Singkat cerita, kami akhirnya pergi ke IGD di rumah sakit dekat rumah tempat kami biasa berobat. Sampai di sana sayangnya kami disambut berita buruk. Mereka tidak bisa melayani karena tidak ada alatnya di ruang itu. Satu-satunya tempat adalah rumah sakit khusus THT yang untungnya buka 24 jam. Bagusnya lagi, tempatnya juga tidak jauh dari tempat kami tinggal.
Gedung dan keadaan rumah sakit itu cukup bagus dan bersih. Situasinya sangat sepi. Kami satu-satunya pasien di situ. Penulis segera disambut satu perawat dan dibantu untuk mendaftarkan diri. Setelah itu penulis diwajibkan untuk di-swab antigen yang ternyata free alias gratis. Alhamdulillah hasilnya negatif.
Setelah mengisi formulir untuk pendaftaran sebagai pasien di rumah sakit itu, penulis mendapatkan kartu pasien. Yah, entah sudah berapa kartu pasien yang penulis miliki sekarang untuk berobat di rumah sakit-rumah sakit di kota tempat penulis tinggal.
Setelah menunggu sejenak, penulis kemudian dipanggil untuk bertemu dengan dokter yang merupakan seorang dokter perempuan, masih muda, wajah nampak putih cantik meski tersembunyi di balik masker yang rapat. Penulis segera bercerita apa yang terjadi sambil menjawab pertanyaan yang ditanyakan.
Dari tanda-tanda yang penulis berikan, seperti letak daging yang mengganjal, tidak ada muntah apalagi muntah darah, bu dokter itu menerangkan sebelum meneropong kerongkongan sambil menunjukkan gambar anatomi saluran pencernaan yang ada di belakang mejanya.
Jadi rupanya daging itu sudah melewati saluran pernapasan dan ada lumayan di bawah. Daging itu tidak mengganggu pernapasan. Kata bu dokter, kalau memang mengganggu, akan ada episode di mana penulis akan mengalami kesulitan bernapas.
Berita yang cukup bagus, walau ada buruknya juga, yaitu rumah sakit itu tidak mampu memastikan sampai mana daging itu dan kalau perlu mengambilnya. Teropong yang ada hanya sampai di saluran pernapasan. Untuk melihat lebih jauh, penulis harus pergi ke RSCM. Prosedurnya pun kalau perlu akan masuk ruang operasi untuk melihat dan mengambil dagingnya.
Astaghfirullah. Tak terbayang bakal seserius itu. Namun bu dokter menyarankan untuk memeriksa saluran pernapasan untuk memastikan tidak ada apa-apa di sana. Untuk itu digunakan alat yang bentuknya adalah besi kecil panjang yang ujungnya ada lampu kecil.
Bu dokter menarik lidah penulis keluar dan memasukkan besi panjang itu ke tenggorokan sedalam mungkin. Apa yang ada di dalam akan tampak di monitor komputer. Ketika alat itu masuk ke tenggorokan, secara refleks penulis merasa seperti ingin muntah. Tapi memang tidak ada apa-apa di saluran itu.
Mungkin memang benar si daging ayam yang keras itu sudah masuk lebih dalam. Penulis merasa agak keder juga untuk pergi ke RSCM untuk melanjutkan prosedur yang telah diinfokan. Mungkin saja daging itu akan terus terdorong kalau diminumkan air terus-menerus.
Di samping itu penulis juga tidak muntah saat sebelumnya menelan nasi atau minum air putih. Bu dokter mengatakan bisa saja daging itu sudah masuk dan rasa mengganjal yang ada hanyalah sensasi yang tersisa. Selain itu, kalau penulis tidak salah merasakan, ketika ingin muntah saat besi panjang itu dimasukkan, seperti ada yang terdorong masuk. Mungkinkah daging itu?