Mohon tunggu...
Inovasi

3.0 Digital Journalism menuju Inovasi 4.0

1 April 2017   11:15 Diperbarui: 1 April 2017   20:00 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
E-Paper Kompas. Sumber: http://epaper.kompas.com/kompas/

Teknologi kini semakin canggih, tak kecuali dengan perkembangan berita. Medium berita seiring dengan perkembangan teknologi juga semakin beragam. Borland dalam artikelnya A smarter web: new techologies will make online search more intelligent – and may even lead to a Web 3.0 dibahas perkembangan teknologi mulai dari Web 1.0 (periode 1997-2003) yang mengacu pada generasi pertama internet komersial yang tidak terlalu interaktif. Kemudian Web 2.0 (periode 2004-2006) yang ditandai dengan fitur tagging, jejaring sosial dengan interaktivitas. Hal ini dapat dilihat dari situs seperti Flickr dan Wikipedia. Kemudian pada generasi ketiga muncul Web 3.0 (periode 2007-2011) dengan definisi akses mobile broadbandyang meluas ke Web dengan layanan penuh perangkat lunak on demand. John Markoff mendefinisikan Web 3.0 sebagai seperangkat teknologi yang menawarkan cara baru yang efisien untuk membantu computer organized dan menarik kesimpulan dari data online. Hal ini didefinisikan dalam beberapa konferensi, blog dan diantara para entrepreneurs.

Jurnalisme

Pada esensinya, jurnalisme merupakan aktivitas mengumpulkan dan menyampaikan berita yang bermanfaat bagi kepentingan publik. Jurnalisme harus mengacu pada 10 Elemen Dasar Jurnalisme menurut Kovach dan Rosenstiel. 10 elemen tersebut yaitu:

  • Keutamaan jurnalisme adalah kejujuran
  • Jurnalisme harus loyal terhadap warga (citizen)
  • Esesnsi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
  • Jurnalis  harus independen
  • Jurnalis menjadi watchdog terhadap pemerintah
  • Jurnalisme menyediakan forum dan kritik bagi publik
  • Jurnalisme membuat hal penting menjadi menarik dan relevan
  • Jurnalis membuat berita yag komperhensif dan proporsional
  • Jurnalis mengikuti hati nurani mereka
  • Partisipasi warga (citizen) dalam hal-hal yang berkaitan dengan berita.

Dalam konteks jurnalisme, maka adanya teknologi harus dimanfaatkan dengan mempertimbangkan 10 elemen dasar jurnalisme. Setelah mengalami perkembangan jurnalisme dengan basis Web 3.0, jurnalisme tak lagi bersifat konvensional. Sebagian besar mulai masuk dalam konteks jaringan dengan Online Journalism. Namun sayangnya, kepentingan penyampaian informasi jurnalistik (news) dengan non-jurnalistik dijadikan satu dan sering kali membingungkan. Menurut Hill dan Lashmar dalam Online Journalism: The Essential Guide, di dunia online, organisasi berita utama seperti BBC dan Guardian bersaing dengan membingungkan dari situs komersial dan non-jurnalistik websites yang menjadi satu (aggregate) konten berita. Setiap organisasi (yang menggunakan Web) sekarang menjadi entitas media. Artinya kini organisasi terlibat dalam menciptakan dan menyebarkan pesan di antara staf, customers, dan mitra-mitranya untuk mencapai tujuan bisnis, menyatakan Laporan Eksplorasi Jaringan Masa Depan (Future Media, 2008) (2014, hal. 263).

Terobosan kecanggihan teknologi

Pada bulan Februari 2010, Steve Jobs memperkenalkan Apple iPad. Ini merupakan salah satu awal munculnya Web 3.0. Menurut Svegfors dan Benko, hal ini kemudian dilirik oleh beberapa media seperti Rupert Murdoch News Corp, New York Times. Selama tahun berjalan, New York Times memperkirakan pendapatan 210 juta dolar-sekitar 1,3 miliar Swedia Crowns - dari edisi digital mereka. Ini menjadi incaran media untuk beralih dari bentuk konvensional cetak yang mengakomodir pengguna teknologi seperti iPad dan berbagai produk tablet lainnya dalam memperoleh berita melalui electronic paper (e-paper).

Tak hanya New York Times, di Indonesia Kompas juga melihat hal ini menjadi peluang. Tidak meninggalkan versi cetak, namun juga menangkap peluang untuk mendekati pengguna teknologi dengan hadir dalam bentuk e-paper Kompas.

E-Paper Kompas. Sumber: http://epaper.kompas.com/kompas/
E-Paper Kompas. Sumber: http://epaper.kompas.com/kompas/
Jurnalisme 4.0

Perkembangan teknologi menjadi Web 4.0 dimulai pada tahun 2012 dan seterusnya hingga tahun 2020 nanti. Pemanfaatan Web 4.0 semakin lebih nyata dalam lingkup media dan jurnalisme dengan hadirnya Multimedia. Kolodzy dalam Hill dan Lashmar mendeskripsikan bagaimana liputan dapat mengembangkan para jurnalis ”Coverage refocuses journalism to its mission – to inform the public about its world in the best way possible. But nowadays, the best way is not just one way: newspaper or television or the internet. The best way is a multiple media way”. Menurut Robert Peston editor BBC tahun 2009 mengatakan bahwa perbedaan antara televisi, radio, versi cetak jurnalisme hampir tidak terlihat perbedaannya. Ketika ia memulai karir menjadi jurnalis, ia menulis dua cerita pada clunky mechanical typewriter dan kini ia menulis lima hingga enam blog dalam sehari. Ia melakukan kegiatan broadcasting di BBC Radio dan juga BBC Television, juga hingga 20 atau lebih program dan saluran setiap harinya (2012, hal. 11). Multimedia difasilitasi denbgan storage pada cloud (penyimpanan data digital). yang besar di web. Ini adalah keunggulan yang harus dimanfaatkan.

Keterampilan Jurnalis

Menurut Wu dalam artikel Journalism 4.0: giving yourself an upgrade, keterampilan seperti kurasi web, shooting dan editing melalui smartphone, dan navigasi dashboard media sosial seperti HootSuite sangat penting. Ruang berita digital juga memerlukan wartawan untuk menggunakan aplikasi dan perangkat lunak untuk alur kerja termasuk Google Docs dan Slack. Generasi X (born1965-1980), generasi Y (born1981-1994) dan generasi Z (born1995-2010) ini juga menjadi salah satu penda karakteristik para jurnalis. Untuk menjadi lebih baik maka para jurnalis membuat asosiasi atau kelompok jurnalis dalam kesatuan misi. Ada baiknya pula jurnalis antar generasi saling belajar bersama. Hal ini akan membuat para jurnalis berbagi keterampilan. Bermain dengan kecanggih teknologi ini cukup menyenangkan. Hal tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama dengan saling berbagi satu dengan yang lain. Seperti misalnya YouTube yang memberikan fasilitas pengarahan berbagai tips dan trik untuk mengedit berita, melakukan web curation, shooting dan editing. Dengan perangkat yang canggih para jurnalis dapat memanfaatkannya untuk mengembangkan skills mereka.

Menurut Rasa (2008), Jurnalisme 4.0 mengintegrasikan antara aktivitas blogging, journal, jurnalisme, dan keterkaitan dengan bisnis dan prioritas kepentingan seseorang yang terintegrasi ke dalam bentuk baru. Seni ilmu pengetahuan dianggap sebagai detak jantung dari jurnalisme baru. Segala sesuatu yang kita rasakan dan rasa secara langsung berkaitan dengan perspektif pribadi kita sendiri dan dilihat melalui filter individual dan unik dari realitas. Jurnalisme 4.0 mengintegrasikan jenius dari empat aspek kecerdasan menjadi ada diri sendiri. Kecerdasan fisik, mental, emosional dan intuitif dikombinasikan dalam jantung realitas diri untuk melihat, pengalaman dan mengetahui kebenaran dari peristiwa atau masalah yang disampaikan kepada publik.

Media Sosial untuk Para Jurnalis

Social Media Strategies. Sumber: http://www.bbc.co.uk/academy/journalism/article/art20130702112133521
Social Media Strategies. Sumber: http://www.bbc.co.uk/academy/journalism/article/art20130702112133521

Menurut Knight dan Cook dalam buku Social Media for Journalist: Principles & practice, di media sosial antara jurnalis dan warga biasa perbedaannya sudah menjadi sangat tipis atau hampir tidak ada. Sosial media membuat ruang diskusi semakin terbuka. Hal ini bisa kita lihat dengan semua orang yang dapat mengakses sosial media untuk membuat suatu informasi yang bisa jadi sebagai suatu berita seperti misalnya dengan menggunakan web blog dan Twitter (2012, hal. 4). Namun tentunya tak hanya aplikasi sosial tersebut. Masih ada YouTube yang memberikan kebebasan upload pada konten audio-visual, Soundcloud pada konten audio dan dapat berupa Podcast. Aplikasi LINE yang menjadi media komunikasi interpersonal juga dapat pula dikategorikan sebagai media sosial karena dapat terintegrasi secara terbuka.

Keuntungan dari munculnya media sosial tentunya memberikan banyak manfaat, namun perlu diperhatikan juga jika hal ini digunakan dalam menunjang materi berita. Seperti yang disampaikan Giras Pasopati pada Kuliah Umum Jurnalisme Online pada Jumat (17/03) di Lab. Komputer Kampus IV Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Keuntungan menggunakan media sosial ada pada aplikasi yang mempermudah para jurnalis dalam menulis berita. Namun dengan karakteristik kecepatan media online, terkadang 10 elemen dasar jurnalisme dikesampingkan, yang penting terkini dan cepat disampaikan kepada publik, padahal esensi jurnalisme bukanlah itu. Jurnalisme tetap harus mengutamakan kebenaran dan kejujuran serta disiplin verisikasi. Sebagai contohnya CNN yang tidak mengutamakan kecepatan, namun lebih pada akurasi dan kedalaman berita. Dalam memenuhi kebutuhan pembaca yang menjadi segmentasinya, CNN melakukan trik pengambilan angle berita yang berbeda sehingga tetap menarik untuk dibaca.

Ringkas Bagi Jurnalis

Akan menjadi lebih ringkas bagi para jurnalis media massa yang memanfaatkan media sosial dalam mem-publish berita. Inilah karakteristik media saat ini. Seperti yang dilansir dari BBC bahwa masa depan jurnalisme adalah Digital Journalism. Ada baiknya menentukan terlebih dahulu platform media sosial yang akan dipilih seperti Facebook, Twitter, Google+, LinkedIn, Flickr, Pinterest - salah satu yang tepat untuk output akan tergantung pada apa yang digunakan. Untuk BBC News outlet, termasuk profil tinggi individu seperti Robert Peston atau Rory Cellan-Jones, menggunakan Twitter adalah platform yang ideal. Untuk stasiun radio dan televisi lokal, Facebook menawarkan kesempatan untuk lebih memiliki keterlibatan mendalam dengan para penonton dengan lebih baik.

Hal ini tentunya perlu memanfaatkan teknologi secara maksimal seperti perangkat lunak yang digunakan (software). Selain itu juga memaksimalkan penggunaan smartphone guna menunjang aktivitas jurnalisme. Basis acuannya ada pada memaksimalkan penggunaan multimedia di era digital Web 4.0. Dimungkinkan beberapa tahun kedepan semua pemberitaan sudah dilakukan secara terintegrasi menggunakan teknologi canggih, bukan lagi cetak namun pada cloud.

Keracuan antara esensi media masa dan bisnis media massa

Kerancuan antara bisnis dan keberpihakan media pada kepentingan publik mulai dikesampingkan. Hal ini dikarenakan media sebagai perusahaan mengejar oplah. Jumlah oplah nantinya akan menentukan seberapa banyak pengiklan yang memasang iklannya di media tersebut. Dengan cara ini media sebagai perusahaan dapat terus hidup. Menurut Hill dan Lashmar, perusahaan menyadari bahwa isi berita populer dengan khalayak; tetapi model tersebut hanya dapat bekerja jika berita diperoleh semurah mungkin. Situs-situs tersebut jarang mempekerjakan wartawan untuk menulis cerita asli, hanya editor konten yang menghabiskan hari-hari kerja mereka dirantai ke meja mereka kembali kemasan konten yang ada (2014, hal. 263).

Hal tersebut tetap perlu menjadi perhatian khusus bagi jurnalis media massa untuk tetap patuh pada kode etik jurnalisme. Jurnalis perlu dibekali dengan kecerdasan fisik, mental, emosional dan juga intuitif. Selain itu sangat relevan jika jurnalis menyajikan peliputan informasi dengan menggali data-data secara mendalam, bukan hanya membuat berita berdasarkan apa yang sedang booming dan menjadi viral di media sosial. Kemalasan mencari data di lapangan inilah yang harus dihindari oleh jurnalis. Disiplin verifikasi seharunya masih dipegang teguh oleh para jurnalis untuk menyajikan berita terbaik bagi kepentingan publik. Oleh karenanya, mengacu 10 elemen jurnalisme adalah langlah paling tepat untuk tetap mengabdi memenuhi kepentingan publik.

Referensi:

Borland, J. (2007). A smarter web: new techologies will make online search more intelligent – and may even lead to a Web 3.0. Technologyreview.com. Diakses dari: https://www.technologyreview.com/s/407401/a-smarter-web/ pada 31 Maret 2017.

Hill, S dan Lashmar, P. (2014). Online journalism: the essential guide. Singapore: SAGE Publications Asia – Paciffic Pte Ltd.

Knight dan Cook. (2013). Social media for journalist: principle & practice. Singapore: SAGE Publications Asia – Paciffic Pte Ltd.

Kovach dan Rosenstiel. (2001). The Elements of Journalism. New York: Crown Publishers.

Rasa. (2008). Op-Ed: Journalism 4.0 , the heart of reality. www.digitaljournalism.com. Diakses dari http://www.digitaljournal.com/article/251763 pada 31 Maret 2017.

Svegfors dan Benko. (2012). Journalism 3.0 turns one year old – what happened 2010/2011. http://sverigesradio.se. Diakses dari http://sverigesradio.se/sida/gruppsida.aspx?programid=4042&grupp=17135&artikel=4946826 pada 31 Maret 2017.

Wu, A. (2016). Journalism 4.0: giving yourself an upgrade. www.bussinessjournalism.org. Diakses dari http://businessjournalism.org/2016/11/journalism-4-0-giving-yourself-an-upgrade/ pada 31 Maret 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun