Mohon tunggu...
Della Fadillah
Della Fadillah Mohon Tunggu... Lainnya - Ilmu Komunikasi UMY'18

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kurangnya Penerapan Etika Periklanan di Indonesia

19 April 2020   19:57 Diperbarui: 19 April 2020   20:02 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dari tahun ketahunnya, ternyata sangat berpengaruh terhadap kemajuan usaha disegala bidang. Didalam dunia Periklanan, teknologi berkembang berdampingan dengan perkembangan teknologi media massa. Periklanan di Indonesia semakin banyak menginformasikan mengenai suatu produk baik berupa barang maupun jasa, yang ditujukan untuk khalayak luas melalui iklan di televisi, radio, majalah, koran, internet, ataupun iklan diluar griya

Iklan atau advertising dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin yaitu advertere yang berarti mengalihkan perhatian, sehingga advertising dapat diartikan sebagai sesuatu  yang dapat mengalihkan perhatian khalayak terhadap sesuatu. Maka inti dari periklanan terletak pada bagaimana usaha mengalihkan khalayak agar memperhatikan pada sesuatu yang ingin menjadi tujuan kita (Muktaf, 2015).

Menurut Moriarty dalam Muktaf (2015) menjelaskan bahwa periklanan merupakan bentuk komunikasi berbayar yang menggunakan media massa dan media interaktif untuk menjangkau audiens yang luas dalam rangka menghubungkan sponsor yang jelas dengan pembeli (Audiensi sasaran) dan memberi informasi tentang produk ( barang, jasa, dan gaggasan). 

Televisi merupakan media massa paling populer saat ini, bersifat audio visual yang menyampaikan informasi menggunakan teknik audio atau suara dan visual atau gambar. Hampir diseluruh rumah tangga disetiap negara pasti memiliki televisi, bahkan tak jarang dalam satu rumah memiliki televisi lebih dari satu. 

Siapapun saat ini bisa memiliki televisi dan bisa menikmati hiburan dan informasi yang televisi suguhkan, selain menjadi media hiburan dan informasi, televisi juga merupkan media cuci otak, terutama dalam hal periklanan karena melibatkan indera penglihatan dan pendengaran.

Menurut Moriarty, Kotler dan Keller dalam Muktaf (2015) menjelaskan bahwa periklanan adalah bentuk berbayar nonpersonal presentasi dan promosi tentang ide, barang atau jasa yang diidentifikasi sebagai kegiatan promosi melalui media cetak (koran atau majalah), media penyiaran (radio dan televisi), media jaringan (telepon, kabel, satelit, nirkabel), elektronik media (audiotape, videotape, videodisk. CD-ROM, halaman web), dan media display  (billboard, sistem tanda, poster).                              

Televisi sendiri dengan kekuatan audio visualnya yang memungkinkan dinamisasi tampilan iklan, dengan tampilan suara dan gambar yang dinamis, iklan televisi memiliki kelebihan dalam menarik perhatian khalayak dibandingkan media iklan lainnya seperti media cetak atau media radio (Noviani, 2015). Secara terus-menerus sebuah iklan terus-menerus ditayangkan berulang-ulang, hal ini dikarenakan iklan adalah urat nadi kehidupan televisi. Tampa iklan mustahil sebuah televisi mempertahankan eksistensinya. Didalam media massa membutuhkan iklan, guna membiyayai suatu produksi. Bersaing dengan internet, industri penyiaran televisi harus pandai-pandai terkait dengan  pemasaran iklan.

Dari berbagai iklan yang tayang  distasiun televisi di Indonesia masih ada iklan-iklan yang melanggar Etika pariwara Indonesia (EPI). Berikut ini beberapa pelanggaran etika yang terdapat pada iklan televisi di Indonesia:

Gambar 1. Iklan BEJO "Bintang Toedjoe"--tangkapan layar
Gambar 1. Iklan BEJO "Bintang Toedjoe"--tangkapan layar
Yang pertama, iklan yang tayang di MNCTV pada tanggal 1 Maret 2020 jam 11.00 WIB, pada saat pemutaran Lintas iNews Siang. Iklan yang berdurasi 0.30 detik, pada detik ke 0:22 dalam iklan Bejo Masuk Angin  menggunakan pemeran utama iklan Cholidi Asadil Alam, yang merupakan tokoh agama / uztad. 

Menurut EPI, Bab III.A No.3 pasal 3.5 tokoh agama tidak boleh menjadi pemeran iklan komersial, maupun iklan layanan masyarakat dari sesuatu korporasi. Tokoh agama yang dimaksud adalah sosok atau tokoh yang diakui oleh masyarakat sebagai guru agama, uztad, kiai, pastur, pendeta, pemimpin pondok pesantren, ulama atau yang memiliki hubungan langsung dengan otoritas keagamaan.

Bejo "Bintang Tuoedjoe" adalah anak perusahaan PT Kalbe Farma, Tbk yang berdomisili di Jakarta salah satu perusahaan spesialis  obat herbal. Dalam upayanya membuat promosi yang menarik perusahaan ini berinisiatif menggandeng uztad Cholidi Asadil Alam, atau yang dikenal dengan Odi sebagai ikon produk mereka di setiap promosi produknya termasuk media televisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun