Mohon tunggu...
shinta ayu aini
shinta ayu aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student of Communication

Islamic Communication and Broadcasting. Hello my name shinta, im a student in Walisongo Islamic University. Interested in journalism, thats why i love to write. Im recently working as a reporter in amanat.id, as a reporter. My instagram @edelweis_garrison, or contact me at my email @ainisinta26@gmail.com. I have job experience too, as a waitress.

Selanjutnya

Tutup

Film

[Resensi Film] Miracle In Cell No 7, Sindiran Praktik Dzolim Tokoh Publik

22 September 2022   22:02 Diperbarui: 23 September 2022   07:40 5088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Miracle In Cell 7 berkisah mengenai kebahagiaan anak perempuan (Kartika) yang sirna. Tatkala, ayah pengidap autis yang disayanginya (Dodo), menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan anak gubernur dan harus dihukum mati tanpa adanya pembelaan pengacara ataupun bukti yang konkrit meskipun Dodo bukanlah pelakunya. Jenis alur yang digunakan dalam film ini adalah gabungan atau campuran (maju dan mundur).   

Film "Miracle In Cell 7 " yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo adalah hasil adaptasi dari film Korea selatan sebelumnya dengan judul yang sama pada tahun 2013.  Rating Miracle In Seven versi Indonesia mencapai 8.1/ 10 seri dengan versi originalnya.

Apabila diperhatikan dengan seksama, film ini menyelipkan sindiran halus atas praktik kedzoliman atau kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh tokoh publik. Ini dibuktikan pada adegan ketika surat pernyataan Dodo telah direkayasa atas permintaan gubernur. 

Tidak berhenti sampai situ, atas ancaman gubernur itu pengacara yang seharusnya bertugas untuk membela Dodo, terpaksa bungkam untuk menyelamatkan karir dan hidupnya sendiri. 

Menjelang akhir adegan, Dodo bahkan dihampiri langsung oleh gubernur untuk menyatakan pernyataan palsu di depan hakim dengan taruhan nyawa Kartika. 

Dalam dunia pengadilan, ketika terdakwa mengakui kesalahannya, maka segala bukti ataupun pembelaan tidak lagi bernilai. Secara tidak langsung, mungkin seperti inilah salah satu gambaran ke-dzoliman tokoh publik dengan memanfaatkan jabatannya yang tidak terekspos oleh media.  

Dodo Rozak (Vino Bastian) sebagai tokoh protagonis memiliki jiwa pemaaf digambarkan melalui sikapnya yang gemar menolong meskipun dia pernah dijahati oleh orang tersebut, mau berkorban demi sosok yang dicintainya, dibuktikan melalui scene ketika ia harus berkata bohong di depan hakim untuk menyelamatkan nyawa putrinya.  

Tokoh Kartika (Graciela Abigail dan Mawar Eva) adalah anak yang berbakti, contohnya pada scene ia menyiapkan bekal martabak kesukaan sang ayah dan pembelaanya ketika menjadi pengacara untuk membersihkan nama baik ayah , Kartika adalah anak yang menerima apapun kondisi ayahnya tanpa memandang status pekerjaan ataupun disabilitas mental yang dideritanya.  

Tokoh gubernur bernama Willy Smith (Iedil Dzuhrie) sebagai tokoh antagonis dibuktikan melalui sifatnya yang pendendam dan licik, menghalalkan semua cara untuk melenyapkan Dodo. 

Selera humor film ini dihidupkan oleh teman-teman sel Dodo yang diperankan oleh aktor legendaris Indra Warkop, Bryan Domani, dan beberapa aktor pendatang seperti Indra Gunawan dan Rigen Rakelna. 

Hal yang unik adalah, teman-teman sel Dodo masih memiliki hati nurani, meskipun status mereka adalah tahanan. Mereka adalah pihak yang percaya bahwa Dodo adalah korban tuduhan kasus kematian anak gubernur, mereka bahkan berani mengambil resiko  untuk membantu Dodo melarikan diri dari lapas dengan begitu kooperatif.

Berhubung rating film ini Semua Umur (SU), dialognya menggunakan bahasa percakapan sehari-hari yang ringan untuk dicerna semua usia. Latar tempat tinggal tokoh utamanya adalah pemukiman yang padat penduduk di dekat rel kereta api dengan kondisi rumah yang sangat sederhana, selain itu tata letak dan kondisi sel begitu realistis karena memakai bangunan penjara yang asli. 

Perkiraan latar waktu yang diambil adalah pertengahan tahun 1990- dibuktikan melalui scene tokoh figuran masih menggunakan telepon umum di Warung Telekomunikasi (wartel). 

Sinematik dalam film ini cukup bagus, salah satunya ketika mereka menggunakan teknik pengambilan gambar bird view, yang memperlihatkan bentuk lapas dari luas secara jelas, dan sebagai pembuktian bahwa lokasi shooting benar-benar dilakukan di penjara asli.

 Background lagu yang dipakai sangat mendukung dan mencerminkan suasana tersebut, emosi penonton berhasil "diaduk-aduk" hingga menumpahkan air mata.

Banyaknya adegan kekerasan fisik seperti pukulan dan tendangan maupun perkataan kasar dinilai kurang sesuai, jika kategori film adalah SU (Semua Umur). Ini berarti, target penonton tidak dibatasi, termasuk anak-anak yang masih perlu pengawasan orang tua. Dikhawatirkan anak-anak yang notabenenya labil akan meniru tindakan kekerasan seperti yang ditampilkan pada film.

Kendati demikian, Miracle In Cell 7 sangat bagus untuk ditonton, karena terselip beberapa pesan moral, diantaranya: selalu bersikap baiklah kepada orang lain,  tolong-meonolong, berani membela kebenaran, jangan menyimpan dendam, dan yang paling penting, apabila kita menjadi tokoh publik atau pemimpin rakyat jangan memanfaatkan jabatan itu untuk berbuat semena-mena pada siapapun, apalagi rakyat biasa. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan dan tugas utama mereka: melayani rakyat atau negara. 

Melalui film ini juga, persepsi masyarakat akan diubah bahwa tidak semua manusia yang mendekam di penjara adalah makhluk yang hina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun