Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Anugerah, Bukan Kutukan - Sinopsis dan Part 1

15 Agustus 2021   05:38 Diperbarui: 29 Agustus 2021   16:47 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anugerah, Bukan Kutukan (Sumber: Pixabay)

"Ibu Huda sudah lama mendahuluinya. Dan ia tidak punya juru waris lain."

"Oh." Napas Molly tercekat. "Maaf, aku tidak tahu."

"Tidak apa." Sang pengacara mencondongkan badannya. "Sekarang boleh saya selesaikan membaca surat wasiat ini?"

Molly mengangguk, mendadak merasa sedikit pening. "Silakan." Ia hanya membisu sampai pengacara itu selesai melaksanakan tugasnya.

Tiga hari dan Molly siap untuk pindah ke rumahnya yang baru. Pengacara bertanya berapa lama waktu ia perlukan dan agak terkejut dengan jawaban Molly. 

Molly tidak peduli kalau ia kedengaran seperti orang rakus yang ingin cepat-cepat mengambil apa yang ditawarkan padanya. Sudah cukup lama hidupnya tidak menentu dan serba berkekurangan. Umur empat tahun ia kehilangan ayah dan ibunya pada suatu kecelakaan mobil. 

Kalau tidak karena belas kasih eyang, ia tidak tahu bagaimana ia akan bertahan hidup. Mungkin ia telah menjadi salah satu anak-anak kumal yang tinggal di jalanannya yang kerjanya meminta-minta atau mengamen dengan botol air mineral yang diisi pasir. Molly bahkan tidak peduli eyang tidak banyak mewariskan harta padanya. 

Eyang sudah menyekolahkannya sampai ia lulus kuliah dan akhirnya mendapat pekerjaan. Semua itu sudah lebih dari cukup. Lebih dari yang ia bayangkan dan harapkan.

Molly menunggu dengan sabar ketika supir taksi mengeluarkan kopornya dari bagasi dan meletakkannya di depan pintu pagar sebuah rumah putih megah di pinggir jalan yang luas it. Molly melirik sekilas ke secarik kertas di mana ia telah menyalin alamat tujuannya. Tidak, ia tidak salah. Molly mengusap kedua tangannya yang tiba-tiba terasa lembab. 

Seandainya ia meminta supaya si pengacara itu dapat menemaninya. Ia tidak akan segugup ini. Molly merogoh kantung celana jeans-nya dan meraih serangkaian kunci yang ia dapat dari si pengacara. Namun tampak jelas ia tidak memerlukan kunci itu saat ini karena pagar itu tidak terkunci ketika Molly mengguncangnya sedikit. 

Hal itu dan taman depan yang tampak asri dengan bunga-bunga Dandelion yang bermekaran membuat Molly bertanya-tanya. Namun kemudian ia teringat si pengacara mengatakan sesuatu tentang seseorang yang merawat rumah ini. Jadi tempat ini tidak benar-benar kosong. Molly tidak tahu apakah ia harus merasa lega atau keberatan dengan hal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun