Malam itu saya paksakan makan meskipun hanya sedikit yang bisa masuk perut. Saya terus minum. Saya hampir tidak tidur malam itu. Keringat dingin mengucur. Saya cuma bolak-balik di tempat tidur. Menjelang pagi ada satu titik di mana saya tiba-tiba merasa, ibaratnya kalau ini demam, demam itu pecah dan saya akhirnya bisa tertidur. Ada-ada saja yang saya lakukan ini. Padahal satu minggu itu saya sedang ada workshop atau seminar.
Pengalaman kedua mirip seperti yang pertama. Namun yang kedua ini lebih karena "kesok-tahuan" saya. Saat itu teman seruangan di kantor mengadakan potluck dengan tema dimsum. Tahu saja kan betapa beratnya menu itu denga lemak, kolesterol, dan lain-lain karena isinya udang, udang, dan udang.
Sebenarnya tidak ada apa-apa yang saya rasakan. Tidak pusing, mual, atau yang lain. Namun saya sepertinya termakan omongan teman-teman dan ibu-ibu di kantor yang memperbincangkan kolesterol naik. Begitu sampai rumah saya mencari obat kolesterol di tempat penyimpanan obat dan saya minum satu tablet.
Tidak berapa lama malam itu saya mulai merasakan gejala-gejala seperti di atas, ditambah rasa panas di badan. Seketika itu saya tahu saya sebenarnya tidak perlu obat kolesterol itu. Saya belum pernah memeriksa kadar kolesterol saya tetapi saya tidak pernah merasakan gejala-gejalanya.
Terulang lagi pengalaman tidak bisa tidur semalaman. Tidak ada yang bisa saya lakukan selain ride on it, membiarkan sisa-sisa obat berangsur-angsur menghilang dari tubuh ini.
Untuk kejadian yang ketiga, ini lebih kepada keputusan dokter yang memberikan resep obatnya. Ketika itu adalah saat saya terserang GERD. Ada obat untuk menekan asam lambung yang diminum sebelum waktu makan. Setelah beberapa saat meminum satu jenis obat, dokter memutuskan untuk memberikan obat lain yang lebih keras supaya lebih efektif.
Terbukti memang obat itu lumayan keras---sampai saya kewalahan. Setelah minum obat itu, saya malah merasa seperti terserang GERD lagi. Napas sesak dan jantung berdebar-debar. Ketika saya google keterangan tentang obat itu, di sana dikatakan bahwa things will get worse before they get better. Duh seberapa worse? Apakah saya akan kuat menahannya?
Mungkin saja obat itu memang lebih bagus, tetapi kalau saya harus setengah mati setelah meminumnya, saya lebih memilih obat yang biasa-biasa saja. Akhirnya saya minta resep baru dari dokter untuk kembali ke obat lama.
Pengalaman selanjutnya masih ada hubungannya dengan GERD yang saya idap. Selain obat untuk menekan asam lambung, saya juga minum obat anti mual sebelum makan. Bentuk obat anti mual ini putih kecil, mirip obat hipertensi yang saya biasa minum sesudah makan.
Pada hari itu, sesudah makan saya berniat minum obat untuk hipertensi. Entah bagaimana mengapa yang saya ambil adalah obat anti mual. Dan itu saya sadari satu detik setelah obat itu meluncur masuk tenggorokan.
Kesalahan saat itu adalah tentang waktu atau prosedur minum obat. Saya berharap tidak akan ada akibat apa pun. Namun setelah saya cari keterangan, saya tetap akan merasakan beberapa gejala meskipun tidak terlalu berat. Keringat dingin keluar tetapi tidak lama. Sekitar satu jam saya sudah merasa lebih baik.