Mohon tunggu...
Cahaya
Cahaya Mohon Tunggu... Lainnya - Dualisme Gelombang-Partikel

Penyuka pohon johar, cahaya matahari, dan jalan setapak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kotak Tissu

17 Februari 2018   20:59 Diperbarui: 17 Februari 2018   21:09 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sam menikmati tawa renyah perempuan berkawat gigi itu. Saking nikmatnya, dia tanpa sadar mengucap, "Kamu suka tertawa, ya?"

"Hah, gimana?" Lisa mendekatkan wajah ke depan. Berusaha memperjelas apa yang baru saja dikatakan Sam.

Sam gelagapan, dia tidak menyangka ucapan spontan itu rupanya tertangkap oleh pendengaran perempuan di depannya, "Enggak, tadi saya bilang kamu ternyata senang tertawa, kebanyakan perempuan, kan, biasanya suka irit kalau tertawa."

"Mungkin karena saya orangnya boros, jadi enggak bisa irit." Perempuan itu memutar-mutar sedotannya, "lagi pula menahan ketawa itu enggak enak, lebih menyiksa dari menahan lapar." Dia tertawa lagi.

Tawa lepas yang seakan ikut membebaskan perasaan bersalah yang lama mengendap di hati Sam. Perasaan yang tidak kunjung hilang sejak kematian perempuan di masa lalunya. Perempuan yang mengembuskan napas terakhir di jalan menuju rumah sakit, usai terpeleset di bawah air terjun ketika mengambil foto prewedding, empat tahun silam.

"Ponselnya enggak dicek?" tanya Lisa dengan tatapan mata mengisyaratkan ponsel di sebelah hot plate milik Sam yang sejak tadi mengirim sinyal kelap-kelip dalam nyala merah.

Sam mengiris potongan daging di atas pemanggang, "Enggak," menancapkan garpu lalu mencelupkannya ke dalam saos kental berwarna kecokelatan, "biarin aja," kemudian memasukkan ke mulut, mengunyah perlahan lantas berucap, "lagi sibuk,nih."

"Makan doang dibilang sibuk?"

"Bukan sibuk makan," Sam berhenti sejenak, menatap perempuan di depannya lekat, lantas berucap, "tapi sibuk menikmati waktu berkualitas sama perempuan cantik."

Lisa tampak tersipu, tapi dia tetap mencoba mengalihkan pembicaraan. Aneh rasanya mendengar rayuan seseorang pada pertemuan pertama kalian.

"Barangkali saja penting?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun