Kedua, mengurangi arus urbanisasi dari desa ke kota. Ini mempunyai efek positif yang besar terhadap penataan dan pengelolaan perkotaan. Karena secara otomatis akan mengurangi jumlah pengangguran warga kota (terutama para pendatang yang tidak mempunyai skill cukup untuk bersaing dengan warga kota lain).
Hal ini juga akan mempermudah penataan perumahan di kota-kota besar, sehingga tidak muncul perkampungan kumuh di kota-kota tersebut. Di samping itu akan mengurangi efek-efek negatif dari arus urbanisasi yang meledak. Termasuk berkurangnya kejahatan!
Ketiga, dengan orientasi pola arah pembangunan dari kampung/desa ke kota, hasil dan target dari pembangunan menjadi lebih efektif dan tepat sasaran, karena semua referensi pembangunan berasal dari potensi, kearifan lokal (local wisdom) dan kemauan dari warga kampung itu sendiri. Sehingga pembangunan dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Meski tetap ada pendampingan dan koordinasi dengan pemerintah pusat.
Keempat, dengan pola pembangunan dari kampung, secara otomatis akan mengurangi resistensi dari warga/rakyat dalam pelaksanaan program pembangunan tersebut. Karena pola ini harus berdasarkan pertimbangan dari warga, dan pola studi kelayakan yang tidak mengesampingkan kearifan lokal.
Di samping efek positif di atas, kiranya perlu juga menanamkan gerakan nasional "Beli Produk Indonesia!" dan bukan  hanya "Cintai Produk Indonesia!" Karena Slogan "Beli Produk Indonesia!" akan menanamkan secara tegas untuk menggunakan produk Indonesia, tidak sekedar mencintai!
Efek dari gerakan moral ini sangat berimbas positif terhadap kebergantungan bangsa Indonesia akan produk-produk asing. Maka jika dilakukan dengan serentak, kemandirian dan pemerataan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta akan lebih baik.
Itulah beberapa efek positif dari pergeseran pola arah pembangunan dari kampung ke kota. Maka dengan adanya pola ini kiranya pemerintah sebagai pelayan masyarakat hendaknya memfasilitasi dan mendorong serta mendukung baik secara moral maupun subsidi material.
Jika diprogramkan secara sistematis, dan tertata dengan baik, serta melibatkan warga kampung itu sendiri, tentu para investor pun tak segan-segan untuk berinvestasi di wilayah-wilayah perkampungan di seluruh pelosok tanah air. Sehingga pola ini akan membawa dampak yang positif lagi jika di wilayah suatu kampung maju, akan memberikan stimulus pada kampung yang lain untuk maju pula.
Dengan kondisi perbedaan atmosfir dunia usaha antara wilayah kota dan desa tersebut, dan dengan pertimbangan efek-efek positif dari pola pembangunan ekonomi dari kampung di atas, maka kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) menjadi kebutuhan mutlak dalam memberdayakan pelaku UMKM. Karena dunia wirausaha adalah dunia kreatif, yang membutuhkan pola pikir 'nakal' untuk menerobos  segala tantangan usaha.
Dengan demikian SDM merupakan faktor yang sangat penting dalam pemberdayaan UMKM. Oleh karena itu menjadi kewajiban pemangku kebijakan dan pelayan masyarakat (baca: pemerintah) untuk memfasilitasi up-grading terhadap peningkatan kapasitas SDM dari kampung tersebut. Secara aplikatif, bisa difasilitasi dengan adanya pelatihan-pelatihan manajemen, produksi, pemasaran dan segala sesuatu yang terkait dengan manajemen usaha profesional.
Jika pola ini terprogram dan dilaksanakan secara sistematis dan tertib, Â maka tidak hanya pemerintah, semua elemen masyarakat pun mempunyai kewajiban yang sama untuk mendukung gerakan pembangunan dari kampung tersebut. Dan jika program ini dilaksanakan secara massif, Pertumbuhan dan pemerataan Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta, jelas akan lebih tangguh menghadapi persaingan global!