Ingat lima perkara, sebelum lima perkara
Sehat sebelum sakit
Muda sebelum tua
Kaya sebelum miskin
Lapang sebelum sempit
Hidup sebelum mati
(Raihan, Demi Masa)
Sepenggal lirik nasyid yang dibawakan Raihan menjadi nasihat bagi siapa saja pendengarnya. Maknanya memang sangat mendalam, karena lirik tersebut diambil dari hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu yang ingin saya ulas di sini adalah bagian “sehat sebelum sakit”.
Sehat adalah nikmat Tuhan yang sering diabaikan oleh manusia. Berapa banyak orang harus tertahan aktivitasnya karena kondisi kesehatan tidak memungkinkan? Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh saudara-saudara kita yang sedang sakit untuk bisa sehat kembali? Biasanya orang baru ingat akan nikmat sehat justru saat sedang mengalami sakit.
Di situlah pentingnya kita mengingat sehat sebelum sakit mendatangi kita. Bagaimana caranya? Pertama, kita harus menyadari betapa mahalnya kesehatan. Sehingga menjaga kesehatan adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar, di antaranya adalah dengan pola hidup bersih dan sehat, makan dengan gizi seimbang, berolahraga dan rekreasi. Kedua, memiliki tabungan atau asuransi sebagai antisipasi manakala penyakit datang menghampiri. Siapapun pasti tak mau sakit, tapi tentu juga tak bisa mengelak ketika memang situasi tersebut terjadi pada diri kita.
Asuransi kesehatan mengurangi risiko nasabah menanggung biaya kesehatan, apalagi jika ternyata dibutuhkan dalam jumlah yang besar di luar kemampuan finansial seseorang. Masalahnya, tidak semua orang mampu untuk membayar premi asuransi. Sebagian karyawan mungkin mendapat fasilitas asuransi dari kantornya, begitu juga dengan PNS/TNI/Polri yang sejak dulu secara otomatis menjadi nasabah Asuransi Kesehatan (ASKES). Tapi, bagaimana dengan warga lainnya, terutama bagi kalangan pekerja sektor informal atau masyarakat berpenghasilan rendah?
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan jaminan sosial –termasuk di dalamnya adalah kesehatan—bagi seluruh warga negara. Jaminan kesehatan yang diamanatkan itu termasuk dalam ruang lingkup asuransi sosial. Kelebihan sistem asuransi sosial dibandingkan dengan asuransi komersial bisa dilihat pada tabel di bawah ini :
Pada poin ini, prinsip gotong royong yang diterapkan dalam BPJS Kesehatan relevan dengan hadis nabi sebagaimana yang dinyanyikan oleh grup nasyid Raihan. Saat kita sehat, kita tetap harus mengingat sakit. Caranya, dengan membayar iuran rutin BPJS. Lain cerita kalau kita adalah pengguna BPJS dari kelompok Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN, yaitu dari golongan fakir miskin dan tidak mampu.
Sedangkan sejak beralih menjadi BPJS, saya baru menggunakannya beberapa kali. Sekitar pertengahan tahun 2015 saya melakukan insisi pada benjolan di mata. Kemudian awal tahun ini penyakit maag kronis saya kambuh. Saya pun harus beberapa kali kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam di RS Pelni Petamburan. Pada 18 Maret lalu saya juga melakukan endoskopi untuk mendapatkan diagnosa yang lebih akurat. Setelah menjalani pengobatan yang diberikan oleh dokter, saya kini sudah tidak lagi merasakan gejala-gejala tidak nyaman di perut. Bahkan hingga hari ke-14 bulan Ramadhan ini saya bisa menjalankan ibadah puasa tanpa hambatan berarti.
Tunggu apa lagi? Segera daftarkan diri Anda ke Kantor BPJS Kesehatan terdekat. Selain ambil bagian dalam kegotongroyongan mewujudkan keadilan sosial, kita sekaligus bisa mengikuti anjuran Rasulullah yaitu : “ingat sehat sebelum sakit”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H