Mohon tunggu...
A. L Shinta L.
A. L Shinta L. Mohon Tunggu... Freelancer - Doctoral Student, Beautician, Writer, Entrepreneur

AAA., BBM., M.A., CCLS., CTRS., CCHS.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pernikahan dan Perceraian Demi Kebahagiaan

12 April 2024   21:38 Diperbarui: 30 April 2024   19:14 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap ditanya apa tujuan menikah, biasanya orang-orang mayoritas adalah untuk bahagia. Lalu bagaimana dengan perceraian? Perceraian berasal dari kata dasar "cerai" yang menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti: pisah, putus hubungan sebagai suami istri, talak. Kemudian, kata "perceraian" mengandung arti: perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan. Menurut data statistik di Indonesia saja ada 463.654 kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2023. 

Jumlah ini menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dihitung dalam jumlah hari, maka ada 1.270 pasangan yang bercerai setiap harinya. Penyebabnya tentu beraneka ragam, ketidakcocokkan yang menyebabkan pertikaian terus menerus, atau bahkan tidak berkomunikasi sama sekali, masalah ekonomi yang tidak menemukan jalan keluar, keluarga yang kerap ikut campur, hingga kasus perselingkuhan yang kian hari semakin sering 'viral'. 

Saat memutuskan menikah, tentu semua pasangan ingin membentuk sebuah hubungan dengan tujuan menjadi bahagia dan tidak berangan-angan akan bercerai atau berpisah. Secara psikologi keluarga yang rukun dan harmonis akan berpengaruh terhadap kualitas hidup seluruh anggota keluarga, bagi orangtua tentu kebahagiaan anak-anak adalah yang terutama. Ketika kita menjadi orangtua segala pusat hidup kita berubah, tujuan hidup kita berubah, selama anak bahagia kita sebagai orangtua akan ikut bahagia.

Namun bagaimana standarisasi dari pasangan bahagia? Tidak saling menyembunyikan sesuatu? Saling setia satu sama lain? Punya banyak uangkah? 'nyambung' saat diajak 'ngobrol'kah? Punya keturunankah? Punya anak yang baik, sukses dan cerdas? Atau apa yang menjadi indikator kebahagiaan bagi sebuah keluarga? Lalu bagaimana dari sudut pandang anak-anak di keluarga itu sendiri? Apakah mereka sudah paham mengenai konsep ekonomi, kesetiaan, kesuksesan dan komunikasi tersebut. 

Permasalahannya kadangkala ketika kita memutuskan berkeluarga dan memiliki anak, anak harusnya ikut ambil bagian dalam mengambil Keputusan dalam kehidupan keluarga. Dan apabila anak tersebut belum mampu secara pemikiran dan perasaan untuk mencerna dan memahami kondisi atau keadaan yang ada maka orangtua harus berpikir dan mengusahakan sepenuhnya bagaimana agar anak-anak tidak terpengaruh terhadap perpisahan orangtuanya. 

Setiap orang memiliki cara menyembuhkan luka hati atau batin. Seperti halnya luka pada tubuh, luka pada hati juga memiliki cara dan waktu yang berbeda dalam tahap atau fase penyembuhannya. Hampir tidak ada anak-anak yang tidak merasakan kecewa ketika orangtuanya berpisah. 

Bahkan ketika orangtuanya mulai bertengkar, anak-anak akan ikut mengalami ketakutan atau kesedihan. Seperti halnya bekas luka di tubuh yang mungkin tak akan pernah pulih atau tidak sembuh dengan sempurna, luka hati yang ada di dalam diri kita juga kadang tidak bisa sembuh atau tidak pernah sembuh dengan sempurna.

Banyak sekali teori dalam psikologi yang membahas tentang bagaimana melewati duka perpisahan dengan baik baik perpisahan karena kepergian seseorang atau karena perceraian, lalu bagaimana cara meminimalisir luka terdampak perpisahan tersebut, baik untuk pasangan yang bersangkutan maupun anak-anak dari hasil pernikahan mereka. 

Baca juga: Mengenalmu

Namun tidak semua teori dapat diterapkan pada praktiknya. Proses serta waktu penyembuhannya sangatlah beragam dan keberhasilan satu anak tidak bisa dijadikan patokan untuk anak yang lainnya. Karena setiap pribadi manusia adalah unik dan permasalahan di setiap masing-masing keluarga, tentulah berbeda. 

Pada akhirnya luka/ bekas luka itulah yang kerapkali membuat diri kita saat dewasa mengambil keputusan dan jalan yang cukup fatal dalam menyangkut kehidupan percintaan dan keluarga. 'Luka' ini secara tidak langsung akan terus menerus diturunkan kepada anak cucu kita, seperti rantai yang tak berujung dan harus diputuskan sesegera mungkin. 

Salah satu dialog pada drama pernah mengungkapkan; "Karir adalah salah satu fase dalam hidup, karir adalah cara untuk mendapatkan uang agar bisa bertahan hidup, namun cinta adalah tujuan asli manusia, karena sejatinya kita adalah makhluk sosial." Jika secara 'mindset' perpisahan adalah jalan keluar dari segala masalah rumah tangga dan bukan jalan terakhir, maka semua pasangan pasti berpisah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun