Beberapa bulan lalu, saya sempat ketemu dan berbincang dengan mantan penggawa Kompasiana. Clue-nya dia sekarang berkarier di salah satu perusahaan teknologi Komunikasi multinasional. Yup betul, Mas Iskandar Zulkarnaen. Teman-teman Kompasianer pasti tidak asing dengan Mas Isjet.
Dalam perbincangan itu, Mas Isjet sempat bertanya sekaligus memberi masukan terkait skema work from home atau bekerja dari rumah. Menurutnya, meski pandemi sudah melandai, kebijakan WFH sebaiknya dilanjutkan.
Masih menurut Mas Isjet, andai ada kebijakan tertulis dari instansi pemerintah -dalam hal ini setidaknya Pemprov DKI Jakarta---maka akan menjadi pertimbangan bagi korporasi untuk mengambil opsi tersebut.
Tahu saya bekerja di Pemprov DKI Jakarta, Mas Isjet titip saran tersebut buat Pak Anies, Gubernur Jakarta saat itu. Tapi kan saya cuma remah rengginang. Tidaklah sanggup menjangkau Pak Anies. Akhirnya saran Mas Isjet itu ya sekadar jadi bahan diskusi kita saja.
Saya tiba-tiba teringat lagi masalah ini gegara beberapa hari lalu melihat pernyataan Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono di media. Selepas memimpin apel gabungan penanganan kemacetan, Heru melontarkan wacana soal WFH.
Katanya, petugas harus memberi informasi soal titik rawan kemacetan apabila terjadi hujan lebat. "Sehingga masyarakat pengguna lalin bisa memilih jalur, bisa memilih, mungkin bisa WFH," ucap Heru.
Wah ide brilian ini. Banjir dan kemacetan adalah salah dua masalah utama di ibu kota. Keduanya saling berkelindan. Tawaran WFH ini ibarat sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Berkurangnya mobilitas warga akan meminimalisasi kemungkinan macet, terlebih di saat banyak genangan lantaran hujan.
Data membuktikan bahwa ada korelasi antara WFH dengan lalu lintas di Jakarta. Pada tahun 2019, sebelum pandemi melanda, Jakarta masih masuk dalam 10 besar kota termacet di dunia.
Namun pada 2020 saat Covid-19 baru terdeteksi di Indonesia dan dilakukan pembatasan besar-besaran, tingkat kemacetan Jakarta menurun drastis. Jakarta pada tahun itu berada di ranking 31 dari 216 kota besar di dunia.
Lalu pada 2021, saat penularan Covid-19 masih tinggi dan mobilitas warga masih dibatasi, jalanan Jakarta masih cukup lengang. Â Masih mengacu pada TomTom Traffic Index, Jakarta pada tahun lalu berada pada peringkat 46 kota termacet di dunia. Padahal, kala itu jumlah ruas jalan yang menerapkan kebijakan ganjil genap dikurangi. Tapi, pengaruhnya tidak signifikan karena masih cukup banyak pekerja yang bekerja dari rumah.