Mohon tunggu...
Shinta Melodi
Shinta Melodi Mohon Tunggu... Wirausaha -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bangkitkan Ekonomi DIY dari Desa

8 September 2018   07:49 Diperbarui: 8 September 2018   07:52 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski telah berlaku Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, --di mana Desa/Kampung mempunyai sebagian otoritas dalam pembangunannya--, dan dengan adanya Dana Istimewa (Undang-undang No. 13 Tahun 2012), namun pemerataan pembangunan ekonomi masih terkesan kurang. Mengapa?

Karena tingkat ketimpangan ekonomi (indeks rasio gini) di DIY termasuk tinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia (KRJogja.com) . Inilah mengapa saya ingin menekankan pola pembangunan ekonomi berangkat dari kampung/desa lebih digiatkan.

Paradigma pembangunan sebelum munculnya Undang-undang Desa lebih bersifat Top-Down, di mana kebijakan pembangunan suatu wilayah lebih didominasi dari pusat dibanding daerah. Pola seperti ini peran penentu kebijakan (government) seakan-akan menguasai segala hal dan potensi yang ada di daerah. Sehingga terkesan program pembangunan yang dibangun berasal dari "orang pintar" (baca: orang kota) untuk "orang yang kurang pintar"  (baca : orang desa/kampung).

Padahal sangat mungkin estimasi dan asumsi penentu kebijakan tersebut meleset. Hal ini karena Indonesia terdiri dari ribuan suku bangsa, ras, potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan SDM (Sumber Daya Manusia) yang sangat beragam.

Di samping itu setiap daerah/kampung mempunyai adat istiadat dan kearifan lokal (local wisdom) yang berbeda. Bahkan potensi desa/kampung bisa menjadi elemen yang sangat penting untuk pembangunan kota. Maka upaya revitalisasi pola pembangunan ekonomi daerah, termasuk di DIY dengan pola Bottom-Up yang baru berjalan ini menjadi sangat krusial.

Sebuah catatan sejarah; masih segar dalam ingatan kita, bahwa UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) merupakan sektor usaha yang tahan banting. Ketika terjadi krisis moneter Tahun 1997, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian bangsa Indonesia, karena telah membuktikan bahwa sektor ini mampu bertahan diterpa badai krisis moneter yang begitu dahsyat.

Bahkan usaha-usaha besar yang tergolong dalam great corporate dan padat modal menjadi kelimpungan. Inilah mengapa perhatian khusus terhadap UMKM menjadi sangat penting. Pun di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagaimanapun pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta ditopang oleh pergerakan Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM).

Tercatat pada tahun 2017 jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah 235.313 unit usaha (94,8%), sedangkan usaha besar hanya 12.904 unit usaha (5,2%), (http://bappeda.jogjaprov.go.id) Ini menunjukkan tingginya kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan perekonomian di DIY. Maka tak bisa disangkal lagi bahwa gerakan kewirausahaan dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah merupakan hal yang sangat krusial di Daerah Istimewa Yogyakarta ini.

Di sisi lain, pergerakan urbanisasi penduduk dari desa ke kota telah melahirkan berjibun masalah yang pelik dalam manajemen kota metropolitan. Mulai dari pengangguran, perumahan kumuh, penggusuran, dan lain sebagainya. Ini menjadi persoalan yang sangat mengganggu dalam pembangunan Indonesia secara keseluruhan. Di samping itu akumulasi permasalahan ibu kota akan menciptakan ketimpangan sosial di kalangan warga kota.

Dari semua itulah efek yang buruk dan tidak perlu terjadi menjadi merebak, yakni kejahatan!.  Maka sekali lagi perlu adanya rekonstruksi dan perubahan mindset pola pembangunan dari kota ke desa/kampung, menjadi bottom-up; dari kampung ke kota. Jika mindset ini diaplikasikan ke dalam program yang tepat sasaran, maka kota tidak lagi menjadi ladang yang seksi untuk diserbu tenaga kerja dari desa, karena di desa/kampungnya sendiri telah terbangun sistem ekonomi yang menjamin hidup mereka.

Di antara efek positif dari pergeseran paradigma orientasi pembangunan ekonomi dari kampung/desa ke kota adalah: Pertama, akan menjamin pemerataan pembangunan, karena sebagian besar wilayah DIY terdiri dari perkampungan dan desa-desa.  Sehingga dengan pola ini pusat pembangunan akan tersebar di seluruh wilayah daerah/desa/kampung di seluruh DIY.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun