Jika sudah mendengar kata "Nusantara" maka sudah pasti itu adalah negara kita tercinta Indonesia. Walaupun secara letak geografis, negara Indonesia  berada pada posisi yang jaauh dari pusat islam, akan tetapi karya-karya ulama Nusantara juga tak kalah perihal kualitasnya dengan karya-karya yang dilahirkan dari Negara Timur. Karya tafsir al-Quran di Indonesia sendiri dilahirkan dengan keadaan ruang sosial-budaya yang beraneka-ragam.Â
Sejak masa Abdul Ra'uf as-Singkili (1615-1693 M) pada abad ke-17 Masehi hingga masa M. Quraish Shihab pada awal abad ke-21 Masehi, karya-karya tafsir ulama Nusantara lahir dengan basis sosial yang beraneka-ragam.
Di Indonesia sendiri terdapat tafsir al-Quran yang ditulis dalam ruang basis politik kekuasaan atau negara. basis ini tampak pada karya tafsir Tarjuman al-Mustafid, karya Abdul Ra'uf as-Singkili yang merupakan karya tafsir 30 juz pertama di Nusantara.Â
Beliau menulis karya ini pada saat beliau menjabat sebagai penasihat di Kerajaan Aceh. Karya tafsir ini pertama kali dicetak di Maktabah Ustmaniyah, Istanbul, Turki pada tahun 1884. Ciri khas dari kitab tafsir ini adalah cenderung pada pendekatan nlai-nilai tasawwuf.
Basis ruang sosial politik kekuasaan semacam itu juga ditemukan pada tafsir-tafsir yang lahir pada era abad 21 M. Misalnya, Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab ditulis ketika ia menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Mesir. Contoh yang lebih kuat pada era ini adalah Al-Qur'an dan Tafsirnya yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama, dan Tafsir Tematik yang dikeluarkan oleh Lajnah Pentashih Mushaf AlQur'an Kementerian Agama RI.
Setelah tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Abdul Ra'uf as-Singkili, muncul karya tafsir baru lagi, yaitu Tafsir al-Quran al-Karim karya Mahmud Yunus. Ia memiliki keberanian untuk menampilkan karya terjemahan al-Quran dengan kondisi masyarakat yang saat itu dalam fase menganggap haram menterjemahkan al-Quran diluar bahasa arab.Â
Karya tafsir ini pun diterbitkan secara bertahap 2 juz setiap bulan. Hingga pada April 1938 tafsir al-Quran al-Karim telah lengkap 30 juz dan didistribusikan di seluruh Indonesia.
Dilanjutkan dengan tafsir Faidh ar-Rahman karya Kyai Sholeh Darat yang merupakan kitab tafsir pertama dengan bahasa Jawa-Pegon dan telah diterbitkan pertama kali oleh percetakan Muhammad Amin Singapura pada akhir abad 19 M. Akan tetapi fakta bahwa bahasa Jawa bukanlah bahasa Nasional menyebabkan naskah tafsir ini sulit untuk dikonsumsi oleh para pembaca non-jawa.Â
Sehingga, sebagai bentuk apresiasi atas usaha pelestarian tradisi intelektual nusantara, naskah tafsir ini dikaji secara filologis dengan membatasi ruang gerak pada QS. al-Fatihah (1-7) mengingat bahwa kandungan surah ini merupakan representasi dari keseluruhan surah dalam al-Quran.
Karya tafsir lain yang menggunakan bahaasa jawa pegon yang tak kalah menarik adalah kitab tafsir karya KH. Bisri Musthofa. Dalam penafsiraannya, beliau menggunakan metode tahlili dengan merujuk dari kitab-kitab tafsir yang muktabar, seperti tafsir jalalain, tafsir baidhowi, dan sebagainya.Â
Dalam menguraikan maksud ayat demi ayat, susunan kitab tersebut menggunakan istilah tanbih ketika menjelaskan nasikh mansukh. Menggunakan istilah faidah ketika menjelaskan asbabul nusul.Â