Mohon tunggu...
Shiela MuflikhahAthiyallah
Shiela MuflikhahAthiyallah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Multimedia - Universitas Pendidikan Indonesia

Writing is one of my hobby

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Krisis Pendidikan Karakter dan Moral Siswa-Siswi di Indonesia

7 Desember 2022   11:00 Diperbarui: 7 Desember 2022   11:08 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejalan dengan hal tersebut, maka sesuai dengan pengertian dari pendidikan komperehensif itu sendiri dengan kita bertambah dewasa maka kita semakin banyak belajar mengenai keberadaan kita dilingkungan masyarakat, oleh karena itu pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kebiasaan baik seseorang dalam menjalani hidupnya terutama di lingkungan masyarakat.Namun apakah di Indonesia sudah menerapkan pendidikan karakter di lembaga pendidikan dengan baik?

Jika dilihat dari berbagai sudut pandang, praktik pendidikan di Indonesia masih kurang dalam menerapkan pendidikan karakter. Dalam kapasitas pendidikan formal sendiri, pendidikannya cenderung berorientasi kepada hard skill atau pendidikan yang bersifat lebih mengembangkan kemampuan intelligence quotient (IQ). Di beberapa sekolah atau perguruan tinggi juga terkadang hasil belajar seorang murid hanya dilihat dari nilai hasil ujiannya, stigma 'Nilai Jelek Berarti Bodoh' sudah terlalu melekat di dalam otak masyarakat Indonesia.

Lulus tidaknya atau bagus tidaknya hasil ujian yang didapat selalu dijadikan acuan keberhasilan peserta didik dalam menjalani pembelajaran di sekolah. Jika seorang anak mendapatkan nilai yang rendah, pasti anak tersebut dilihat sebagai anak dengan kompetensi yang rendah, begitu pula sebaliknya. Hasil nilai ujian terkadang lebih diapresiasi ketimbang bagaimana proses seorang murid dalam mengerjakan ujian tersebut. Karena merasa guru dan orang sekitar lebih melihat hasilnya, maka tidak heran jika banyak murid yang rela melakukan kegiatan menyontek demi mendapatkan nilai yang tinggi.

Hal-hal kecil seperti kurangnya apresiasi dari guru terhadap proses belajar murid dapat memunculkan bibit-bibit krisis pendidikan karakter dan moral murid tersebut. Padahal peran guru sangatlah besar dan berpengaruh terhadap pembentukan karakter individu muridnya, karena guru merupakan orang tua murid di sekolah. Dengan sistem pendidikan yang hanya berfokus pada kemampuan IQ sudah terlihat jelas bahwa pendidikan di Indonesia kurang mengembangkan kemampuan soft skill yaitu emotional intelligence (EQ) dan spiritual intelligence (SQ), pendidikan di Indonesia kebanyakan hanya berorientasi pada aspek kognitif seorang murid.

Penanaman nilai-nilai karakter tidak bisa dilakukan secara instan karena penanaman nilai karakter perlu dilakukan melalui pendidikan yang kontinu atau berlanjut, jika dilakukan secara terpotong nilai-nilai baik karakter tidak akan tersampaikan hingga menjadi kebiasaan seorang murid. Dengan pendidikan karakter yang terus berlanjut maka nilai-nilai tersebut akan menjadi suatu kebiasaan sehingga tidak ada rasa keterpaksaan dalam karakter yang telah dipelajari tersebut.

Karakter pada dasarnya diperoleh melalui interaksi dengan orang tua, guru, teman, dan lingkungannya. Karakter juga dapat diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung ataupun melalui hasil pengamatan seseorang (Mardapi, 2017). Selain guru, peran orang tua dan keluarga juga sangat besar terhadap karakter anak. Bahkan bisa dikatakan keluarga maupun orang tua merupakan pendidikan karakter utama dan yang pertama bagi anak-anak.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penanaman nilai karakter perlu dilakukan secara kontinu. Maka dari itu orang tua tidaklah tanpa alasan dijadikan pendidikan karakter yang utama. Orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar dan bertahan lama terhadap pendidikan karakter anak karena hubungan orang tua dan anak akan terus berlanjut sepanjang hayat dan tidak dapat diputuskan oleh siapa pun. Orang tua yang mengajarkan nilai atau norma hukum moral dan etika mewujudkan seorang anak dengan karakter yang baik sehingga anak tersebut dapat mudah beradaptasi diberbagai lingkungan kehidupannya.

Terkadang peran guru dan orang tua tidaklah cukup untuk menanamkan pendidikan karakter dan moral yang baik terhadap seorang anak. Anak juga harus memiliki kesadaran dan pemahamannya sendiri seberapa penting nilai-nilai karakter baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu perlunya pembiasaan pendidikan karakter sejak dini oleh keluarga adalah supaya anak paham akan norma-norma etika yang berlaku di kehidupan masyarakat.

Namun belakangan ini krisis moralitas anak muda Indonesia sedang berada di level yang menghawatirkan. Berbagai berita buruk tentang  pembullyan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan tersebar di seluruh media masa Indonesia, dan yang paling disayangkan kebanyakan pelaku dari kasus-kasus tersebut merupakan anak muda. Tawuran, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, seperti sudah jadi hal yang lumrah dilakukan oleh anak-anak muda. Mereka fikir dengan melakukan hal-hal tersebut dapat membuat mereka lebih keren padahal sudah terlihat jelas hal-hal yang disebutkan tadi merupakan perilaku yang tidak terpuji dan melanggar norma hukum moral dan etika.

Ketimbang mencari akar permasalahan awal munculnya tindakan tidak terpuji anak-anak muda, lebih baik mencari solusi bagaimana mengatasi krisis moralitan tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi atau bahkan mengurangi kenakalan remaja tersebut adalah dengan rajin mengimplementasikan pendidikan karakter. Lagi-lagi peran guru disini sangatlah penting. Terkadang memang banyak orang tua yang mengalami masalah keluarga dan gagal dalam mengajarkan atau menjaga mental serta sikap seorang anak sehingga berdampak kepada karakter yang buruk baik itu didalam rumah bahkan terbawa sampai keluar rumah. Jika seorang anak gagal mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari lingkup utama dan pertama yaitu keluarga, maka sekolah atau guru harus bisa memaksimalkan diri untuk memberikan hal tersebut. Karena apabila integrasi pendidikan karakter di rumah dan di sekolah gagal, maka krisis pendidikan karakter dan moralitas pun tidak terbendung.

Guru harus bisa mengimplementasikan pendidikan karakter dengan baik dan semaksimal mungkin terhadap siswa-siswinya. Tidak perlu pusing-pusing atau jauh-jauh mencari banyak pedoman tentang pendidikan karakter, pendidikan karakter khas Indonesia sendiri sudah tertanam dalam Pancasila. Lima sila dasar negara yang ada pada Pancasila sudah memiliki makna yang dalam untuk menciptakan karakter generasi bangsa yang baik. Lemahnya pemahaman anak muda terhadap nilai-nilai Pancasila mengakibatkan munculnya generasi dengan krisis moralitas dan identitas serta rentan akan penyimpangan SARA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun