Dan dari jendela samping kami bisa langsung melihat laut.
Rumahnya sendiri tidak besar. Satu lantai dengan tiga kamar tidur, ruang tamu yang menyambung ke ruang makan, dapur, dan kamar mandi. Yang lumayan besar justru tambahan di belakang, satu ruang multi-guna, kamar mandi, dan kamar tidur kecil.
Ruangan tambahan itu biasa saja karena dibuatnya mungkin hanya beberapa tahun sebelumnya. Namun di rumah utama, ada beberapa hal yang saya belum pernah lihat sebelumnya, misalnya lemari makan yang tembus dari dapur ke ruang makan.Â
Jadi lemari itu punya dua pintu, satu membuka ke arah dapur untuk orang memasukkan masakan yang siap disajikan, dan satu pintu lagi membuka ke arah ruang makan untuk orang mengambil masakan yang sudah dimasukkan dari dapur tadi. Unik sekali ya. Jadi kita tidak perlu repot-repot membawa masakan-masakan itu dari dapur ke ruang makan.
Satu lagi adalah berupa tingkap yang membuka juga dari dapur ke meja sempit memanjang yang menempel di dinding ruang makan. Bisa untuk orang yang ada di dapur untuk menghidangkan makanan langsung dan tidak untuk dimasukkan ke lemari. Sayang ketika kami di sana tingkap sudah ditutup permanen, tidak bisa dibuka lagi.
Oya ada lagi yang menarik, kali ini di halaman. Ada sebuah mata air yang sudah dibuat sumur. Letaknya di pinggir halaman. Saya kira garasi terbuka yang ada di sana dibuat dekat sumur mata air tersebut biar kalau mencuci mobil tidak perlu repot-repot lagi mencari sumber air. Dan tidak perlu dibuat keran untuk air PAM Â karena sudah ada mata air alami.
By the way, daerah tempat kita tinggal namanya Dok 5 Atas. Ada pula Dok 5 Bawah, lalu Dok 2 tempat gubernuran yang benar-benar di pinggir pantai. Juga ada Dok 9 yang letaknya dekat Kota (untuk Kota aku cerita di bagian lain ya). Kurang jelas buat saya kenapa namanya menggunakan kata Dok. Mungkin karena Jayapura dikenal sebagai kota pelabuhan.
Ada juga yang tidak menggunakan kata Dok, yaitu yang sudah lebih jauh ke atas pegunungan. Daerahnya bernama Angkasa. Masuk akal juga sih karena mereka yang terdekat dengan langit. Hehe. Saya ingat seorang teman tinggalnya di jalan yang namanya Lembah Sunyi. Kesannya sangat indah ya. Sunyi, sepi, damai, dan tenang. Di daerah Angkasa ini suhunya jauh lebih sejuk dari tempat tinggal kami. Di sana sudah tumbuh pohon-pohon cemara.
Yah sepertinya tidak selesai-selesai kalau membicarakan rumah Jayapura. Bisa terus-terusan ngomong tentang box di luar di bawah jendela tempat kita menanam bunga-bunga, sejengkal tanah di sebelah rumah yang menanjak di mana ada pohon jambu dan kersen, pohon-pohon tua raksasa di jalan masuk rumah (rumah kami tidak ada pagarnya), di mana salah satunya tumbang ketika ada hujan yang sangat deras. Semua masih ada di ingatan. Tidak akan terlupakan.
Tapi kita potong dulu di sini ya. Nanti disambung lagi mungkin dengan cerita tentang sekolah saya yang tercinta. Cheers!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H