"Anda mencari seseorang?" tanya laki-laki itu tiba-tiba.
Molly teringat lagi dengan apa yang membawanya ke rumah ini setelah perhatiannya teralih sebentar tadi. Mencari seseorang? Sama sekali tidak. Mungkin bertemu dengan tukang kebun atau seseorang yang bantu-bantu membersihkan rumah, tapi tidak seorang laki-laki yang hanya mengenakan handuk di pinggang dan bertingkah laku seolah-olah ia pemilik rumah ini. Rumah yang merupakan hak Molly sepenuhnya.
"Aku sama sekali tidak mengharapkan akan ada orang di rumahku sendiri." Suara Molly mantap dan tegap, sangat kontras dengan perasaannya saat itu dan hatinya yang berdetak kencang, dan perasaan bencinya yang muncul mendadak melihat kerutan di dahi laki-laki ini. Seharusnya ia jangan pernah mengerutkan dahi. Itu tidak cocok dengan wajahnya yang kadang seperti anak kecil.
***
Perlahan ia tidak mengerutkan dahinya lagi, tapi Ari tetap merasa ada yang salah di antara kata-kata yang keluar dari bibir tipis Molly.
"Rumah anda? Apa maksudnya itu?"
"Boleh saya tahu anda ini siapa?" potong Molly. "Dan apa yang anda lakukan di rumah ini?"
Darah Ari naik ke kepala. Terpikirkan olehnya apa yang baru saja ia lihat ketika bersalaman dengan Molly tetapi ia terlalu marah untuk menyinggung hal itu.
"Namaku Ari. Ari Pongtiku. Dan ini rumahku." Setidaknya begitu menurut perkiraannya setelah Pak Yudi yang sudah ia anggap sebagai ayah sendiri meninggal dunia.
***
"Tidak mungkin," kata Molly tandas. "Menurut surat wasiat yang saya terima, sayalah satu-satunya pemilik rumah in." Molly menatap laki-laki itu lekat-lekat. Jadi namanya Ari. Tapi Pongtiku? Dari daerah mana itu tepatnya?Â