Mohon tunggu...
Shesar
Shesar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemuja Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Devina Aureel, Sinergi Prima Kang Mbecak dan Atlet Karambol

7 November 2015   20:09 Diperbarui: 7 November 2015   20:48 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="gambar: kusumastutidiyah.blogspot.com"][/caption]

Pakem yang berkembang di masyarakat, dari Mesopotamia sampai pusat Surabaya, gadis ayu itu sudah sepatutnya punya tingkah polah anggun, manis, kalem, dan tidak glegek’en (jenis suara saat mengeluarkan gas dari mulut) sembarangan. Gadis ayu harus terjaga bicaranya, kentutnya, dan rapi gambar alisnya. Sayang pakem tadi tidak berlaku di hadapan Devina Aureel.

Devina, terindikasi berasal dari Malang, dengan ayu menyobek-nyobek pakem yang sudah disepakati oleh entah berapa generasi. Semalam, saya tidak habis pikir bagaimana seorang yang begitu manis bisa punya tingkah yang sangat cacat. Cacat di sini adalah sebuah ameliorasi.

Peduli iblis dengan angle depan kamera, Devina selalu pasang muka suka-suka. Ada bintik-bintik di muka? Keren gila macem Fernando Torres. Begitu pikir Devina. Kayanya sih. Bibir monyong, lambe ndomble juga suka-suka dipamerin sama gadis itu. Oh ya, jangan lupakan lubang hidung.

Malam itu pukul 00.69 dini hari. Versi sopannya, 01.09. Dan Devina kampret masih saja bikin saya dan seorang kawan cekikikan di kamar. Ya tentu lewat video di Instagram, masa iya ngarep dia standup comedy di dalam kamar yang isinya dua lelaki lajang. Nanti jadinya smackdown kak.

Melihat Devina, saya jadi teringat karambol lama di rumah dan tukang becak langganan kawan semasa SD dulu. Sama seperti Mba Dev, karambol dan kang mbecak juga pelanggar pakem. Kapan lagi bisa bernostalgia dengan karambol dan kang mbecak dalam syahdunya pergantian hari?

Tentang karambol ini sudah pernah dibahas oleh Mojok. Karambol dengan sangat elegan melabrak pakem kebanyakan olahraga: tiada licin di antara kita. Karpet lapangan bulutangkis kena keringat, tolong dipel bro biar ndak bikin kepleset. Rumput lapangan sepak bola basah selepas hujan, mari kita keringkan dulu kakak.

Lihatlah karambol. Tepung kanji jadi kunci permainan ini. Tiada tepung kanji, koin karambol tidak akan berjalan mulus. Licin adalah teman kata Tsubasa. Sama seperti pedekate. Tanpa kencan dan perhatian ia akan seret. Sayang seratus sayang, perkara asmara belum masuk kategori olahraga.

Kang mbecak juga sama saja. Lihat dan amati. Posisi pengemudi kendaraan jasa ada di mana? Kalau ndak  sejajar ya di depan. Naik taksi, supirnya kalau ndak di depan ya di samping penumpang. Naik kereta, ya jelas masinis di depan. Pun begitu halnya dengan pesawat, delman, dan jinrikisha, becak tradisional Jepang.

Becak Indonesia sungguh ngawur. Kang mbecaknya di belakang, penumpang di depan. Rasanya seperti para penumpang disodorkan ke jalanan. Enak ndak enak sih. Kalau ada apa-apa, misal ketabrak ayam dari depan, penumpang kena duluan. Tapi ya enak juga, bisa lihat pemandangan dengan utuh. Ndak pakai filter model apapun.

Maka jangan heran kalau di kemudian waktu muncul pepatah bijak dan lirik lagu,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun