Bahasa Melayu yang menjadi ciri khas dari masyarakat Pontianak kini telah resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, dilansir dari berita yang ditayangkan oleh Pemerintah Kota Pontianak pada 9 Oktober 2020 dimana berita ini menunjukkan pentingnya bahasa sebagai identitas lokal masyarakat (Ibrahim, 2020).
Secara definitif, bahasa merupakan kemampuan berpikir teratur dan sistematis yang dilakukan manusia untuk berinteraksi satu sama lain (Effendi & Wahidy, 2019). Melalui kemampuan berbahasa ini, manusia dapat menyampaikan dan meneruskan informasi dari generasi yang satu ke generasi berikutnya serta mengembangkan kebudayaannya.
Tanpa kehadiran bahasa, nilai-nilai budaya dari generasi terdahulu dapat punah dan hilang karena tidak diwariskan kepada keturunan berikutnya. Seperti pendapat Schultz dan Lavenda bahwa “Setiap orang menggunakan bahasa dalam menyandikan pengalaman mereka, menyusun pemahaman tentang dunia dan diri mereka sendiri, dan terlibat secara interaktif dengan sesama” (dalam Samovar & dkk, 2017).
Bahasa memberikan kemampuan bagi manusia untuk menyampaikan perasaannya, keyakinan, nilai, sikap, pandangan dunia, identitas, emosi, dan aspek pribadinya terhadap orang lain. Sehingga bahasa dan budaya merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan karena bahasa merupakan cerminan budaya yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa itu sendiri.
Berangkat dari definisi inilah dapat dianalisis bahwa kemampuan berbahasa Melayu bagi masyarakat Pontianak merupakan budaya yang telah diwariskan secara turun menurun yang kemudian menjadi identitas bagi masyarakat Pontianak karena bahasa Melayu telah digunakan sehari-hari sebagai sarana untuk berinteraksi satu sama lain.
Berdasarkan sejarah, bahasa Melayu Pontianak sudah ada sejak dulu dimana cikal bakal Kota Pontianak berasal dari berdirinya Kesultanan Kadriah yang identik dengan bahasa Melayu. Sehingga bahasa Melayu tentu memiliki tempat khusus bagi masyarakat Pontianak karena budaya inilah yang membangun masyarakat Pontianak saat ini.
Melalui kemampuan berpikir yang teratur dan sistematis, nenek moyang masyarakat Pontianak dapat menyampaikan dan meneruskan budaya bahasa Melayu dari generasi ke generasi hingga saat ini pun bahasa Melayu masih terjaga kelestariannya.
Apabila kalian berkunjung ke Pontianak tentu keberadaan bahasa Melayu ini masih akan sangat kental dan terasa, hal inilah yang menjadi kekhasan dari Kota Pontianak dimana bahasa Melayu merupakan sarana kami untuk menyampaikan perasaan, emosi, sikap terhadap perubahan dunia yang dinamis.
Kota Pontianak terdiri dari banyak suku, mulai dari Tionghua, Melayu, Dayak, Batak dan banyak lainnya, namun perbedaan suku ini tidak menghalangi masyarakat Pontianak di luar Suku Melayu untuk menggunakan bahasa Melayu dalam kesehariannya.
Saya yang merupakan keturunan Tionghua juga menggunakan bahasa Melayu ketika berinteraksi dengan masyarakat dari suku lain sehingga keberagaman suku di Pontianak sangat menarik apabila ditelaah lebih lanjut karena meskipun latar belakang sukunya berbeda-beda, masyarakat Pontianak tetap menggunakan bahasa Melayu Pontianak dalam kesehariannya. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa bahasa Melayu Pontianak-lah yang mempersatukan masyarakat Pontianak yang multikultural.
Umumnya dalam pergaulan sehari-hari di Pontianak, pengunaan bahasa Melayu baik lisan maupun tulisan sudah menjadi kewajiban masyarakat lokal terutama beberapa kosa kata atau frasa yang memang cocok untuk mengungkapkan perasaan dan suasana yang ingin dikatakan.
Misalnya kata “congek” yang artinya budeg atau tidak bisa mendengar, “balak” yang artinya hebat, “merampot” yang artinya mengada-ngada, atau frasa seperti “cam iye-iye” yang biasa digunakan untuk menyindir orang yang merasa pandai, frasa “alang-alang” yang artinya tanggung, dan masih banyak lainnya yang sering digunakan dalam interaksi sehari-hari masyarakat Pontianak.
Dibandingkan dengan penggunaan kosa kata bahasa Indonesia dalam menyampaikan makna-makna ini, kosa kata dalam bahasa Melayu lebih sering terdengar dari masyarakat lokal Pontianak baik Tionghua, Dayak, atau pun Melayu ketika berinteraksi satu sama lain.
Tidak hanya kosa kata dan frasa saja, namun juga logat Melayu yang identik dengan pengunaan “e” sebagai pengganti “a” dan nada bicara “e” yang berbeda dengan logat di bahasa daerah lain.
Perbedaan nada “e” di Pontianak dan di daerah lain baru saya sadari ketika saya merantau dan berinteraksi dengan teman-teman dari latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini menjadi pengalaman lucu dan baru dalam kehidupan berbudaya saya serta menambah wawasan dan pengetahuan diri mengenai budaya daerah lain.
Ditetapkannya bahasa Melayu Pontianak sebagai Warisan Budaya Tak Benda seperti yang dimuat dalam berita Pemkot Pontianak, merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Pontianak secara keseluruhan yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak dalam kesehariannya.
Melalui ketetapan ini, dapat diartikan bahwa bahasa Melayu yang menjadi identitas masyarakat Pontianak telah diakui sebagai salah satu budaya nasional yang harus dijaga kelestariannya.
Melalui ketetapan ini pula masyarakat luar Pontianak dapat mengetahui keberadaan budaya ini dan mempelajari budaya berbahasa Melayu, dimana bagi masyarakat lokal Pontianak tentu telah menjadi kewajiban untuk mempelajari dan melestarikan budaya ini, dan bagi masyarakat daerah lain di luar Pontianak dapat memperluas dan mengembangkan pengetahuan serta kemampuan berbahasa daerah.
Seperti yang dimuat pada berita, pemerintah lokal Pontianak juga telah menyusun Kamus Bahasa Melayu Pontianak yang telah diserahkan ke Perpustakaan Kota Pontianak dan Provinsi Kalbar sehingga memperluas kesempatan bagi masyarakat lokal Pontianak untuk mempelajari lebih dalam mengenai bahasa khas daerah Pontianak dan kesempatan bagi masyarakat luar Pontianak untuk memperkaya kemampuan berbahasanya.
Semakin kaya kemampuan bahasa maka komunikasi antar budaya yang tercipta pun akan semakin lancar dengan adanya pemahaman satu sama lain. Mempelajari berbagai macam bahasa daerah akan mempermudah kita untuk berinteraksi dengan orang lain dari latar belakang sosial dan budaya yang berbeda, menambah soft skill bagi diri kita sendiri serta membantu kita dalam beradaptasi.
Bahasa Melayu sebagai produk kebudayaan khas Pontianak merupakan cerminan dari keseluruhan aktivitas sosial dan budaya masyarakat Pontianak yang tentu membedakan Pontianak dengan daerah lainnya. Seperti yang dituturkan oleh Effendi & Wahidy (2019) bahwa perbedaan budaya menghasilkan perbedaan bahasa yang disebabkan karena setiap budaya memiliki konsep dan paradigma yang berbeda.
Eksistensi dan kelestarian bahasa Melayu Pontianak yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Pontianak dari berbagai etnis, terutama tiga etnis besar di Pontianak yaitu Tionghua, Dayak, dan Melayu telah menunjukkan kekuatan bahasa Melayu sebagai pemersatu keberagaman di tengah kehidupan yang multikultural ini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penetapan bahasa Melayu Pontianak sebagai Warisan Budaya Tak Benda merupakan kebanggaan bagi seluruh masyarakat Pontianak karena ciri khas dari budaya lokal kini telah diakui di ranah nasional.
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Pontianak bahkan seluruh Indonesia untuk menjaga kelestarian dan keberagaman bahasa lokal yang ada sehingga eksistensinya akan tetap terjaga dari generasi ke generasi agar keberagaman ini pun dapat dikembangkan oleh generasi penerus bangsa dan dikenal di kancah internasional.
Daftar Pustaka
Effendi, D. & Wahidy A. (2019). Realitas Bahasa Terhadap Budaya Sebagai Penguatan Literasi Pendidikan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas PGRI Palembang 12 Januari 2019, 161-168.
Ibrahim, J. (2020). Bahasa Melayu Pontianak Ditetapkan sebagai WBTB.
Samovar, Larry A., Porter, R. E., & McDaniel, E. R. (2017). Communication Between Cultures (9th ed.). Boston: Cengage Learning US.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H