Misalnya kata “congek” yang artinya budeg atau tidak bisa mendengar, “balak” yang artinya hebat, “merampot” yang artinya mengada-ngada, atau frasa seperti “cam iye-iye” yang biasa digunakan untuk menyindir orang yang merasa pandai, frasa “alang-alang” yang artinya tanggung, dan masih banyak lainnya yang sering digunakan dalam interaksi sehari-hari masyarakat Pontianak.
Dibandingkan dengan penggunaan kosa kata bahasa Indonesia dalam menyampaikan makna-makna ini, kosa kata dalam bahasa Melayu lebih sering terdengar dari masyarakat lokal Pontianak baik Tionghua, Dayak, atau pun Melayu ketika berinteraksi satu sama lain.
Tidak hanya kosa kata dan frasa saja, namun juga logat Melayu yang identik dengan pengunaan “e” sebagai pengganti “a” dan nada bicara “e” yang berbeda dengan logat di bahasa daerah lain.
Perbedaan nada “e” di Pontianak dan di daerah lain baru saya sadari ketika saya merantau dan berinteraksi dengan teman-teman dari latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini menjadi pengalaman lucu dan baru dalam kehidupan berbudaya saya serta menambah wawasan dan pengetahuan diri mengenai budaya daerah lain.
Ditetapkannya bahasa Melayu Pontianak sebagai Warisan Budaya Tak Benda seperti yang dimuat dalam berita Pemkot Pontianak, merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Pontianak secara keseluruhan yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak dalam kesehariannya.
Melalui ketetapan ini, dapat diartikan bahwa bahasa Melayu yang menjadi identitas masyarakat Pontianak telah diakui sebagai salah satu budaya nasional yang harus dijaga kelestariannya.
Melalui ketetapan ini pula masyarakat luar Pontianak dapat mengetahui keberadaan budaya ini dan mempelajari budaya berbahasa Melayu, dimana bagi masyarakat lokal Pontianak tentu telah menjadi kewajiban untuk mempelajari dan melestarikan budaya ini, dan bagi masyarakat daerah lain di luar Pontianak dapat memperluas dan mengembangkan pengetahuan serta kemampuan berbahasa daerah.
Seperti yang dimuat pada berita, pemerintah lokal Pontianak juga telah menyusun Kamus Bahasa Melayu Pontianak yang telah diserahkan ke Perpustakaan Kota Pontianak dan Provinsi Kalbar sehingga memperluas kesempatan bagi masyarakat lokal Pontianak untuk mempelajari lebih dalam mengenai bahasa khas daerah Pontianak dan kesempatan bagi masyarakat luar Pontianak untuk memperkaya kemampuan berbahasanya.
Semakin kaya kemampuan bahasa maka komunikasi antar budaya yang tercipta pun akan semakin lancar dengan adanya pemahaman satu sama lain. Mempelajari berbagai macam bahasa daerah akan mempermudah kita untuk berinteraksi dengan orang lain dari latar belakang sosial dan budaya yang berbeda, menambah soft skill bagi diri kita sendiri serta membantu kita dalam beradaptasi.
Bahasa Melayu sebagai produk kebudayaan khas Pontianak merupakan cerminan dari keseluruhan aktivitas sosial dan budaya masyarakat Pontianak yang tentu membedakan Pontianak dengan daerah lainnya. Seperti yang dituturkan oleh Effendi & Wahidy (2019) bahwa perbedaan budaya menghasilkan perbedaan bahasa yang disebabkan karena setiap budaya memiliki konsep dan paradigma yang berbeda.
Eksistensi dan kelestarian bahasa Melayu Pontianak yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Pontianak dari berbagai etnis, terutama tiga etnis besar di Pontianak yaitu Tionghua, Dayak, dan Melayu telah menunjukkan kekuatan bahasa Melayu sebagai pemersatu keberagaman di tengah kehidupan yang multikultural ini.