Mohon tunggu...
Shinta Rahmawati
Shinta Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menjaga Kesehatan Mental Dengan Cara Meningkatkan Religiusitas Dalam Diri

19 Juni 2023   14:31 Diperbarui: 19 Juni 2023   14:36 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

MENJAGA KESEHATAN MENTAL DENGAN CARA MENINGKATKAN RELIGIUSITAS DALAM DIRI

Oleh : Shinta Rahmawati

PENDAHULUAN

Semua individu pasti mengharapkan kehidupan yang positif. Kesehatan mental yang baik menjadi sangat penting dan selalu diharapkan oleh semua individu dari zaman dulu hingga sekarang. Kesehatan mental oleh para ahli didefinlsikan sebagai terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya (Daradjat, 2001).[1]

 

Perkembangan zaman yang semakin pesat serta majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman sekarang membuat manusia sangat mudah untuk memenuhi semua kebutuhannya. Walaupun pemenuhan kebutuhan menjadi sangat mudah, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya beban psikologis di dalam kehidupan pribadi, keluarga, serta masyarakat, sehingga banyak individu yang mengalami kegelisahan dalam hidupnya. Hal ini dapat membuat mereka abai terhadap perilaku keagamaan atau religiusitas mereka, seperti kekhusukan ibadah, kepasrahan diri, kesabaran diri, serta istiqomah.

 

Perkembangan zaman yang semakin pesat juga berdampak pada perubahan-perubahan sosial, individu yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut dapat mengalami kebingungan, kecemasan, ketakutan, bahkan frustrasi. Hal-hal tersebut dapat memicu ketegangan batin, konflik batin, dan gangguan-gangguan emosional yang dapat menimbulkan ketidaksehatan mental.

 

Ketidaksehatan mental sulit dihindari ketika seseorang tidak mempunyai daya tahan mental dan spiritual yang kuat. Daya tahan mental dan spiritual bisa didapatkan dari religiusitas dalam beragama. Menurut Walter Houston Clark (1958), religiusitas adalah "...as the inner experience of the individual when he senses a Beyond, especially as evidenced by the effect of this experience on this behavior when he actively attemps to harmonize his life with the beyond." Rasa beragama atau religiusitas adalah pengalaman batin dari seseorang ketika dia merasakan adanya Tuhan, khususnya bila efek dari pengalaman itu terbukti dalam bentuk perilaku, yaitu ketika dia secara aktif berusaha untuk menyesuaikan atau menyelaraskan hidupnya dengan Tuhan.[2]

 

Menjaga religiusitas sangat penting bagi kita karena dapat berdampak pada kesehatan mental. Jika tingkat kereligiusan kita tinggi maka kesehatan mental kita juga semakin baik, kita akan merasakan ketenangan, kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa hubungan yang aman dengan Tuhan. Perasaan bahagia dan sejahtera yang dialami seseorang akan mendukung kesehatan mentalnya dan dapat mengurangi potensi munculnya gangguan mental. Sebaliknya, jika tingkat kereligiusan kita rendah maka kesehatan mental kita dapat menjadi buruk. Kesehatan mental yang buruk dapat menjadi indikasi bahwa hubungan yang jauh dengan Tuhan. Kesehatan mental yang buruk ditandai dengan stres yang terus-menerus, gangguan kecemasan, hingga depresi. Kesehatan mental yang buruk dapat dikurangi dengan cara selalu berusaha menjaga religiusitas dalam beragama seperti meningkatkan kekhusukan dalam salat, bezikir di waktu luang, meningkatkan kesabaran dalam diri, serta selalu berusaha untuk istiqomah dalam menjalankan ibadah.

 

PEMBAHASAN

 

Definisi kesehatan mental

 

Kesehatan mental merupaan komponen yang paling dasar dari kesehatan individu. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.[3] Keadaan mental yang sehat membuat individu dapat menjalankan aktivitas-aktivitas kesehariannya secara rutin dan menyenangkan, karena ia dapat mengelola stress yang ia rasakan dengan baik. Individu yang memiliki kesehatan mental yang baik juga mampu bekerja secara produktif dan menghasilkan. Schneiders (1964) telah mengungkapkan beberapa prinsip dalam memahami kesehatan mental salah satunya adalah dalam memelihara kesehatan mental, tidak terlepas dari sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelek, religius, emosional, dan sosial. Artinya, kesehatan mental bisa didapatkan individu dengan cara memiliki moral, intelek, kereligiusan, rasa emosional, serta rasa sosial yang baik.

 

Istilah "kesehatan mental" diambil dari konsep mental hygiene. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.[4] Sedangkan menurut Dr. Jalaluddin dalam bukuny yang berjudul "Psikologi Agama" beliau mendefinisikan kesehatan mental sebagai suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin yang dilakukan melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). Definisi yang dikemukakan Dr. Jalaluddin tersebut sejalan dengan pengertian kesehatan mental ditinjau dari perspektif islam yaitu suatu kemampuan diri individu dalam mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasarkan Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

Aspek dan karakteristik kesehatan mental

 

            Individu yang memilki kesehatan mental baik dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang ada pada individu tersebut ditinjau dari beberapa aspek, di antaranya:

 

  • Aspek Fisik
  • Individu dengan kesehatan mental yang baik akan menunjukkan beberapa karakteristik seperti perkembangan fisik yang normal, fisiknya berfungsi secara maksimal dalam melakukan tugas-tugasnya. Individu yang memiliki kesehatan mental yang baik juga memiliki tubuh yang sehat dan tidak mudah sakit-sakitan.
  • Aspek Psikis
  • Dalam aspek psikis, individu yang memiliki respek terhadap diri sendiri dan orang lain adalah indivdu yang memiliki kesehatan mental yang baik. tidak hanya itu, individu yang memiliki insight dan rasa humor yang bagus, memiliki respons emosional yang wajar, mampu berpikir realistik dan objektif, terhindar dari gangguan-gangguan psikologis, memiliki sifat kreatif dan inovatif, memiliki sifat yang fleksibel dan terbuka serta tidak difensif, dan memiliki perasaan bebas untuk memilih dan dapat menyatakan pendapat dan bertindak juga merupakan karakteristik individu yang memiliki kesehatan mental yang baik.
  • Aspek Sosial
  • Individu yang memiliki kesehatan mental yang baik akan menunjukkan sikap atau karateristik seperti memiliki perasaan empati dan kasih sayang (affection) kepada orang lain, serta memiliki sikap alturis atau suka memberikan pertolongan terhadap orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Mereka tidak segan memberikan pertolongannya kepada orang-orang disekitarnya yang membutuhkan pertolongannya. Mereka juga mampu bersosialiasi dengan orang lain secara sehat, serta penuh cinta kasih dan persahabatan. Mereka memiliki toleransi yang tinggi dan mau menerima seseorang atau sesuatu tanpa memandang kelas soasial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.
  • Aspek Moral-Religius
  • Beriman kepada Allah serta mentaati perintah-Nya da menjahui larangan-Nya merupakan indikasi bahwa seorang individ memiliki kesehatan mental yang baik. hal tersebut dapat diamati dari sikapnya yang berperilaku jujur, amanah (bertanggung jawab) bila diberi kepercayaan, dan selalu ikhlas tampa pamrih ketika mengerjakan sesuatu.

 

Definisi religiusitas

 

Religiusitas telah dikaji dan mendapatkan tempat oleh para ahli psikologi sejak tahun 1990-an dengan terbitnya jurnal-jurnal terkait Journal for the Scientific Study of Religion dan Review of Religious Research yaitu The International Journal for the Psychology of Religion yang mulai dipublikasikan di Amerika pada tahun 1990. Sedangkan Mental Health, Religion, and Culture mulai terbit tahun 1998 dan dipublikasikan di United Kingdom. Walaupun telah lama dikaji, namun pengertian religiusitas masih menjadi persoalan dan perdebatan hingga saat ini. hal ini dikarenakan agama merupakan suatu yang kompleks dan bersifat pribadi. Dalam ilmu psikologi sendiri, para ahli meneliti religiusitas dengan cara yang beragam, misalnya Allport & Ross (1967) mempelopori penggunaan konsep orientasi religius (religiusitas intrinsik dan ekstrinsik) untuk menggambarkan aspek motivasional dalam beragama, sedangkan Glock & Stark (1968) mengembangkan konsep komitmen religius untuk menjelaskan seberapa kuat komitmen seseorang terhadap substansi agama, yaitu aspek pengetahuan, keyakinan, praktik, perasaan dan konsekuensi.[5]

 

Walter Houston Clark (1958) memaknai religiusitas dengan pengalaman batin dari seseorang ketika dia merasakan adanya Tuhan, khususnya bila efek pengalaman itu terbukti dalam bentuk perilaku, yaitu ketika ia secara aktif berusaha untuk menyesuaiakan atau menyelaraskan hidupnya dengan Tuhan. Madjid (1992) mengartikan religiusitas sebagai perilaku yang sepenuhnyadibentuk oleh kepecayaan dan keyakinannya kepada kegaiban atau alam gaib (kenyataan-kenyatan yang bersifat supraempiris). Sedangkan Dister (1992) menyebut religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur internalisasi agama itu dalam dri individu. Dari definisi- definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah pengalaman batiniah seseorang ketika menyadari akan adanya Tuhan atau Yang Maha Segalanya di luar dirinya. Kesadaran akan Tuhan dapat diwujudkan dengan memiliki perilaku yang baik atau memiliki akhlak yang terpuji, mlakukan peribadatan seperti melakukan sholat, zikir, puasa, dan lain sebagainya. Perilaku ini menunjukkan bahwa seseorang memiliki kesadaran akan adanya Tuhan.

 

Cara menjaga kesehatan mental dengan meningkatkan religiusitas

 

  • Beribadah dengan khusuk
  •  
  • Ibadah atau beribadah merupakan bentuk perilaku sebagai wujud penghambaan dari seorang makhluk keapada Penciptanya. Ibadah didasarkan pada rasa syukur seorang hamba kepada Penciptanya yang telah memberikan nikmat dan sebagai sarana untuk memperoleh keridhaan-Nya dengan melakukan beberapa amalan yang diperintahkan Sang Pencipta.
  •  
  • Secara etimologis, ibadah berasal dari bahasa Arab dari kata   --   -  yang berarti melayani patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis, ibadah merupakan sebutan untuk segala sesuatu yang mencakup seluruh ucapan atau perbuatan yang zahir maupun batinnya dicintai dan diridhai Allah swt. Dalam agma islam, ibadah dibagi menjadi dua jenis yaitu ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah. Ibadah mahdah merupakan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah baik tata caranya, tingkatannya, dan perincian-perinciannya seperti wudhu, tayammum, salat, puasa, haji dan umrah. Ibadah mahdah adalah ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah swt secara langsung. Sedangkan iabdah ghairu mahdah adalah ibadah yang umum yaitu segala sesuatu yang diizinkan oleh Allah seperti belajar, zikir, dakwah, tolong menolong, dan lain sebagainya.
  •  
  • kekhusukan dalam beribadah, khususnya dalam ibadah mahdah dapat kita peroleh dengan cara belajar memahami tata cara beribadah dengan benar sesuai Alquran dan Hadits. Misalnya ketika kita melaksanakan salat, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu apa saja yang menjadi syarat, rukun, dan sunah-sunah di dalam salat. Kita juga harus mengetahui dan memahami bacaan apa saja yang kita baca ketika salat agar kita dapat meresapi bacaan tersebut sehingga hati dan pikiran kita menjadi tenang dan merasa damai. Perasaan tenang dan damai inilah yang dapat meningkatkan kesehatan mental kita menjadi jauh lebih baik.
  •  
  • Zikir di waktu luang
  •  
  • Zikir merupakan salah satu ibadah ghairu mahdah yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan pun kita mau. Zikir memiliki makna mengingat, yaitu mengingat Allah. Secara umum, zikir dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu berzikir dengan pikir, berzikir dengan amal atau gerak, dan yang terakhir berzikir dengan lisan.
  •  
  • Berzikir dengan lisan dapat dilakukan dengan cara melihat dan merenungi kebesaran-kebesaran Allah, baik dengan melihat ciptaan-Nya yang berupa alam dan segala isinya, atau melihat diri sendiri. Selanjutnya, zikir dengan amal atau gerak biasa kita lakukan dalam salat, salat sendiri merupakan media atau perantara untuk mengingat Allah swt. Zikir juga dilakukan dengan lisan dengan cara mengucapkan lafaz atau kalimat tertentu seperti lafaz tasbih, tahmid, istighfar, serta sholawat, dan lain-lain.
  •  
  • Ketiga metode zikir ini memiliki dampak yang sama, meski dengan kadar yang berbeda-beda. Ada yang merasa lebih dekat dengan Allah ketika sedang shalat, namun ada juga yang ketika berzikir dengan lafaz tertentu justru mersa tenang dan lebih dekat dengan Allah. Ada pula yang dapat merasakan keberadaan Tuhan ketika melihat ciptaan-Nya, ketika sedang berada di atas gunung, atau di tengah laut, atau mengamati ciptaan Allah yang sangat beragam.
  •  
  • Secara psikologis, zikir memiliki dampak yang positif di antaranya, menjadikan hati tenang, percaya diri dan penuh optimisme. Ada kebahagiaan yang terpancar di balik wajah mereka-mereka yang berdzikir, walaupun kadang mereka terlihat sedih karena meneteskan air mata yang mengalir perlahan. Namun kenyataannya, di balik air mata tersebut, ada kepuasan batin, juga harapan yang penuh, serta adanya rasa kemenangan, kebahagiaan, dan optimisme dari dalam diri orang yang berzikir.
  •  
  • Meningkatkan kesabaran dalam diri
  •  
  • Sabar adalah usaha keras untuk mengatasi kesulitan dengan tetap tegar dan penuh keyakinan akan datangnya keberuntungan di kemudian hari.[6] Sabar merupakan sifat yang paling dicintai Allah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya kata sabar disebut di dalam Alquran yaitu sebanyak 103 kali dan tersebar di 45 surah. Sabar merupakan sifat yang terpuji dan Allah akan meninggikan derajat hidup seseorang yang memiliki sifat ini. Dibalik suksesnya orang-orang besar pastidibarengi dengan rasa sabar dan tekun dalam dirinya. Seorang pelajar tidak akan berhasil dalam usahanya belajar jika tidak dibarengi dengan rasa sabar
  •  
  • Dalam perspektif psikologi,sabar merupakan konsep pengendalian diri yang berkaitan dengan emosi dan keinginan. Sabar juga dapat diartikan sebagai kegigihan, keuletan untuk mencapai suatu tujuan. Sabar dapat dimulai dari hal-hal yang paling kecil dan sederhana seperti mengantre panjang ketika hendak membeli sesuatu.
  •  
  • Istiqomah menjalankan ibadah
  •  
  • Istiqomah dapat dimaknai dengan sikap konsisten, tabah, perwira, dan kemengan di medan pertempuran antara ketaatan, hawa nafsu, dan keinginan yang ada dalam diri individu. Istiqomah dapat diartikan pula dengan berpegang teguh kepada Allah. Ditinjau dari aspek psikologi, istiqomah berkaitan dengan konsep diri (self concept) dan citra diri (self image) yaitu gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri. Istiqomah memiliki dampak positif yang sangat besar bagi kehidupan seseorang dalam membentuk citra dirinya. Citra diri yang positif akan membentuk pola sikap, cara berpikir, corak penghayatan, dan ragam perbuatan yang positif juga, demikian pula sebaliknya. Dengan beristiqomah kita dapat mengevaluasi diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

 

PENUTUP

 

Kesimpulan

 

Kesehatan mental merupakan aspek paling mendasar tetapi sangat penting bagi individu untuk menentukan kesejahteraan hidupnya. Kesehatan mental juga berpengaruh terhadap kebahagiaan individu dalam menjalani hidupnya. Kesehatan mental dapat dilihat dari berbagai aspek di antaranya aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, dan aspek moral-religiusitas. Kesehatan mental dapat ditingkatkan melalui perilaku religiusitas. Tingkat kereligiusan yang tinggi dapat mengindikasikan kesehatan mental yang baik, kita merasa tenang, damai, bahagia, dan sejahtera karena merasa dekat dengan Tuhan. Perasaan bahagia dan sejahtera yang dialami seseorang inilah yang akan mendukung kesehatan mentalnya dan dapat mengurangi potensi munculnya gangguan mental. Sebaliknya, jika tingkat kereligiusan kita rendah maka kesehatan mental kita dapat menjadi buruk. Kesehatan mental yang buruk dapat menjadi indikasi bahwa hubungan yang jauh dengan Tuhan. Kesehatan mental yang buruk ditandai dengan stres yang terus-menerus, gangguan kecemasan, hingga depresi. Kesehatan mental yang buruk dapat dikurangi dengan cara selalu berusaha menjaga religiusitas dalam beragama seperti meningkatkan kekhusukan dalam salat, bezikir di waktu luang, meningkatkan kesabaran dalam diri, serta selalu berusaha untuk istiqomah dalam menjalankan ibadah.

 

Saran

 

Setelah menyelesaikan penulisan artikel ini, penulis berharap agar generasi muda sekarang lebih memperhatikan kesehatan mentalnya juga kesehatan mental orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan cara lebih peduli terhadap orang lain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ariadi, Purmansyah, 'Kesehatan Mental Dalam Perspektif Islam Pendahuluan', Syifa MEDIKA, 3.2 (2013), 118--27

 

Bukhori, Baidi, 'Kesehatan Mental Mahasiswa Ditinjau Dari Religiusitas Dan Kebermaknaan Hidup', Psikologika: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 12.22 (2006)

 

Fridayanti, Fridayanti, 'Religiusitas, Spiritualitas Dalam Kajian Psikologi Dan Urgensi Perumusan Religiusitas Islam', Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2.2 (2016), 199--208

 

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan Dilat Kementrian Agama Republik Indonesia, 'Spiritualitas Dan Akhlak', 1, 2010

 

Saifuddin, Ahmad, Psikologi Agama Implementasi Psikologi Untuk Memahami Perilaku Beragama, kedua (Jakarta Timur: Kencana, 2020)

 

Yustinus semiun, Kesehatan Mental I, 2009

 

Zuhdi, Muhammad Harfin, 'Istiqomah Dan Konsep Diri Seorang Muslim', Religia, 14.1 (2017), 111--27

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun