Penggunaan Qlue di periode kepemimpinan gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjadi milestone penting dalam pengelolaan pengaduan masyarakat oleh Pemprov DKI Jakarta. Aplikasi yang dikembangkan developer lokal ini sejalan dengan semangat 'zaman now' yang serba digital. Tidak heran kalau jumlah warga yang mau terlibat melaporkan masalah serta jumlah permasalahan yang dilaporkan bertambah secara eksponensial.
Tapi, kami tidak berhenti sampai di situ. Aplikasi CRM dikembangkan supaya semua pengaduan dari kanal yang lain (bukan hanya Qlue) juga bisa ditindaklanjuti dan dipantau dengan sama baiknya. Maka sejak 2017 semua kanal pengaduan (Qlue, FB, Twitter, SMS, www.jakarta.go.id, email dan Lapor1708) diintegrasikan ke CRM. Kini akronim CRM juga menjadi filosofi kami dalam mengelola pengaduan masyarakat yaitu Cepat Respon Masyarakat.
Salah satu yang belakangan diintegrasikan adalah pengaduan di Pendopo Balai Kota. Jadi tidak benar kalau sudah tidak ada lagi pengaduan di Balai Kota. Memang modelnya berubah sejak periode Plt Gubernur Sumarsono dan Gubernur Djarot Saiful Hidayat. Berbeda dengan Pak Basuki yang kerap menerima langsung di pendopo, dua suksesornya memilih menugaskan sejumlah pegawai yang khusus menerima pengaduan sesuai jadwal yang ditetapkan.
Milestone berikutnya adalah ketika Gubernur Anies Baswedan menginstruksikan agar dibuka Posko Pengaduan di Kecamatan, setiap hari Sabtu pagi. Mengapa di kecamatan dan hari Sabtu? Menurut hemat saya, setidaknya ada dua pertimbangan yang bisa dikemukakan. Pertama, kantor kecamatan relatif lebih dekat bagi warga (selain di Jakarta Pusat) ketimbang kantor gubernur atau Balai Kota.
Kedua, banyak warga yang hanya punya waktu luang di akhir pekan untuk menyampaikan pengaduan dan keluhan. Kegiatan di kecamatan ini sekaligus membuka ruang bagi warga yang mungkin tidak punya akses terhadap kanal lain berbasis teknologi seperti SMS, email, FB, Twitter apalagi Qlue.
Awalnya, pengaduan di kecamatan belum terintegrasi dengan CRM. Semua dikerjakan manual, mulai dari pencatatan pengaduan, pengoordinasian masalah sampai penyelesaian. Belakangan, pengaduan di kecamatan menjadi kanal tambahan di CRM. Bahkan sekarang juga ada posko pengaduan di kelurahan setiap hari minggu.
Jangan khawatir pengaduan kamu bakal dicuekin. Itu tidak akan terjadi. Karena semua pengaduan yang masuk ke CRM diperhitungkan sebagai salah satu komponen Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pejabat eselon 2. Jadi, kalau ada Kepala Dinas yang instansinya mendiamkan atau bahkan sekadar lama merespon, sudah pasti TKD yang bersangkutan akan terpotong.
Kembali ke soal posko pengaduan Fraksi PSI DKI Jakarta, apakah ini akan efektif. Saya turut gembira kalau ternyata respons masyarakat baik, misalnya mau datang melaporkan masalah ke Gedung DPRD. Namun, langkah apa selanjutnya yang akan dilaporkan Fraksi PSI?
Jelas bahwa yang akan menindaklanjuti pengaduan tersebut nantinya adalah Perangkat Daerah (badan/dinas/biro) sesuai bidang dari masalah yang dilaporkan. Sebagai anggota dewan yang terhormat memang mudah sih memanggil atau menugaskan kepala dinas. Sah-sah saja sepanjang memang tidak mencederai asas transparansi dan akuntabilitas.
Alih-alih membuat posko pengaduan sendiri, bisa juga Fraksi PSI Jakarta mengoptimalkan yang sudah ada. Hasil survei Pusat Pelayanan Statistik Diskominfotik menunjukkan, hanya 40% warga (responden) yang mengetahui minimal satu dari 12 kanal pengaduan yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Berarti lebih dari separuh justru belum tahu. Dari 12 kanal, Qlue yang relatif paling dikenal, itu pun cuma ada di kisaran 19,49%.