"Wanita yang bermanfaat adalah wanita yang mampu menempatkan dirinya dalam setiap situasi."
Lalu bagaimana yang harus kita lakukan jika kita harus menerima kodrat dan hakikat kita sebagai seorang perempuan? Saya hanya bisa menuturkan cara pandang saya sebagai salah satu perempuan yang memutuskan untuk menikah dan hidup berkeluarga, tidak terlepas dari dogma yang ditanamkan oleh keluarga dan lingkungan saya tentunya.
Pandangan pribadi saya perempuan ketika memutuskan untuk menikah maka iya harus melepas siap melepas segala atributnya, bukan berarti harus berhenti bekerja atau berkarir, sepintar atau secemerlang apapun karirnya, profesinya akan berubah menjadi ibu rumah tangga.
Perempuan yang memutuskan untuk menikah harus selalu menjadi penolong bagi suaminya, bukan hanya untuk membangun keharmonisan keluarga melainkan juga dalam kehidupan ekonomi, ketika suami belum bisa mencukupi kebutuan hidup keluarganya, maka sang istri harus siap membantu dan menopang kebutuhan ekonomi dengan berbagai cara, entah bekerja di luar, bekerja dari rumah, bekerja seabutan atau bahkan menjual harta benda pribadi yang ia miliki demi kelangsungan hidup keluarga kecilnya.
Jika karena satu dan lain hal dengan kesepakatan bersama baik itu sebelum atau sesudah menikah, maka perempan harus siap beralih dan berganti pekerjaan demi keutuhan serta kebahagiaan keluarga. Tentu, selalu ada yang dikorbankan dalam setiap keputusan. Entah itu perhatian terhadap anak dan pasangan, atau rumah yang tidak terurus, atau bahkan komunikasi sehingga menyebabkan kerenggangan dalam keluarga.
Bukan berarti jika memutuskan untuk tidak bekerja dan fokus terhadap profesi ibu rumah tangga akan terlepas dari masalah, pasti selalu ada masalah lain yang ditimbulkan dari setiap keputusan.
Menjadi ibu rumah tangga dan tidak mandiri secara finansial dapat menjadi 'boomerang' bagi perempuan itu sendiri. Diremehkan orang lain tentu mungkin tidak masalah bagi sebagian orang.
Namun bagaimana bila diremehkan oleh keluarga pasangan, anak dan bahkan suami kita sendiri? Apa mental kita siap? Lalu bila kita telah lama menginggalkan karir dan pekerjaan, dan apabila suatu hari, tiba-tiba pasangan kita meninggal dunia terlebih dahulu atau mungkin meminta berpisah dari kita, bagaimana kemampuan kita secara finansial? Apakah kita mampu mencari nafkah untuk menghidupi keluarga? Mengambil alih tugas yang selama ini ditangani oleh suami?
Setiap kemungkinan dari setiap keputusan selalu ada, dan itu seharusnya menjadi keputusan bersama dari suami-istri tersebut, yang harus dipahami betul segala konsekuensi dan tanggung jawabnya. Agar kemudian hari tidak ada penyesalan, sebaiknya tidak mengambil keputusan berdasarkan dari 'omongan' orang atau stigma masyarakat. Karena tentu jika standarisasi dan ekspektasi orang lain yang diterapkan untuk kita, tidak akan pernah cukup. Karena manusia cenderung selalu menghakimi dan menilai orang lain lebih tajam daripada menilai dirinya sendiri.
Jika kita menjalankan kehidupan ini berdasarkan keputusan kita sendiri, walaupun dalam perjalanan ada kegagalan dan penyesalan kita tidak akan berusaha menyalahkan siapa-siapa lalu akan terus bangkit dalam prosesnya.
Hidup ini adalah 'proses pembelajaran'. Kita akan selalu belajar dari kesalahan dan juga pengalaman dalam menyelesaikan permasalahan.