Mohon tunggu...
S Herianto
S Herianto Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan editor

S. Herianto, lahir di Sumenep, 7 Maret 1974. Sehari-hari bekerja sebagai guru. Berdomisili di Sumenep, rumah tinggal di Malang. Sangat hobi menulis dan fotografi. Aktif dalam kominutas Kata Bintang. Juga sebagai editor beberapa buku. Beberapa cerpen dimuat di media cetak Ceria Remaja, Aneka YES, Anita, dan Malang Pos. Salah satu cerpen dimuat dalam antologi cerpen pendek “Graffiti Imaji,” YMS, Jakarta, 2002. Serta satu antologi cerpen hasil kolaborasi berjudul “Ritual Senja,” Al Fath, Sumenep, 2014; salah satu cerpen dimuat dalam Antologi Cerpen “Fantasi Kami,” Sahabat PMP, 2017; penyunting Buku Cerita Rakyat Sumenep: “Mutiara Yang Terserak,” Rumah Literasi Sumenep, 2018; dan Penulis Buku Cerita Anak Inspiratif: “Iva & Pinky,” Abida Mahra, 2018; Me and My Student, Divapress, Yogyakarta, 2008; Kitab Pentigraf 2, Delima, Malang, 2018, Antologi Puisi 1000 Guru Asean Menulis Puisi, Rumah Seni Asnur, 2018, dan Laskar Lempung, Kekata Publisher, 2018, 333 Syair Untuk Presiden, Zenawa, 2019; dan Catatan Harian Terakhir Jesica, Kunfayakun, 2019 dan Peradaban Kerajaan Fauna, Masmedia, 2020.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korea dan Ancaman Nuklir: Menguak Ketegangan yang Mengancam Perdamaian Global

7 September 2024   00:46 Diperbarui: 7 September 2024   00:50 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, Indonesia memiliki posisi yang unik karena hubungan bilateral yang baik dengan Korea Utara. Dalam beberapa kesempatan, Indonesia telah menawarkan diri sebagai mediator untuk membantu meredakan ketegangan. Indonesia percaya bahwa solusi damai adalah satu-satunya jalan untuk mencapai stabilitas yang langgeng di Semenanjung Korea, tanpa harus menggunakan kekuatan militer.

Dari perspektif studi strategis dan pertahanan, seperti yang dikemukakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), ancaman nuklir di Semenanjung Korea dapat berdampak pada keamanan regional, khususnya di kawasan Asia-Pasifik. ISDS menekankan bahwa perlombaan senjata di Asia Timur dapat memicu instabilitas di kawasan lain, termasuk Asia Tenggara. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk terus memperkuat peran diplomatiknya di kawasan ini dan menjaga keamanan melalui pendekatan kooperatif dengan negara-negara tetangga.

Tantangan Diplomasi Internasional

Upaya diplomasi internasional untuk menyelesaikan ketegangan di Semenanjung Korea menemui banyak rintangan. Salah satunya adalah perbedaan kepentingan antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Jepang. Amerika Serikat dan sekutunya menuntut agar Korea Utara menghentikan program nuklirnya secara total, sedangkan Tiongkok dan Rusia lebih mengedepankan pendekatan dialog tanpa memberikan tekanan ekonomi yang berlebihan.

Selain itu, diplomasi multilateral yang diharapkan mampu menekan Korea Utara juga terhambat oleh inkonsistensi kebijakan dari negara-negara besar. Misalnya, selama pemerintahan Donald Trump, Amerika Serikat sempat melakukan pertemuan bersejarah dengan Kim Jong Un pada 2018 dan 2019. Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang konkret terkait dengan denuklirisasi.

Di sisi lain, Tiongkok yang memiliki pengaruh besar terhadap Korea Utara, sering kali bersikap ambigu. Di satu sisi, Tiongkok menentang senjata nuklir di Semenanjung Korea, tetapi di sisi lain, Tiongkok juga tidak ingin Korea Utara runtuh secara ekonomi dan politik, karena hal tersebut akan membawa pengungsi besar-besaran ke wilayahnya dan memicu ketidakstabilan di kawasan perbatasan.

Korea Selatan dan Amerika Serikat: Aliansi yang Rentan

Korea Selatan dan Amerika Serikat memiliki hubungan pertahanan yang kuat, yang sering kali menjadi alasan mengapa Korea Utara merasa terancam. Dengan kehadiran ribuan tentara AS di Korea Selatan dan latihan militer bersama yang rutin dilakukan, Korea Utara merasa bahwa ancaman eksternal terhadap kedaulatannya semakin nyata.

Namun, meskipun aliansi militer AS-Korea Selatan tampak solid, terdapat ketegangan internal terkait pendekatan terhadap Korea Utara. Pemerintah Korea Selatan, khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Moon Jae-in (2017-2022), lebih mengutamakan pendekatan dialog dan diplomasi, sementara Amerika Serikat, khususnya di bawah pemerintahan Donald Trump dan Joe Biden, lebih memilih pendekatan keras melalui sanksi dan tekanan ekonomi.

Aliansi yang rentan ini dapat dimanfaatkan oleh Korea Utara untuk terus memecah belah strategi Barat. Korea Utara sering kali menggunakan pendekatan diplomasi yang penuh tipu daya, mengajukan tawaran damai sambil tetap melakukan uji coba senjata nuklir di balik layar. Ketidakpastian ini membuat upaya damai di Semenanjung Korea menjadi semakin rumit.

Masa Depan Perdamaian di Semenanjung Korea

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun