Mohon tunggu...
Shera AmaliaGhaitsa
Shera AmaliaGhaitsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya adalah mahasiswa Jurnalistik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hobi saya membaca, menulis, bernyanyi, dan menari.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Maraknya Penggunaan ChatGPT Oleh Mahasiswa, Apa Dampaknya?

8 Januari 2024   22:17 Diperbarui: 8 Januari 2024   22:38 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai dosen yang juga menggeluti bidang Information Technology (IT), Nenny memiliki solusi untuk memberikan soal yang sekiranya jawaban soal itu tidak sepenuhnya ada di ChatGPT, sehingga mahasiswa bisa merombak, mengubah, dan menambahkan jawaban dari buku, jurnal, atau sumber yang lain. 

Nenny menambahkan bahwa di zaman sekarang kita tidak bisa melawan kencangnya arus perkembangan teknologi. Justru dosen juga harus berpikir bagaimana caranya untuk memanfaatkan ChatGPT tanpa menghilangkan kreativitas dan daya pikir mahasiswa.

Sementara itu, pendapat seorang mahasiswa yang pernah menggunakan ChatGPT dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menyatakan bahwa ChatGPT memberi manfaat untuk menjadi bahan referensi dalam mengerjakan tugas dari dosen yang tidak ada di materi.

"Karena kan (ChatGPT) to the point ya, kalau kita cari dari jurnal harus baca dulu. Kadang kita bingung, isinya (jurnal) apa," ujar Khanisa Syifa, mahasiswa UAD Yogyakarta saat diwawancarai melalui via aplikasi Google Meeting, Minggu (31/12/2023). 

Syifa sendiri mengaku bahwa dia tidak begitu sering menggunakan ChatGPT, kecuali jika ada soal yang jawabannya tidak ada di buku atau di jurnal.

"(Karena) tahu sendiri, kadang jawabannya (ChatGPT) suka diluar (tidak sesuai) dari pertanyaan," tambah Syifa.

Selain itu, Syifa merasakan dampak negatif dari penggunaan ChatGPT, dia merasa lebih malas untuk membaca buku. Maka untuk solusinya, Syifa lebih memilih untuk membatasi dirinya dari menggunakan ChatGPT secara berlebihan.

Syifa akan berusaha terlebih dahulu untuk mencari materi di buku atau jurnal sebelum akhirnya mencari jawabannya di ChatGPT.

Sebagai manusia, tentu tidak boleh kalah cerdas dari teknologi. Justru manusia yang seharusnya mengendalikan teknologi, bukan malah sebaliknya. 

"Komputer (teknologi) itu kan yang membuat manusia, makanya manusianya juga harus lebih kreatif daripada komputernya," tambah Nenny.

Di tengah maraknya perkembangan teknologi AI ini, dosen dan mahasiswa juga harus bekerjasama agar bisa menghindari dampak negatif dari penggunaan ChatGPT namun masih bisa merasakan manfaat dari teknologi AI ChatGPT. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun