Lalu bagaimana penilaian saya tentang seorang Anies Baswedan. Sebelumnya disclaimer dulu, penilaian ini pastinya subyektif. Semua orang tahu, Anies adalah seorang cendekiawan. Ia mantan rektor Universitas Paramadina. Cara kerjanya sangat sistematis dan berlandaskan teori atau basis argumen yang jelas.
Persoalan apakah kebijakannya sudah bagus semua atau tidak, itu saya kembalikan kepada sidang pembaca dan khalayak sekalian.
Saya dan Mas Ganjar
Pertama kali saya mengenal Ganjar Pranowo adalah waktu masih di Bulaksumur (baca: Kampus UGM). Dalam satu seminar, saya cukup terpukau dengan salah satu narasumber saat itu. Dialah Mas Ganjar.
Kesempatan langka datang saat saya sudah bekerja sebagai wartawan muda di Harian Merdeka sekitar tahun 2008. Seingat saya waktu itu Merdeka masih simulasi untuk cetak edisi ujicoba, belum terbit di pasaran. Saya masih berpindah-pindah desk, karena belum diizinkan untuk ke desk olahraga sebagaimana saya minta.
Tantangan demi tantangan dihadapkan pada saya. Salah satunya adalah diminta menggarap rubrik gaya hidup, tapi menampilkan persona yang tidak biasa. Saya langsung mengajukan nama Mas Ganjar dan disetujui oleh redaktur.
Saya pun bergerak cepat mencari kontak beliau dan membuat janji. Saat itu Mas Ganjar masih menjadi anggota DPR-RI. Tidak terlalu rumit, akhirnya kami membuat janji di akhir pekan. Saya diundang datang ke rumah pribadinya waktu itu, di salah satu cluster di kawasan Cibubur.
Rumahnya memang di area permukiman cukup elite, tapi tidak juga mewah. Ukurannya pun biasa-biasa saja.
Sesuai waktu yang ditentukan, saya datang bersama seorang rekan fotografer. Dalam wawancara untuk kebutuhan koran waktu itu, saya tidak bertanya soal politik. Namun, lebih ke gaya hidup.
Dari situ saya tahu kalau Mas Ganjar penggemar musik-musik cadas. Kalau ada band rock yang konser di Jakarta, ia pasti sempatkan hadir. Ia juga mengoleksi sejumlah memorabilia musisi dan grup band. Hobinya itu juga ia tularkan ke anak semata wayangnya, Zidane.
Terus terang saya tersanjung dengan bagaimana cara Mas Ganjar -dan Mba Atiqoh, istrinya---memperlakukan saya, seorang wartawan kemaren sore. Di rumah itu saya merasakan kehangatan dan keakraban.
Mas Ganjar sangat kooperatif untuk kebutuhan liputan saya. Ia sampai mau berganti baju dan bergaya-gaya tertentu saat diminta fotografer. Sama sekali tak ada kesan jaga image alias jaim.Â