Mohon tunggu...
Shera AmaliaGhaitsa
Shera AmaliaGhaitsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya adalah mahasiswa Jurnalistik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hobi saya membaca, menulis, bernyanyi, dan menari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memori

2 Desember 2022   18:53 Diperbarui: 2 Desember 2022   18:54 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Jasmin, gadis 17 tahun yang masih sekolah di sebuah SMA Negeri di kota tempat tinggalku. Hari ini adalah hari Minggu malam dan aku baru saja selesai mengerjakan tugas bersama Lili dan Raya.

Aku juga tidak tahu, mengapa sekarang aku malah menulis hal seperti ini di Microsoft Word laptopku. Sepertinya aku terlalu bosan.

Saat ini di luar tengah hujan, jadi aku membuat secangkir susu cokelat hangat dan rasanya enak. Ngomong-ngomong soal hujan, aku jadi teringat seseorang. Dia adalah teman masa kecilku, Reva.

Memori masa kecilku kembali berputar, aku ingat sekali bagaimana gadis berumur 8 tahun itu sangat menyukai hujan. Sepertinya aku harus bercerita tentang Reva.

Saat itu, umurku masih 8 tahun. Dulu, aku hanyalah gadis pemalu dan pendiam, aku bahkan tidak memiliki seorang teman.

Sampai akhirnya, dia datang sebagai murid baru di kelasku. Awalnya aku tidak terlalu menyukainya karena dia anak yang berisik dan cerewet.

"Nama kamu siapa? Aku boleh kan duduk disini? Ini gak ada orangnya kan? Eh jawab dong! Masa diem aja? Kamu patung ya?" Kira-kira begitulah ucapannya saat pertama kali kita bertemu.

Tapi setelah aku mengenalnya, dia tak seburuk itu. Reva adalah gadis yang terlalu ceria, ramah dan supel. Dan kalau dipikir lagi, sebenarnya Reva bisa berteman dengan siapapun tapi entah apa alasannya dia lebih memilih berteman denganku padahal sifat kami bertolak belakang. Namun, kurasa hal itulah yang membuat pertemanan kami terasa spesial.

Hidupku benar-benar berubah setelah mengenal Reva. Seperti, aku yang tidak pernah membolos bahkan pernah membolos karena dia. Reva bilang "bolos sekali gak akan buat kamu gak pinter, Jasmin" dan berakhir kami dihukum karena ketahuan.

Tapi jujur, saat bersama Reva aku senang, aku senang mendengar semua ceritanya. Cerita tentang keluarganya, tentang teman-teman di sekolah lamanya, bahkan cerita tentang tukang bakso langganannya yang ada persimpangan jalan.

Terhitung sekitar 5 atau 6 bulan aku mengenal Reva, kami juga banyak membuat memori indah bersama yang tidak akan cukup jika kuceritakan semua.

Reva itu sangat menyukai hujan, dia bahkan pernah jatuh ke kubangan air karena terpeleset hal itu tentu saja membuat aku tertawa jika mengingat bagaimana wajah Reva yang panik karena seragam putihnya kotor dan berakhir kami berlarian di bawah derasnya hujan karena Reva kesal denganku yang mengejeknya. Saat itu aku merasa euforia dan kemudian disforia.

Karena memori yang paling bahagia itu adalah kenangan terakhirku dengan Reva. "Jasmin, besok aku mau liburan jadinya aku gak masuk. Paling seminggu sih, kamu jangan kangen aku ya! Nanti aku masuk lagi kok!"

Namun dia berbohong padaku karena nyatanya dia tidak pernah masuk sekolah lagi. Dia juga berbohong, dia tidak pernah pergi liburan, saat itu dia justru pergi ke rumah sakit untuk operasi Whipple, sebuah operasi yang dilakukan untuk pasien penderita kanker pankreas. Aku ingat bagaimana wajah tegar Ibu Reva saat menceritakan semua itu padaku.

Ibu Reva juga bilang, bahwa operasinya memang berjalan lancar dan keadaan Reva membaik selama 3 hari pasca operasi. Akan tetapi takdir berkata lain, keadaannya semakin memburuk hingga membuat Reva pergi untuk selamanya.

Sejak kepergian Reva, hidupku mulai terasa seperti dulu. Sendirian dan tidak memiliki teman, namun Reva pernah berkata "kamu cari temen lagi dong selain aku, nanti kalo aku gak masuk kamu main sama siapa?"

Berkat ucapan itu, perlahan aku mencoba untuk bergaul dengan beberapa teman sekelasku. Meski aku hanya bisa berteman dengan dua orang saja dan hasilnya tidak buruk, aku bisa menjaga pertemanan itu sampai sekarang.

Lili dan Raya, mereka teman-temanku sedari SD. Mereka sangat baik, walau kadang menyebalkan juga sih. Lili dengan sifat humorisnya dan Raya yang cerdas namun tidak pelit contekan. Hehe.

Kini sudah 9 tahun sejak kepergian Reva, tapi kenangan bersamanya yang singkat itu tidak akan pernah terlupakan. Rasanya seperti kebersamaanku dengan Reva memiliki ruang memori yang bersifat permanen dan tidak bisa dihapus. Bukan tidak bisa dihapus, lebih tepatnya aku tidak ingin menghapus memori itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun