Dia selalu mengganti pakaian kotorku dengan pakaian  yang bersih dan wangi.
Dia memandikanku.
Dia bermain dan bercanda denganku.
Tanpa disadari, butir-butir air mata meluncur di pipi Hannah. Kenangan-kenangan itu terlalu kental. Terlalu nyata. Rasa sakit karena rindu yang tak tertahankan menusuk jiwanya dalam-dalam. Hatinya meronta. Tapi dia harus terus. Hanya ada satu hal yang dapat meredakan luka dan perih itu. Terus menulis. Â
Dia selalu tersenyum padaku, lanjut Hannah.
Dia membuatku tertawa dan mengoceh gembira.
Dia memberiku kehangatan dalam buaiannya.
Dia mengelus rambutku dengan lembut sampai aku jatuh tertidur.
Hannah menarik napas dalam-dalam. Dia kembali menjelajahi saat-saat dalam hidupnya yang paling dirindukannya. Yaitu menit-menit menjelang tidur.
Dia menyanyikan lagu-lagu pengantar tidur untukku.
Dia membacakanku dongeng-dongeng.
Dia meletakkanku di pangkuannya dan memainkan lagu-lagu lembut di pianonya untukku.