Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Loyalitas, Haruskah Tanpa Batas?

14 Juni 2023   13:13 Diperbarui: 14 Juni 2023   18:45 3424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih dari itu, saya ingin keberadaan saya memiliki arti untuk Jakarta. Langsung aja deh kita cerita dari satu gubernur ke gubernur berikutnya. 

Era Foke

Saya diterima sebagai CPNS di era kepemimpinan Fauzi Bowo. Beliau adalah gubernur pertama Jakarta yang berasal dari birokrat. Merintis kariernya di Pemprov DKI Jakarta, bisa dibilang Foke sudah khatam beragam persoalan Jakarta.

Dengan latar belakang seperti itu, Foke agak sulit dikritik. Ia juga terkenal galak dengan media. Meski begitu, saya tetap berani mengkritisi. Kritik saya sampaikan secara internal melalui rapat-rapat pada kebijakan yang memang dirumuskan dari unit tempat saya bertugas. Kadang saya juga suka nekat menulis di media sosial atau di Kompasiana.

Alhamdulillah nggak pernah ada masalah sih. Malah, di ujung periode jabatan Foke, ada salah satu pejabat teras yang meminta saya ikut mengawal khusus Pak Foke keliling ke sejumlah lokasi.

Jokowi-Ahok-Djarot

Sayangnya, Fauzi Bowo kalah di pilkada 2012. Ia digantikan Joko Widodo yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama. Di era Jokowi mungkin fase saya paling tidak kritis. Selain karena masa jabatannya paling singkat --Jokowi ikut pilpres 2014---kebijakan beliau juga relatif paling sejalan dengan nilai-nilai yang saya pegang.

Nah, begitu BTP jadi Gubernur Jakarta itu saya pas lagi galak-galanya. Terlebih lagi saat itu saya menyandang status sebagai mahasiswa pascasarjana, sedang bebas tugas karena tugas belajar. 

Bisa dilihat judul-judul tulisan saya di Kompasiana pun ngeri kali. Kalau dipikir-pikir songong juga, sudah dibayarin sekolah sama kantor, tapi malah mengkritisi gubernurnya. 

Pada masa Gubernur Djarot Saiful Hidayat saya mulai kalem lagi karena baru kembali ke kantor. Namun, tidak berlaku demikian ketika Anies Baswedan masuk ke Balai Kota.

Periode Anies

Kalau teman-teman cari di Kompasiana, memang tak ada satu pun artikel saya mengkritisi Anies, apalagi dengan keras. Mungkin karena sudah lebih matang, saya memilih jalur perjuangan yang berbeda. Saya mengkritisi secara langsung dan tidak langsung melalui anggota-anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).

Beberapa anggota TGUPP menjadi akrab dan teman diskusi yang menyenangkan. Nggak tau juga kalau sebagian di antaranya yang justru sebal sama saya. Hehe

Oh iya, ada cerita menarik nih (menurut saya). Salah satu kepala biro yang pernah jadi bos saya cukup nekat mengajak saya rapat terbatas dengan Pak Anies. Betul-betul terbatas, tak lebih dari 10 orang di ruang kerja Pak Anies.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun