Mohon tunggu...
Shindy Nilasari
Shindy Nilasari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih terus belajar untuk membanggakan ortu :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Absurd: Mereka Ini yang Ada di Sekitarku

6 September 2016   14:24 Diperbarui: 6 September 2016   14:28 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar berhitung. Dok: Shindy Nilasari

Sebelas-dua belas seperti di Kalimantan, (kampung halaman saya sampai kapanpun, meski saya nggak asli sana :)). Di pedalamanKalimantan (ntah dimana, cuma sekedar nonton di tv – udah lama banget) juga terdapat kampung Muslim masyarakat Dayak yang meskipun sudah Islam, tetapi masih memelihara anjing dan babi – sekali lagi, karena sudah menjadi bagian dari adat sejak zaman dahulu kala.

Begitulah… Jadi, pelan-pelan saja.

Nah, back to the topic.

Misi hari ini gampang. Cuma mau mengajarkan dasar-dasar gerakan sholat dan berwudhu. Tapi, ternyata nggak semudah yang dibayangkan.

“Rohim, kalau berwudhu buang ingus dulu!!!!.”

“Sudah, ibu guru.”

“Mana? Coba lihat? Ko pu ingus masih nempel-nempel itu!”

Belajar berwudhu. Dok: Shindy Nilasari
Belajar berwudhu. Dok: Shindy Nilasari
Belajar berhitung. Dok: Shindy Nilasari
Belajar berhitung. Dok: Shindy Nilasari
Distrik Megapura ini sebenarnya tidak terlalu jauh dari Wamena yang notabenenya sudah terhitung “kota” di Pegunungan Tengah Papua. Tapi, pendidikan dasar sebatas mengenai kebersihan pun masih banyak yang belum memahami. Belum lama, salah seorang anak dari Distrik ini meninggal dunia karena sakit telinga, entah bahasa kedokterannya seperti apa. Kemungkinan dikarenakan kebiasaan anak tersebut mengorek-ngorek telinga dengan besi (ntah, mungkin sudah berkarat)atau batang kayu. Tempat tidur mereka pun sangat tidak layak, sebatas jerami yang disusun-susun dan tak jarang mereka tidur bersama peliharaan mereka, seperti ayam, anjing, atau babi. Bisa dibayangkan bagaimana kondisinya, kan? Kutu babi? Jangan ditanya, kayaknya sudah kebal dengan kutu yang satu itu.

Bahkan, pernah suatu ketika saya pergi ke lapangan dan mewawancarai seorang kepala rumah tangga yang tinggal bersama sekitar belasan anggota rumah tangga lainnya (saya lupa berapa) dan tidur di sebuah gubuk (karena menurut saya tidak pantas disebut rumah) berukuran sekitar 5x3 meter bersama babi-babi mereka. Hanya satu ruangan itu saja. Kandang babi dan tempat tidur cuma dibatasi sekat seperti pagar kayu lapuk. Tungku masak pun juga ada disitu. Buang airnya bagaimana? Jangan ditanya, kalau tidak di tanah lapang, ya di kebun. Tapi, selalu ada yang membuat saya terkejut.

“Sa pu anak sekolah dokter di Yawa (Jawa).”, kata si pace.

“Ohhhh, iyoo?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun