"Eubk sapi, eubk sapi murah, hana 200 ribu seukilo!" (daging sapi, daging sapi murah ayo 200 ribu satu kilo!). Seru Sidiq menawarkan dagangannya dengan bersemangat.
Pagi ini, udara terasa sejuk. Jejak gerimis sisa hujan semalam masih terpatri jelas di atas lapak pedagang daging Pasar Keutapang, Aceh Besar pada Senin (8/4). Embun masih menyelimuti rerumputan di pinggiran pasar.Â
Sang fajar baru menyapa sekitar pukul 6, membelai wajah-wajah yang kaku oleh dinginnya pagi. Diantara derap langkah para pembeli yang mulai berdatangan, terdengarlah riuh rendah pedagang yang sibuk menjajakan dagangan mereka.
Di dua hari menjelang Idul Fitri ini, kemeriahan meugang mulai terasa. Sebagai salah satu wilayah dengan mayoritas penduduk beragama Islam, Aceh mempertahankan banyak tradisi hingga saat ini. Salah satunya adalah tradisi meugang atau yang juga dikenal dengan makmeugang.Â
Menurut penjelasan Tengku Hamzah, seorang budayawan Aceh, kata gang dalam bahasa Aceh merujuk pada pasar. Saat hari-hari biasa, pasar jarang didatangi oleh masyarakat. Namun, menjelang bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, pasar menjadi ramai dikunjungi oleh masyarakat, sehingga muncul istilah makmu that gang nyan (makmur sangat pasar itu) atau makmeugang.
Masyarakat Aceh nampak berbondong-bondong ke pasar untuk membeli daging sapi dan kerbau terbaik. Terlihat juga anak-anak yang berlarian kesana kemari menemani orang tua mereka berbelanja. Mata kecilnya berbinar, menunjukkan rasa ingin tahu yang besar.Â
Di setiap penjuru pasar, bau amis khas daging yang menggantung pada besi letter S hook berpadu dengan aroma rempah dan bumbu basah khas Aceh yang menyeruak di hampir seluruh kawasan Pasar Keutapang.
Tradisi meugang menawarkan berbagai olahan daging yang lezat, seperti kari, gulai, rendang, daging asam keueng, sie reuboh, hingga sop daging. Setiap hidangan tersebut tentunya memiliki rasa rempah yang kaya dan khas.Â
Selain daging sapi atau kerbau yang menjadi bahan utama hidangan meugang, digunakan juga berbagai bumbu rempah khas Aceh seperti bawang, jahe, lengkuas, kunyit, cabai, santan, cuka Aceh (nira yang sudah difermentasi), dan sebagainya.
Zuhrah, penjual bumbu basah di Pasar Keutapang, Aceh Besar mengatakan, masyarakat Aceh yang tidak mau repot membuat bumbu biasanya memilih untuk membeli bumbu basah instan yang banyak dijual oleh para pedagang di pasar. Bumbu yang sangat diminati oleh para pembeli saat meugang ialah bumbu daging asam keueng dan bumbu sie reuboh.