Saat berada di dalam bus ini saya melihat para penumpang sepertinya sangat enggan menyia-nyiakan waktunya di perjalanan, beberapa dari mereka memegang mushaf kecil dan membacanya selama di perjalanan ada juga yang sibuk memencet tasbih digitalnya tanda sedang berdzikir ada juga yang menggunakan tasbih kalung, beberapa yang lain mengenaikan headset atau airpods dan nampak dilayar hp nya video kajian ceramah atau juga murottal.
Setelah naik bus kami naik tremco sekali, tremco adalah angkutan umum yang lebih kecil dari bus, kalau di Indonesia mungkin di sebutnya angkot. Di dalam tremco rasanya sedikit sesak, karena mobil yang tidak terlalu besar dan seatnya penuh dengan penumpang, ongkos naik angkutan umum satu ini juga lumayan terjangkau sama dengan bus yaitu 6 LE atau sekitar Rp. 3.000,- untuk rate saat ini.Â
Cara pembayarannya juga cukup berbeda dengan di Indonesia, jika di Indonesia penumpang turun baru kasih uang ke sopir, atau saat mau turun penumpang kasih uangnya langsung ke sopir, tapi kalo di Mesir kita memberikan uang ke penumpang siapapun yang ada di seat depan kita dan penumpang yang ada di depan kita akan memberikan uang ke penumpang yang paling depan dan dekat dengan sopir, penumpang paling depan menghimpun semua uang dari belakang dan menghitungnya, lalu menyerahkan ke sopir sambil memberi tau semua tujuan pemberhentian para penumpang.Â
Saat turun dari tremco, kami melewati pasar dan di sepanjang jalan beberapa orang menyapa kami, meskipun tidak saling kenal dengan sapaan salam, "Assalaamu'alaikum". Setelah beberapa saat kami berjalan, akhirnya kami menemukan tuk-tuk yang kosong untuk kami naiki menuju Makam Imam Syafi'i.Â
Tuk-tuk atau di Indonesia yang lebih akrab dengan sebutan bajaj ini, masih banyak beroprasi di Mesir, bahkan masih menjadi transportasi utama yang mengangkut penumpang dari jalan raya menuju daerah-daerah dalam atau gang-gang kecil.Â
Namun saat naik tuk-tuk adrenalin saya terpacu, saya beristighfar berkali-kali. Jangan berharap jalannya akan pelan-pelan saat kamu naik tuk-tuk disini, bahkan dengan lingkungan dan orang-orang seramai itu berlalu lalang di jalan, supir tuk-tuk tetap bisa melaju dengan cepat. Dengan skill sopir yang handal untuk memainkan stang ke kanan dan ke kiri dan kelihaian dalam membunyikan klakson, semua alang rintang yang ada di depan bisa dilewati. Meskipun beberapa kali dikejutkan dengan orang-orang yang rasanya hampir ketabrak, sepertinya pemandangan seperti itu disini sudah biasa. Ongkos naik tuk-tuk menuju Makam Imam Syafi'i adalah 15 LE atau sekitar Rp. 7.500,- untuk rate saat ini.
Mengutip dari Imcnews.id, Mesir adalah negara tertua di dunia. Dari kebanyakan bangunan-bangunan yang ada di Mesir termasuk rumah sewa yang kami tinggali terlihat sangat klasik, dinding-dinding bangunannya unfinished, jarang ada sentuhan warna-warni modern masa kini, kebanyakan yang terlihat adalah lingkungan padat dengan bangunan-bangunan kotak bertingkat dengan warna natural pasir atau cream. Jalan-jalan menuju pemukiman warga juga masih natural pasir jarang ada sentuhan aspal atau sejenisnya.
Di Mesir juga mempunyai salah satu PR besar sama seperti di Indonesia yaitu persoalan sampah dan kebersihan lingkungan, masih banyak terlihat sampah yang berserakan atau tumpukan-tumpukan sampah yang pastinya butuh waktu yang panjang untuk mengelolanya, tumpukan-tumpukan sampah seringkali menjadi tempat tinggal anjing, ya di sini banyak sekali anjing liar, bahkan sepertinya populasinya lebih banyak dibanding kucing. Untung sebelumnya di Indonesia saya cukup sering lihat anjing jadi disini saat bertemu dengan anjing liar sudah tidak takut lagi.