Aku mengangguk, “Sudah Bu.” Berlari mencium telapak tangan Ibu dan Bapak bergantian sebelum berangkat.
“Hati-hati ya Bu Risa.” Ucap Ibu mengantar keberangkatanku.
“Iya, kami berangkat dulu,”
Pukul 08.00 aku dan Bu Risa sampai di tempat perlombaan, memarkirkan motor. Banyak sekali yang mengikuti lomba, membuatku sedikit gugup.
“Jangan gugup, kita suka melakukan latihan terbaik.” Menggandengku mencari tempat duduk.
Tarian jaipong menjadi pilihan untuk ditampilkan di depan juri dan penonton. Urutan 10, namaku dipanggil, kini giliranku. Bu Risa menyemangatiku sebelum menuju panggung.
Aku menghembuskan napas pelan, ‘jangan gugup Dewi’ ucapku dalam hati, berusaha menekan diri sendiri untuk jangan takut.
“Saya akan membawakan tari Jaipong, dari Jawa Barat.” Memejamkan mata sesaat.
Aku hanya menari di panggung, tidak memikirkan apakah tarianku bagus atau malah sebaliknya. Hanya berusaha semaksimal mungkin melakukan yang terbaik agar tidak ada kesalahan gerakan. Suara tepuk tangan riuh dan siulan penonton terdengar meriah saat aku selesai menampilkan tarianku. Terasa lega sekali setelah menampilkannya.
“Bagaimana, Bu Risa?”
“Tarianmu bagus. Berdoa saja sekarang, semoga kamu bisa menang.” memelukku.