Mohon tunggu...
Shinta Harini
Shinta Harini Mohon Tunggu... Penulis - From outside looking in

Pengajar dan penulis materi pengajaran Bahasa Inggris di LIA. A published author under a pseudonym.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Izinkan Sinar Matahari Menyentuhku

8 Agustus 2021   10:00 Diperbarui: 8 Agustus 2021   10:30 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa menyentuhmu.

Tak bisa bicara padamu.

Tak bisa menunjukkan padamu bahwa aku di sini, merasakan dahaga yang teramat sangat, akan telaga kecantikanmu. Akan merdu suaramu.

Suaramu. Aku mendengar suaramu. Percakapanmu dengan seluruh keluargaku tentang... tentang...

Sejenis pembebasan, pelepasan?

Oh, duniaku kabur lagi. Dan ketika kubuka mataku, masih kulihat perawat tadi, masih sibuk mencelup dan memeras lap itu. Bagian tubuh mana lagi yang akan dibasuhnya? Tapi aku mulai mengerti kata-kata yang diucapkannya tadi ketika penggalan-penggalan berbagai percakapan kembali terlintas di benakku, satu-persatu.

"Kita tak bisa membiarkannya hidup seperti ini selamanya," kata ayahku.

Ya, aku ingat sekarang. Kau duduk di samping pembaringanku ketika itu, Lara, menggenggam tanganku sambil sesekali menghapus air mata yang membasahi wajahmu.

"Kita tak bisa terus membiarkan Shawn bergelut dengan rasa sakit,"  tambah Ayah.

Samar-samar kulihat perawat itu mengangkat tanganku satu-persatu, membasuhnya dengan lap basah. Rasa sakit? Rasa sakit apa? Aku tidak merasakan apapun sejak operasi itu. Para dokter telah membebaskanku dari rasa sakit. Jangan, Ayah. Aku tidak menderita sama sekali. Aku bisa melihat dan mendengar kalian semua. Aku bisa bergerak berkeliling, walau hanya sebatas dalam kamarku. Dari sini bahkan aku bisa merasakan sinar matahari yang kudamba. Aku bisa melihat ke luar jendela, memandangi burung-burung, bunga-bunga lila dan langit biru. Bila ada penderitaan, itu hanya berasal dari kejenuhan belaka.

"Tapi masih ada harapan dia akan siuman suatu hari nanti,"  isak Lara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun