Seorang perempuan baru saja menjatuhkan koin sesaat setelah keluar dari pintu lift apartemen. Jika ini merupakan sebuah serial cantik maka kelanjutan ceritanya adalah: akan ada lelaki tampan dengan tubuh atletis—yang juga baru saja keluar dari lift, membalikkan badan, mendekati perempuan tersebut lantas membantunya mengumpulkan uang koin yang berserakan di lantai. Setelah itu mereka kemudian mengobrol ringan, bertukar akun sosial media dan malam harinya saling berkirim pesan obrolan sambil membayangkan satu sama lain.
Jika ini adalah cerita detektif, maka tentu saja perempuan tadi sengaja menjatuhkan koin di depan pintu lift, untuk mengetahui nomor kamar apartemen lelaki yang baru saja keluar lift dan sejak tadi terus dia amati karena mencurigai lelaki tersebut sebagai salah satu tersangka pencurian sebuah barang antik di museum. Dan jika ini adalah cerita horor, maka lelaki yang baru saja keluar dari lift tadi akan tiba-tiba menghilang lantas koin-koin yang berceceran di lantai bergerak sendiri kemudian secara misterius mengeluarkan cairan berwarna merah mirip darah, di mana selanjutnya pergerakan koin akan terhenti mana kala telah usai membentuk sebuah kata, yang lebih mirip pesan-menakutkan: M a t i.
Hei, tapi ini kan realita. Saya tandaskan lagi : REALITA. Cerita-cerita di atas tidak mungkin terjadi. Jika seorang perempuan menjatuhkan uang koin di depan lift apartemen, itu tandanya dia perempuan ceroboh yang hidupnya ribet dan rada culun (semoga yang pernah menjatuhkan uang koin tidak merasa tersinggung membaca ini). Tidak mungkin datang laki-laki tampan yang mendekati, atau menghilang secara tiba-tiba. Kalaupun ada, lelaki itu hanya akan menertawakan, alih-alih memberi bantuan.
Perempuan cerdas, praktis, dan kekinian tentu saja tidak lagi menyimpan koin di dalam tasnya—maupun dompet atau saku jaket. Sebab mereka telah menggunakan sistem pembayaran masa kini berupa uang elektronik.
Hari gini masih enggak tahu uang elektronik? Ehahahaha (tertawa ala Anggun). Baiklah akan saya jelaskan. Jadi uang elektronik merupakan sejumlah uang yang disetorkan di muka, disimpan secara elektronik, digunakan untuk pembayaran ke selain penerbit (pihak ketiga) di mana melalui persetujuan Bank Indonesia berhak menerbitkan semacam chip untuk kemudian dapat digunakan oleh pemilik chip yang telah terdaftar tersebut. Selain dalam bentuk chip (kartu), uang elektronik juga kita jumpai dalam bentuk dompet digital yang berbasis pada pada server di mana penggunaannya bisa melalui ponsel cerdas kita.
Menggunakan uang elektronik memungkinkan kita untuk bisa meng-cover kebutuhan pengeluaran berskala kecil namun ritmenya padat, semisal pembayaran tol, uang parkir, tarif transportasi umum semisal KRL dan bus jakarta, pulsa telepon, rekening listrik prabayar hingga belanja kebutuhan sehari-hari di supermarket.
Ngomong-ngomong soal berbelanja di supermarket, tentu saja kita pernah mendapati seorang kasir cantik menanyakan ke kita apa kembaliannya mau disumbangkan atau tidak. Antara memertahankan gengsi atau karena tidak mau ribet dengan kembalian, kita akhirnya menjawab iya.
Begini, saya sebenaranya tidak ingin mengajak kalian untuk bersikap pelit, saya hanya mau mengajak berhitung sedikit. Kita misalkan saja, kembalian di supermarket itu senilai lima ratus perak, dalam sepuluh kali belanja, kalian akan memperoleh lima ribu perak yang setara dengan dua kotak teh harga promo. Atau buat anak kosan, kalian bisa mendapat dua bungkus mie instan harga warung kelontong.
Akan berbeda hasilnya jika kita melakukan pembayaran menggunakan uang elektronik. Pertama kita bisa mengefesienkan waktu, di mana kita tidak perlu lagi menunggu kembalian dari kasir. Kedua kita tidak diribetkan dengan apakah akan menyumbangkan uang kembalian atau tidak. Ketiga kita bisa lebih berhemat karena recehan yang biasanya tidak terpakai bisa terkumpul di uang elektronik kita.
Nah, itu adalah beberapa kelebihan menggunakan uang elektronik. kelebihan lainnya adalah Pertama, Electronic Value di mana uang elektronik dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui berbagai sarana yang disediakan oleh penyelenggara. Apabila nilai uang pada kartu elektronik telah habis maka pengguna dapat melakukan pengisian uang sehingga tidak perlu membeli baru uang elektronik. Kedua, adanya uang elektronik memunculkan efisiensi biaya antara biaya produksi instrument nontunai dengan biaya pencetakan, peredaran serta pengelolaan uang tunai. Ketiga, pencatatan transaksi secara otomatis sehingga memudahkan dalam menghitung aktivitas ekonomi. Hal tersebut tentu dapat mencegah underground economyyang umumnya dilakukan dalam bentuk tunai. Keempat, penggunaan alat pembayaran non tunai juga akan meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of money).
Sampai di sini, barangkali ada di antara kita yang bertanya-tanya bagaimana cara mendapatkan uang elektronik ini. Hmm, yang pastinya jangan sekali-kali mendatangi KAU ya, soalnya jelas tidak mungkin ada di sana. Hihihi.
Baik, akan saya jelaskan. Berhubung uang elektronik ini diterbitkan oleh pihak ketiga yang oleh Bank Indonesia mendapat otoritas khusus untuk menerbitkan uang elektronik, maka yang perlu kalian lakukan adalah mendatangi pihak ketiga atau agen LKD tersebut.
Di Indonesia sendiri umumnya uang elektronik dikeluarkan dan dikelola oleh bank konvensional. Namun pada praktiknya uang elektronik tidak terhubung dengan rekening bank. Bahkan untuk memperoleh uang elektronik, kita tidak memerlukan rekening bank, karena sistem yang digunakan adalah Top-up(isi ulang)yang memungkinkan kita untuk tidak perlu mendaftarkan kartu lagi.
Jadi jangan mengira uang elektronik sama halnya dengan kartu debet. Karena sebenarnya ada perbedaan mendasar antara uang elektronik dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), di mana uang elektronik bersifat prabayar (prepaid) sedangkan APMK bersifat akses. Lebih jelasnya tertera dalam uraian berikut.
Prabayar / prepaid:
- Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money atau sering disebut stored value.
- Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam penguasaan konsumen.
- Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari kartu e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan secara off-line, dalam hal verifikasi cukup dilakukan pada level merchant (point of sale) tanpa harus on-line ke komputer penyelenggara.
Akses (APMK):
- Tidak ada pencatatan dana pada instrumen kartu
- Dana sepenuhnya berada dalam pengelolaan bank sepanjang belum ada otorisasi dari nasabah untuk melakukan pembayaran
- Pada saat transaksi, instrumen kartu digunakan untuk melakukan akses secara on-line ke komputer penyelenggara untuk mendapatkan otorisasi melakukan pembayaran atas beban rekening nasabah, baik berupa rekening simpanan (kartu debet) maupun rekening pinjaman (kartu kredit). Setelah di-otorisasi oleh penyelenggara, rekening nasabah kemudian akan langsung di debet. Dengan demikian pembayaran menggunakan kartu kredit dan kartu debet mensyaratkan adanya komunikasi on-line ke komputer penyelenggara.
Satu hal lagi yang menarik bagi kita yang ingin memiliki uang elektronik, kita bisa memilih untuk mendaftarkannya atau tidak, tergantung kebutuhan. Sebab, jika ditinjau dari jenis pencatatan data identitas pemegang, uang elektronik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Registered
Registered artinya data identitas pemegang uang elektronik tercatat dan terdaftar pada penerbit. Nilai uang yang tersimpan di dalam media chip atau server penerbit paling banyak Rp. 5 juta.
Fasilitas yang dapat diberikan oleh penerbit jenis uang elektronik registered berupa:
- Registrasi pemegang;
- Pengisian ulang (top up);
- Pembayaran transaksi;
- Pembayaran tagihan;
- Transfer dana;
- Tarik tunai;
- Penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat; dan/atau
- Fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia
2. Unregistered
Unregistered artinya data identitas pemegang uang elektronik (e-money) tidak tercatat dan tidak terdaftar pada penerbit. Nilai uang yang tersimpan di dalam media chip atau server penerbit paling banyak Rp. 1 juta.
Fasilitas yang diberikan oleh Penerbit jenis Uang Elektronik unregistered sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia, berupa:
- Pengisian Ulang (top up)
- Pembayaran transaksi
- Pembayaran tagihan
- Fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia
 Nah, sudah menentukan pilihan soal jenis uang elektronik mana yang ingin kalian miliki? So, lets be a part of Less Cash Society!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H