Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Media Bisa Mati, tapi Tidak dengan Insan Pers

9 Februari 2021   09:25 Diperbarui: 9 Februari 2022   06:14 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, tepat 9 Februari 2021 kita memeringati Hari Pers Nasional (HPN). Sebuah perayaan bagi insan pers di Indonesia. Tahun ini, HPN diperingati dengan tema "Bangkit dari Pandemi, Jakarta Gerbang Pemulihan Ekonomi, Pers sebagai Akselerator Perubahan".

Pers memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan negara dan bangsa, baik dalam masa prakemerdekaan maupun dalam mengisi kemerdekaan.

Kita juga sering mendengar pers diasosiasikan sebagai pilar keempat demokrasi. Di masa rezim otoritarian orde baru, kebebasan pers jauh dari kenyataan. Namun, pascareformasi 1998 pers mulai kembali diperhitungkan.

Bahkan ada yang bilang kebablasan karena perusahaan media baru muncul bak cendawan di musim hujan. Sebagian memiliki prinsip dan idealisme yang baik, tapi tak sedikit juga yang justru menjadi benalu dalam upaya negeri ini mereformasi sektor publik.

Sayangnya, dewasa ini media massa menghadapi tantangan berat yang tidak pernah dialami sebelumnya. Disrupsi yang diakibatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi turut menghantam industri media, jika tak ingin dibilang sebagai salah satu yang paling terdampak. Satu per satu media gulung tikar. Terutama media cetak. Ongkos produksi cenderung konstan atau malah naik, sementara pendapatan menurun.

Porsi 'kue' iklan semakin berkurang karena pesaing semakin banyak, bukan hanya sesama media cetak tapi juga media daring berbasis internet.

Di awal tahun ini, Koran Tempo jadi 'korban' terakhir yang harus berhenti cetak, meski masih eksis di kanal digital. Media daring pun saat ini tidak sepenuhnya bisa merasa aman. Perkembangan ICT demikian pesat.

Saat ini semua orang bisa membuat konten. Berbagai platform open source juga bisa dimanfaatkan para content creator ini. Blogger bisa memanfaatkan laman seperti wordpress, blogspot atau model social blogging seperti Kompasiana.

Sementara vlogger atau pembuat konten video bisa dengan mudah membagikan kreasinya melalui Youtube.

Posisi tawar blogger dan vlogger pun kini semakin kuat. Berita viral soal respon Eiger atas review dari salah satu penggunanya bisa member kita gambaran.

Jangan pandang remeh para content creator. Pembaca atau pemirsa dewasa ini memang lebih suka dengan pandangan dari sesamanya, karena dianggap lebih independen dan merepresentasikan warga sebagai sesama pengguna produk atau layanan.

Well, tantangan bagi industri media dalam beberapa tahun ke depan sepertinya tidak akan mudah. Boleh jadi tambah suram. Bukan cuma untuk media cetak, tetapi juga daring bahkan televisi.

Meski begitu, situasi ini jangan lantas membuat insan pers berkecil hati. Disrupsi tidak untuk dihindari, tapi dihadapi.

Manusia adalah makhluk yang pandai beradaptasi dan berevolusi, sampai ada istilah survival of the fittest. Sering kita menganggap terma itu muncul dari teori evolusi Charles Darwin, padahal sebetulnya itu dicetuskan Herbert Spencer yang memampatkan konsep-konsep evolusi dari Darwin.

Kemudian, fittest juga tak selalu berkait dengan individu atau spesies terkuat. Itu bisa berarti segala asosiasi dari spesies terbaik: paling mahir kamuflase, paling cerdik berburu, paling lincah bergerak, atau paling kooperatif dalam kelompok.

Artinya, insan pers yang memang memiliki keunggulan akan melihat situasi disrupsi ini sebagai tantangan. Pekerja pers, wartawan, jurnalis atau apapun istilah yang digunakan memang bukan sekadar pewarta.

Lebih dari itu, mereka adalah individu tangguh yang biasa bekerja dalam tuntutan kreativitas, kecepatan dan ketepatan. Semua kemampuan dan pengalaman yang dimiliki sejatinya adalah modal dalam menghadapi ancaman di masa depan.

Selamat hari pers, kawan-kawan jurnalis. Tetap semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun