samar tante itu memanggil dibalik ponsel yang terjatuh dengan sendirinya.
"Raisa? Raisa?"
Tuuuth tuuuth.. panggilan itu terputus dengan sendirinya.
Raisa berdiri sesaat mematung didepan cermin. Penampilannya kusut, kusut sekali. Air mata terus mengalir tanpa henti. Dia pandangi dirinya dicermin, meski pandangannya terhalang buliran air mata. Sekilas pandangannya berpaling kearah gaun pengantin yang indah disana. Ingin rasanya ia mengoyak habis gaun itu. Lalu pandangannya berarah ke beberapa kosmetik yang terletak diatas tualet.
"Aaaarrrrgggghhhh!!!" dia hancurkan semua yang ada disana. Dia lemparkan ke berbagai arah.
"Aaarrrggghhhh!!! Aaarrrggghhh!!!" Raisa mencengkram kuat kepalanya, mencakar dan menjambak rambutnya dengan penuh amarah.
Seketika pintu terbuka, sesosok perempuan paruh baya muncul disana.
Dia raih kepala putrinya dan membenamkan dalam pelukannya.