Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menimbang Keberadaan Posko Pengaduan di Fraksi PSI DPRD Jakarta

30 Agustus 2019   13:52 Diperbarui: 2 September 2019   18:26 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi manajemen kerja | Sumber: freepik.com/free-photo

Partai Solidaritas Indonesia sebagai pendatang baru di DPRD Provinsi DKI Jakarta selalu ingin tampil beda. Setelah menolak pin emas, mereka langsung tancap gas sejak awal pelantikan. Fraksi PSI di DPRD Jakarta membuka posko pengaduan.

Perkara posko pengaduan ini sempat heboh beberapa hari lalu. Muasalnya adalah cuitan Sekjen PSI Raja Juli Antoni. "Dulu rakyat setiap pagi dapat mengadu masalah mereka di Balai kota. Sudah lama hilang. Sekarang Fraksi PSI siap menerima aduan masyarakat. Di Fraksi PSI kantor DPRD lantai 4, Pukul 8-10. Semoga kita dapatkan solusi masalah rakyat," tulis Raja Juli di Twitter, Selasa (27/8).

Pernyataan mantan aktivis Muhammadiyah ini langsung ditanggapi Naufal Firman Yursak, anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan. "Ini contoh hoaks yang disebarkan sekjen parpol karena jarang bangun pagi. Sejak era Djarot, pengaduan di Balai Kota dilakukan sesuai bidang, dilanjutkan Anies sampai sekarang jam 07.30-09.00. Bahkan diperluas ke kecamatan dan kelurahan. Nyebarin hoaks macam ini jangan ditiru ya," cuit akun @firmanyursak di linimasanya.

Fraksi PSI Jakarta pasti punya tujuan yang baik. Saya percaya itu. Seorang wakil rakyat memang harus membuka ruang bagi warga untuk bisa bertemu dan menyampaikan aspirasi. Pada titik ini, inisiatifnya layak diapresiasi.

Masalahnya, cuitan Raja Juli bernada menyerang. Seolah Pemprov DKI Jakarta sudah tidak lagi membuka posko pengaduan di Balai Kota. Tuduhan ini tidak benar seperti diklarifikasi Naufal.

Well, saya tidak akan memperkeruh suasana. Kebetulan saya sangat concern dengan isu pengelolaan pengaduan masyarakat sejak riset saya tiga tahun lalu. Jadi saya cukup paham dinamika di dalamnya. Salah satu terobosan Pemprov DKI Jakarta adalah Citizen Relation Management, yang juga pernah saya tulis di sini.

Cepat Respon Masyarakat
Kemampuan dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan bagaimana komunikasi yang terjadi antara pemerintah dengan warga. Sebagai pengguna layanan (baik administratif, barang, ataupun jasa), warga bisa saja tidak puas dengan pelayanan yang diberikan pemerintah. 

Keluhan adalah bentuk penting dari umpan balik konsumen yang memberikan informasi unik dan berharga bagi organisasi yang peduli dengan peningkatan kualitas (Gorton, et al., 2005). Untuk keperluan tersebut, dibukalah berbagai kanal atau saluran aspirasi dan keluhan dari warga pengguna layanan. Itu pula yang kami lakukan di Pemprov DKI Jakarta.

Pergeseran perspektif governance secara kuat menyiratkan adanya kebutuhan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta dengan masyarakat. Menurut UNUSCAP (2009), partisipasi publik adalah prinsip dasar dan fundamental bagi kepemerintahan yang baik.

Metode partisipasi konvensional sudah sejak 1960-an dikembangkan dengan berbagai cara dan alat, seperti public hearings, referendum, survei, konferensi, pertemuan di balai kota, dan sebagainya (Rowe dan Frewer, 2000: Shipley dan Utz, 2012). Karakteristik utama dari kebanyakan metode itu adalah membutuhkan kehadiran warga secara fisik pada waktu dan tempat yang ditentukan.

Pemerintah membutuhkan saluran komunikasi yang bisa diakses dengan mudah, cepat dan murah oleh sebesar-besarnya warga (Sadat, 2014). Dengan penetrasi ponsel dan internet yang sangat cepat, media komunikasi bergerak (mobile media communications) menjadi alternatif atas kebutuhan pemerintah akan saluran komunikasi yang partisipatif. Maka, media sosial seperti Facebook dan Twitter pun kemudian bisa menjadi salah satu kanal pengaduan masyarakat.

Penggunaan Qlue di periode kepemimpinan gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjadi milestone penting dalam pengelolaan pengaduan masyarakat oleh Pemprov DKI Jakarta. Aplikasi yang dikembangkan developer lokal ini sejalan dengan semangat 'zaman now' yang serba digital. Tidak heran kalau jumlah warga yang mau terlibat melaporkan masalah serta jumlah permasalahan yang dilaporkan bertambah secara eksponensial.

Tapi, kami tidak berhenti sampai di situ. Aplikasi CRM dikembangkan supaya semua pengaduan dari kanal yang lain (bukan hanya Qlue) juga bisa ditindaklanjuti dan dipantau dengan sama baiknya. Maka sejak 2017 semua kanal pengaduan (Qlue, FB, Twitter, SMS, www.jakarta.go.id, email dan Lapor1708) diintegrasikan ke CRM. Kini akronim CRM juga menjadi filosofi kami dalam mengelola pengaduan masyarakat yaitu Cepat Respon Masyarakat.

Salah satu yang belakangan diintegrasikan adalah pengaduan di Pendopo Balai Kota. Jadi tidak benar kalau sudah tidak ada lagi pengaduan di Balai Kota. Memang modelnya berubah sejak periode Plt Gubernur Sumarsono dan Gubernur Djarot Saiful Hidayat. Berbeda dengan Pak Basuki yang kerap menerima langsung di pendopo, dua suksesornya memilih menugaskan sejumlah pegawai yang khusus menerima pengaduan sesuai jadwal yang ditetapkan.

Milestone berikutnya adalah ketika Gubernur Anies Baswedan menginstruksikan agar dibuka Posko Pengaduan di Kecamatan, setiap hari Sabtu pagi. Mengapa di kecamatan dan hari Sabtu? Menurut hemat saya, setidaknya ada dua pertimbangan yang bisa dikemukakan. Pertama, kantor kecamatan relatif lebih dekat bagi warga (selain di Jakarta Pusat) ketimbang kantor gubernur atau Balai Kota.

Kedua, banyak warga yang hanya punya waktu luang di akhir pekan untuk menyampaikan pengaduan dan keluhan. Kegiatan di kecamatan ini sekaligus membuka ruang bagi warga yang mungkin tidak punya akses terhadap kanal lain berbasis teknologi seperti SMS, email, FB, Twitter apalagi Qlue.

Awalnya, pengaduan di kecamatan belum terintegrasi dengan CRM. Semua dikerjakan manual, mulai dari pencatatan pengaduan, pengoordinasian masalah sampai penyelesaian. Belakangan, pengaduan di kecamatan menjadi kanal tambahan di CRM. Bahkan sekarang juga ada posko pengaduan di kelurahan setiap hari minggu.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Bukan cuma itu, teman-teman di UP JSC bahkan rajin patroli di media sosial gubernur. Manakala ada pos atau komentar berupa permasalahan, mereka akan menginputnya ke dalam dashboard CRM. Dari kanal manapun warga melaporkan masalah, semua bisa dicek sejauhmana tindak lanjutnya melalui laman pengaduanwarga.jakarta.go.id

Jangan khawatir pengaduan kamu bakal dicuekin. Itu tidak akan terjadi. Karena semua pengaduan yang masuk ke CRM diperhitungkan sebagai salah satu komponen Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) pejabat eselon 2. Jadi, kalau ada Kepala Dinas yang instansinya mendiamkan atau bahkan sekadar lama merespon, sudah pasti TKD yang bersangkutan akan terpotong.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Kolaborasi Bukan Kompetisi
Kembali ke soal posko pengaduan Fraksi PSI DKI Jakarta, apakah ini akan efektif. Saya turut gembira kalau ternyata respons masyarakat baik, misalnya mau datang melaporkan masalah ke Gedung DPRD. Namun, langkah apa selanjutnya yang akan dilaporkan Fraksi PSI?

Jelas bahwa yang akan menindaklanjuti pengaduan tersebut nantinya adalah Perangkat Daerah (badan/dinas/biro) sesuai bidang dari masalah yang dilaporkan. Sebagai anggota dewan yang terhormat memang mudah sih memanggil atau menugaskan kepala dinas. Sah-sah saja sepanjang memang tidak mencederai asas transparansi dan akuntabilitas.

Alih-alih membuat posko pengaduan sendiri, bisa juga Fraksi PSI Jakarta mengoptimalkan yang sudah ada. Hasil survei Pusat Pelayanan Statistik Diskominfotik menunjukkan, hanya 40% warga (responden) yang mengetahui minimal satu dari 12 kanal pengaduan yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Berarti lebih dari separuh justru belum tahu. Dari 12 kanal, Qlue yang relatif paling dikenal, itu pun cuma ada di kisaran 19,49%.

Sumber: Pusat Pelayanan Statistik Diskominfotik DKI Jakarta, 2019
Sumber: Pusat Pelayanan Statistik Diskominfotik DKI Jakarta, 2019
Fakta ini menjadi pekerjaan rumah yang serius. Bagaimana warga mau melaporkan permasalahan kalau kanal atau salurannya saja tidak tahu. Padahal, pilihan begitu banyak. Seandainya PSI Jakarta menyosialisasikan --minimal kepada konstituennya---itu sudah cukup membantu.

Sementara itu, CRM saat ini sudah tercatat sebagai salah satu Kegiatan Strategis Daerah. Artinya, sejumlah perangkat daerah memiliki Rencana Aksi untuk terus menyempurnakan CRM.

Semangat dari CRM adalah inovasi tiada henti. Dari diagram milestone pengelolaan pengaduan di atas sebetulnya bisa dilihat kalau sejak 2017 hingga sekarang CRM terus disempurnakan, baik dari sisi teknis aplikasi (User Interface dan User Experience) maupun tata kelola dan regulasi.

CRM masih jauh dari sempurna. Evaluasi harus terus dilakukan, terutama dalam hal waktu tindak lanjut (respons time) dan kualitas tindak lanjut. Menarik sepertinya apabila para anggota dewan yang terhormat dari Fraksi PSI bersedia urun rembuk dan berkolaborasi dalam upaya penyempurnaan sistem pengelolaan pengaduan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta.

Sehingga kelak siapapun yang jadi gubernur, siapapun anggota legislatifnya, kota ini sudah memiliki sistem pengelolaan pengaduan yang andal.

Tabik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun