PKH diperuntukkan bagi rakyat miskin. Pemberian iuran hanya mampu mengurangi pengeluaran belanja mereka. Rasa menggantungkan diri terhadap bantuan dapat menumbuhkan sifat malas. PKH sendiri bersifat sementara yaitu 6 tahun. Setelah itu apa?Â
PKH sebaiknya meliputi program kewirausahaan agar bantuan tersebut bisa dimanfaatkan untuk membentuk UKM baru. Tidak sebatas teori dan sekedar "punya usaha" namun pemerintah harus memastikan iklim ekonomi yang kondusif bagi mereka untuk terus berwirausaha secara kontinu dan berkesinambungan.
Selain itu, membuka lapangan pekerja bagi KPM adalah cara terefektif membantu mereka dengan catatan, sistem dan pengupahan yang wajar dan layak. Namun kita juga tidak boleh memungkiri bahwa ada KPM yang memutuskan keluar dari PKH karena berhasil berdikari berkat program ini.
Bagi ibu hamil penerima PKH wajib memeriksakan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan, melahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan, hingga masuk masa nifas 4 kali selama 42 hari. Tentu lebih baik jika ditambahi pemahaman bagi ibu untuk mengatur jarak kehamilan meskipun kita tahu ini merupakan program BKKBN tapi belum tentu ibu KPM mendapatkan sosialisasi Keluarga Berencana secara langsung.
Termasuk di dalam PKH adalah Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada KPM berbentuk Kartu Indonesia Sejahtera yang dapat digunakan di e-warong (warung elektronik gotong royong).
Perbandingan BPNT 2017 dan 2018 terhadap barang yang bisa dibeli sangat jauh. Di tahun 2017 KPM dapat membeli beras, telur, gula, minyak goreng, dan tepung. Namun di 2018 hanya beras dan/atau telur. Mengapa demikian? Tentu saja karena harga bahan pokok yang semakin tinggi.
Namun, digitalisasi memberikan manfaat lain. Sistem bantuan sosial PKH yang semula berbentuk tunai kini berbentuk non tunai melalui Kartu Indonesia Sejahtera yang berbentuk uang elektronik (e-wallet) dan tabungan. KPM dapat mencairkan dana bantuan dan dapat menyisihkannya untuk ditabung.
Prakteknya, masih ada keluhan bagi beberapa KPM yang merasa iuran yang diterima telah dipotong. Entah oleh siapa dan alasan apa. Kemana mereka harus bertanya, apakah pendamping sosial PKH atau ke pihak Bank? Ketika bertanya kepada pendamping mereka menyuruh bertanya ke pihak Bank. Namun ketika ditanya ke pihak bank, mereka menjawab untuk mengkonfirmasi ini pada pendamping PKH. Sungguh ironis.
Kartu Indonesia Pintar pada program PKH memberikan bantuan uang dari pemerintah kepada peserta didik SD,SMP,SMA/SMK sederajat baik formal atau non formal dari keluarga miskin. Cukupkah memberikan uang di masa kapitalisme pendidikan yang mengakibatkan biaya pendidikan kita yang semakin mahal? Terlebih lagi penerima KIP belum tentu termasuk KPM. Sebaiknya KIP diimbangi pula dengan perbaikan sistem pendidikan kita.Â
Fasilitas subsidi KIS pada KPM diterima pula oleh pegawai/karyawan peserta BPJS -Kesehatan yang membayar iuran/premi setiap bulan. Dana KIS tersebut berasal dari iuran peserta BPJS-Kesehatan sehingga secara tidak langsung masyarakat melakukan tolong menolong. Yang mampu membayar premi menolong mereka yang miskin agar mendapatkan faskes yang sama.Â
Selain kekurangan di atas, kekurangan PKH yang paling terpenting dan sering terjadi sebenarnya adalah subjek KPM. Banyak pertanyaan dari masyarakat, "kenapa kami tidak memperoleh bantuan PKH dan kenapa mereka yang tergolong mampu yang mendapatkan bansos PKH?"Â