Sering kali, ketika kita sedang membaca berita dimasa pandemi seperti ini, muncul berbagai berita dimana beberapa perusahaan ada diambang kebangkrutan dan kehancuran. Dari perusahaan besar seperti Giant, Matahari, dan Centro sampai perusahaan-perusahaan kecil mengalami krisis dan kebangkrutan dikarenakan efek pandemi ini.
Lalu mengapa masih ada perusahaan-perusahaan yang mampu menghadapi ancaman kebangkrutan di masa pandemi? Hal ini saya percaya, bahwa para perusahaan ini telah berhasil menerapkan Budaya Risiko dengan baik dan benar.Â
Apa itu Budaya Risiko?Â
Budaya Risiko adalah istilah yang menggambarkan  nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan dan pemahaman tentang risiko secara bersama oleh sekelompok orang dengan memiliki tujuan yang sama (Manajemen Risiko Pasar Modal; Embun Prowanta; ISO31000; 2018).Â
Lebih mudahnya, Budaya Risiko dapat mempengaruhi pengambilan keputusan manajemen dengan mempertimbangkan risiko yang akan ditanggung dan manfaat yang akan diperoleh.Â
Mari kita simak apa itu dan mengapa budaya risiko ini bisa menjadi senjata ampuh perusahaan dalam menghadapi kebangkrutan di masa pandemi ini.Â
Risk Culture Illustration | piranirisk.com
Budaya Risiko
Budaya risiko suatu perusahaan adalah elemen penting yang dapat memastikan bahwa doing the right thing lebih baik daripada doing whatever it takes.Â
Dimana perusahaan yang memiliki budaya risiko yang kuat, akan lebih memperhatikan skenario risiko yang dapat membantu manajemen dalam mengukur dampak risiko. Nah perlu diketahui juga, budaya risiko yang kuat itu tidak instan sehingga perlu dibangun dari waktu ke waktu.
Proses manajemen risiko ini meliputi:
- Organisasi manajemen risiko dan struktur tata kelola
- Peran, kemampuan dan akuntabilitas staf manajemen risiko
- Komunikasi manajemen risiko dan transparansi
- Kebijakan manajemen risiko
- Pengaruh manajemen risiko untuk penganggaran dan manajemen kompensasi
Perusahaan yang memiliki budaya risiko yang tidak layak secara tidak sengaja, akan membuat perusahaan tersebut memungkinkan untuk melakukan kegiatan yang benar-benar bertentangan dengan kebijakan dan prosedur perusahaan.Â
Contohnya, disebuah perusahaan ketika pandemi ini memilih teknik marketing yang berbanding terbalik dengan citra perusahaan tanpa memperhitungkan terlebih dahulu untuk skenario risikonya.Â
Hal ini akan menyebabkan efek negatif kepada perusahaan sehingga bisa mengancam perusahaan yang berujung kepada pemboikotan perusahaan.Â
Budaya risiko yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan. Namun sebaliknya, budaya risiko yang buruk akan menyebabkan kerugian reputasi yang berdampak pada memburuknya keuangan perusahaan.
Ada lima langkah yang bisa perusahaan lakukan dalam menerapkan kerangka kerja budaya risiko:
- Memberi pemahaman mengenai risiko dan manfaatnya untuk perusahaan
- Membentuk etika karyawan terhadap budaya perusahaan
- Membentuk lingkungan kerja yang mendukung terbentuknya budaya risiko
- Meningkatkan penerapan budaya perusahaan
- Membentuk dan menerapkan budaya risiko yang merupakan bagian penting dari budaya perusahaan
Sebelum melakukan hal-hal diatas, manajemen perusahaan juga perlu memperhatikan beberapa hal seperti, apakah budaya risiko saat ini sudah berjalan dengan baik atau belum? Bagaimana meningkatkan manajemen risiko ke dalam budaya perusahaan?Â
Bagaimana  merubah budaya yang tidak perduli dengan risiko menjadi budaya perduli dengan risiko? Bagaimana budaya risiko perusahaan bisa menjadi kekuatan perusahaan dalam menghadapi persaingan?
Organizations with strong risk culture are not risk averse -Enterprise Risk Management Academy (ERMA)
Jika semua hal diatas sudah diterapkan dengan baik dan benar oleh perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa budaya risiko bisa menjadi salah satu senjata yang dapat digunakan perusahaan dalam menghadapi kebangkrutan di masa pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H