Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Work Smart, not Work Hard!

20 Februari 2022   04:39 Diperbarui: 20 Februari 2022   04:58 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
One on one teaching (Sumber: Pixabay)

Ada satu nasehat yang diberikan oleh teman sejawat di satu kursus Bahasa Inggris tempat kami mengajar (saya masih mengajar di sana namun teman yang ini sudah tidak lagi). Nasehat itu adalah: Work smart, not work hard.

Dalam konteks kami tentu ini berhubungan dengan pekerjaan ajar-mengajar. Teman saya itu rupanya lebih memilih untuk mengajar kelas-kelas tutorial yang biasanya one-on-one, privat hanya dengan satu murid dalam satu kelas.

Sedangkan saya pada saat itu memang kebanyakan mengajar kelas-kelas reguler yang memiliki banyak murid, biasanya paling sedikit sepuluh.

Untuk kelas tutorial jangka waktunya juga lebih singkat. Dalam satu periode bisa hanya seperempat atau malah kurang dari masa mengajar kelas reguler untuk satu term.

Waktu pengajaran kelas tutorial juga tidak seperti kelas biasa yang mempunyai slot yang pasti 2 x 2 jam dalam seminggu setiap hari Senin dan Rabu, misalnya. Kelas tutorial tergantung perjanjian antara guru dan murid. Hari dan jam bisa saja sama setiap minggu, atau kalau mau efektif bisa lebih dipercepat.

Nah, menurut teman saya ini mengajar kelas tutorial lebih smart dari mengajar kelas biasa. Pertanyaannya sekarang, smart-nya di mana?

Jadi ternyata semua ini berhubungan dengan money yang didapat. Untuk kelas tutorial yang singkat itu, penghasilan yang didapat bisa dua kali lipat dari mengajar kelas reguler. Hal itu disebabkan karena fee per jam buat guru kelas privat berbeda dari kelas biasa.

Nilai lebih yang lain adalah dari segi administratif. Laporan untuk kelas tutorial tidak se-njelimet kelas reguler.

Setelah selesai dengan satu batch kelas tutorial tinggal loncat ke batch selanjutnya.

Saya pikir enak juga seperti itu. Namun kemudian setelah dipikir-pikir dan dipikir-pikir lagi, sepertinya banyak plot holes di sini.

Pertama, murid tutorial tidak selalu ada. Berharap boleh, tapi kenyataannya tidak demikian. Kalau pun ada, belum tentu kelas itu langsung diberikan ke dia karena guru bukan ia satu-satunya, bukan?

Ketidakpastian itu jelas bisa menjadi masalah karena sebagai pekerja kita mengharapkan ada sedikit jaminan penghasilan.

Ketika kelas tutorial sedang berlangsung pun, masalah bisa muncul kalau murid mempunyai hobi menunda kelas.

"Saya tidak bisa hari ini. Besok saja ya Miss."

Nah ini semakin membuat tidak lancarnya pemasukan. Hahaha.

Jadi sepertinya pemilihan mengajar kelas tutorial ini tidak bisa dijadikan contoh untuk work smart, walaupun tidak ada jeleknya tentu kalau kita mencobanya.

Solusi saya adalah tetap mengajar kelas reguler, dan ditambah dengan kelas tutorial. Pekerjaan memang bertambah tetapi yang kita dapat juga bertambah. Jadi dalam hal ini yang terjadi adalah work hard and smart.

Bagaimana contoh pelaksanaan work smart di konteks pekerjaan Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun