Tidak terasa lima hari yang menyenangkan telah saya lewati bersama Datsun Risers Expedition (DRE) Kalimantan Etape 1 dengan tema Wisata Pulau Terdepan. Sungguh sebuah pengalaman berharga yang akan selalu terkenang sepanjang usia.
Hari Pertama : Samarinda - Sangatta
Matahari belum menampakkan diri ketika saya membuka pintu rumah pada Senin (11/01) lalu sekitar pukul 04.00 WIB. Pagi itu saya akan menuju Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta bersama seorang rekan Kompasianer, Santo Rachmawan. Di bandara kami bergabung dengan 10 Kompasianer lain yang juga ambil bagian dalam event DRE kali ini. Penerbangan GA 560 yang kami tumpangi kemudian mendarat mulus di landasan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan. Deretan mobil Datsun Go+ Panca yang akan ditumpangi para risers telah berbaris rapi di area lobby bandara.
DRE Kalimantan Etape 1 sendiri secara resmi akan mengambil rute Samarinda hingga Berau. Sehingga perjalanan menuju Samarinda ini para risers belum mengendarai mobil, tetapi masih disopiri oleh driver yang disediakan panitia. Pak Sennang, sopir yang membawa mobil kami (saya, Kang Arul dan Fajr Muchtar di Tim 1) sekaligus menjadi guide yang sangat informatif sepanjang perjalanan sekitar dua setengah jam itu. Dengan senang hati Pak Sennang menunjukkan kami lokasi-lokasi menarik seperti Bukit Soeharto, Masjid Muhammad Cheng Ho sampai Jembatan Mahakam di Samarinda.
[caption caption="sumber foto : kliksamarinda.com"]
DRE Kalimantan Etape 1 diikuti oleh 15 orang yang terbagi dalam 5 Risers Team, di mana 12 orang (4 tim) di antaranya adalah Kompasianer. Tiga orang lainnya adalah karyawati Nissan Mobil Indonesia yaitu Maya, Achi dan Devi yang tergabung dalam Risers Team 3. Kemampuan ketiga cewek cantik ini dalam mengemudikan Datsun Go+ Panca tak bisa dianggap remeh. Mereka mampu mengimbangi tim lainnya melintasi Trans Kalimantan. Tim 2 terdiri dari Syaifuddin Sayuti, Rizky Dwi Rahmawan dan Nanang Diyanto. Sedangkan Rahab Ganendra, Kartika Eka H., dan Ang Thek Khun memperkuat Tim 4. Sedangkan Tim 5 diisi oleh Gapey Sandi, Arif Khunaifi dan Santo Rachmawan.
Hari Kedua : Sangatta – Miau Baru – Berau
Selasa (12/01) seluruh peserta dan kru DRE melanjutkan perjalanan dari Sangatta menuju Berau. Tak ingin tiba kemalaman di Berau, rombongan berangkat sejak jam 7 pagi. Rute hari kedua ini relatif panjang. Kampung Dayak Miau Baru menjadi titik transit kami. Selain beristirahat, di sana juga akan digelar acara CRS dari Datsun Indonesia. Lima jam kami habiskan di jalan dari Sangatta menuju Miau Baru (Muara Wahau). Pagi ini giliran Fajr Muchtar yang berada di balik kemudi. Saya menikmati perjalanan dengan mengabadikan pemandangan-pemandangan keren melalui kamera di gawai. Hamparan tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit sering kali kami jumpai sepanjang rute ini.
Selepas dari Kampung Dayak Miau Baru, perjalanan dilanjutkan kembali dengan tujuan akhir Tanjung Redeb, Berau. Kali ini kendali Datsun Go+ Panca saya yang pegang. Kondisi jalan secara umum cukup baik, bahkan di beberapa lokasi kami menjumpai ruas jalan yang baru atau sedang diaspal sehingga sangat mulus. Namun, jalan rusak dan berlubang serta tanah longsor juga sering kami temui. Di rute menuju Tanjung Redeb, kami mulai melintasi hutan lebat khas Kalimantan.
Pohon-pohon tinggi yang menjulang hingga puluhan bahkan ratusan meter terus mendampingi di kiri kanan jalan kami. Jalanan menanjak dan menurun dengan kecuraman cukup ekstrim juga mewarnai rute ini. Di hari kedua ini, saya dituntut untuk lebih konsentrasi dan sigap dalam menyetir. Jarak tempuh pun lebih jauh. Apalagi perjalanan sempat terhenti karena ada salah satu mobil panitia yang ketinggalan di hutan karena kehabisan bensin. Akhirnya RC memutuskan hanya satu mobil yang akan menjemput, sedangkan sisanya melanjutkan perjalanan ke Tanjung Redeb.
Saat itu hari mulai gelap. Namun, laju kendaraan justru kami pacu lebih kencang karena jalanannya relatif lebih bagus dan sepi. Hanya beberapa kali kami harus melakukan overtaking terhadap truk-truk yang melintas lebih lambat. Kewaspadaan dan kehati-hatian tetap menjadi prinsip utama yang dipegang. Koordinasi dan saling memberikan informasi melalui HT berjalan lebih baik ketimbang kemarin. Setelah enam jam lebih berkendara, akhirnya kami sampai di Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau. Meski hanya kota kecil, Tanjung Redeb cukup ramai. Senang rasanya bisa melihat kota lagi setelah berjam-jam melintasi hutan hujan tropis yang rimbun. Perjalanan darat DRE Kalimantan Etape 1 sejatinya berakhir di sini, namun petualangan seru masih menanti kami di hari-hari selanjutnya.
Hari Ketiga : Pulau Derawan
Di hari ketiga ini, risers hanya menggunakan Datsun Go+ Panca untuk menuju dermaga yang waktu tempuhnya hanya sekitar setengah jam dari hotel. Selanjutnya kami akan menggunakan speed boat menuju Pulau Derawan. Selama hampir dua jam kami berada di kapal, dengan separuh waktu tempuhnya dihabiskan untuk menyusuri Sungai Segah akhirnya kami sampai ke Pulau Derawan. KM Berau 3 yang membawa kami merapat ke dermaga Derawan Dive Resort.
Panitia langsung membagikan kamar untuk para risers. Tidak seperti Tim 2 hingga Tim 5 yang mendapatkan cottege di tepi pantai, kami dari Tim 1 justru ditempatkan di cottege di atas laut. Walaupun terpisah dari rekan-rekan yang lain setidaknya kami mendapatkan sensasi tinggal di atas laut. Dari beranda kamar kami terlihat jelas ikan-ikan yang berenang ke sana kemari. Selain itu, kamar kami juga paling dekat dengan restoran dan spot untuk snorkeling.
Dari gosong karang, para risers melanjutkan ke lokasi snorkeling yang berada tidak jauh dari kamar saya. Bukan hanya risers, sejumlah kru dan rekan-rekan jurnalis juga ikutan snorkeling. Begitu pun dengan Pak Jasmine Lendang (salah satu dari dua polisi yang mengawal kegiatan DRE Kalimantan) yang tak mau ketinggalan nyemplung ke laut. Saya sendiri malah tidak ikutan. Ada juga beberapa risers lain yang memilih hanya melihat dari atas. Ada yang bilang, “Ngapain jauh-jauh ke Derawan kalau tidak snorkeling atau diving?” Sayangnya, saya tidak bisa berenang dan pernah trauma tenggelam sehingga mungkin memiliki aquaphobia. Meski begitu saya tidak menyesal karena keindahan di Pulau Derawan tetap bisa saya nikmati tanpa harus snorkeling.
Hari Keempat : Pulau Kakaban – Tanjung Redeb
Aktivitas di pagi hari diwarnai dengan berburu gambar matahari terbit. Sayangnya, awan beriring persis ada di sebelah timur sehingga agak menghalangi pemandangan sunrise. Selepas sarapan pagi, rombongan DRE langsung check out dan menuju Pulau Kakaban. Para risers yang berniat snorkeling sengaja memilih tidak mandi dulu. Sekitar 50 menit kami diantar oleh KM Berau 3 menuju Pulau Kakaban. Ombak pagi ini lumayan lebih terasa dibanding waktu kami berangkat ke Derawan.
Danau Pulau Kakaban merupakan danau air payau yang terbentuk dari proses geologis jutaan tahun. Danau Kakaban telah ditetapkan sebagai kawasan warisan dunia (World Heritage Area) pada tahun 2004 oleh UNESCO. Di dalamnya terdapat spesies unik, salah satunya adalah ubur-ubur yang tidak menyengat dan tidak beracun. Wisatawan yang snorkeling ke sini bisa bermain dengan ubur-ubur tersebut tanpa harus takut tersengat. Namun, agar tidak membahayakan biota di sana maka tidak diperkenankan menggunakan fin pada saat snorkeling.
Panitia mengalokasikan waktu dua jam untuk para riser menikmati keindahan Pulau Kakaban. Kami juga dipesankan agar tepat waktu. Dikhawatirkan air laut mulai surut sehingga kapal tidak bisa bersandar menunggu kami dermaga. Jika itu yang terjadi, maka kami harus berenang menuju kapal. Nah, karena saya paranoid maka saya bergegas turun lebih dulu bersama seorang risers lain yang juga tidak menyelam. Gegara duluan ke kapal, saya sampai tidak sempat makan siang yang dibagikan di dekat danau setelah rekan-rekan yang snorkeling selesai.
Siang itu petualangan kami di Kepulauan Derawan (Pulau Derawan dan Pulau Kakaban) selesai. Masih menggunakan speed boat yang sama kami kembali ke Tanjung Redeb. Berita tragedi bom di Jalan MH Thamrin Jakarta, sedikit memengaruhi suasana hati kami, sehingga sepanjang perjalanan ke Tanjung Redeb kami tidak lagi bercanda seperti biasanya. Sesampainya di dermaga, Datsun Go+ Panca sudah menjemput kami untuk menuju hotel. Acara selanjutnya adalah pengumuman pemenang tim terbaik, yang penilaiannya diambil dari foto, video dan tulisan yang kami unggah ke Kompasiana maupun media sosial lainnya. Alhamdulillah, Risers 1 terpilih sebagai tim terbaik kedua. Sedangkan tim terbaik pertama jatuh ke Risers 5.
Hari Kelima : Berau – Balikpapan – Jakarta
Petualangan kami lima hari di Pulau Borneo akhirnya selesai. Jumat (15/01), kami akan kembali ke rumah masing-masing membawa pulang sejuta kenangan indah. Saya tidak mau membuang kesempatan terakhir menggunakan Datsun Go+ Panca hari ini, yaitu dalam perjalanan dari hotel menuju Bandara Kalimarau, Berau. Setelah sempat mampir ke pusat oleh-oleh, kami pun sampai di Bandara Kalimarau yang terbilang cukup mewah untuk kota kecil seperti Berau.
Untuk menuju Jakarta, kami harus transit dulu di Balikpapan. Penerbangan dari Berau ke Balikpapan menggunakan pesawat Bombardier CRJ 1000. Sudah lama saya ingin naik pesawat tersebut namun belum kesampaian karena memang tidak banyak rute yang menggunakan pesawat jet berbadan ramping tersebut. Keinginan saya akhirnya kesampaian dalam perjalanan kali ini. Hanya 45 menit waktu tempuh dari Berau ke Balikpapan. Dua jam menunggu di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, kami kemudian melanjutkan penerbangan ke Jakarta. Pada pukul 19.30 WIB pesawat Boeing 737-800 NG mendarat mulus di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Setelah saling mengucapkan salam perpisahan di terminal kedatangan, para risers melanjutkan perjalanan menuju rumah masing-masing.
Perjalanan yang Menginspirasi
Datsun Risers Expedition Kalimantan Etape 1 telah berakhir. Kenangan yang tertinggal rasanya tidak akan hilang sepanjang masa. Tidak salah kalau Datsun Indonesia mengklaim DRE sebagai perjalanan yang inspiratif. "Jadilah Sang Petualang yang Gigih Membangkitkan Inspirasi", demikian tagline yang terpampang di laman resmi Datsun Risers Expedition. Bagi para risers, banyak pengalaman berharga yang bisa dipetik dari perjalanan panjang ini. Beberapa di antaranya akan saya bagikan untuk rekan-rekan pembaca.
Pertama, solidaritas. Rasa saling memiliki dan membutuhkan secara tidak langsung tertanam betul di antara para risers. Komunikasi –meskipun melalui media radio panggil/HT—menjadi kunci bagi keselamatan kami. Setiap mobil bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang valid bagi mobil yang di belakangnya. Pada saat hendak menyalip, kami harus menunggu dulu info yang diberikan oleh mobil di depan. Seiring berjalannya waktu, komunikasi semakin mulus dan rasa saling percaya (trust) pun kian terbangun.
Kedua, cinta tanah air. Kita mungkin sudah bosan mendengar orang yang bilang betapa kayanya negeri kita Indonesia. Kita harus melihat dengan mata kepala sendiri kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, salah satunya di Kalimantan. Melalui perjalanan DRE, saya berkesempatan melihat langsung bagaimana keserakahan manusia mengeruk kekayaan alam di Kalimantan khususnya batu bara. Hamparan kelapa sawit sedemikian luas juga merisaukan saya akan keberlanjutan alam di Kalimantan. Kalau bukan kita yang menaruh perhatian, siapa lagi?
Ketiga, mengakui kebesaran Tuhan. Setiap mau mengawali perjalanan, kami tidak pernah lupa memulainya dengan doa. Prinsip safety riding memang menjadi prioritas dalam perjalanan ini, namun kami sepenuhnya menyadari bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan kami dari segala macam bahaya selain Tuhan. Melihat langsung keindahan alam di Kalimantan, khususnya hutan hujan tropis yang lebat serta Kepulauan Derawan, juga semakin membuat saya merasa ‘kecil’ dibanding kebesaran-Nya.
Melalui DRE, Datsun juga berharap bisa menularkan inspirasi ke siapa saja yang dilalui sepanjang perjalanan ini. “Kami berharap Datsun Risers Expedition bukan hanya menjadi perjalanan yang inspiratif bagi para risers, tetapi sekaligus bisa memberi inspirasi kepada adik-adik di sini," ungkap Indriani Hadiwijaya. Pernyataan wanita yang biasa dipanggil Bu Indri tersebut nyata-nyata terbukti. Kami sedikit terharu saat mengetahui anak-anak SD di Miau Baru sangat terkesan dengan kedatangan kami. "Beberapa di antara mereka bahkan meminta nomor telepon kami," cerita Santo Rachmawan soal pengalamannya pada saat acara CSR.
Pulau Kalimantan tidaklah asing bagi saya. Nenek -dari garis ibu--saya adalah orang Balikpapan. Saya sendiri pernah berkunjung ke Balikpapan sekitar sepuluh tahun lalu. Beberapa saudara masih ada di sana, sehingga bukan tidak mungkin saya akan menyambangi kembali Borneo. Namun, melintasi Trans Kalimantan dengan mengendarai mobil sendiri rasanya tidak akan datang kesempatan kedua bagi saya. DRE Kalimantan Etape 1 ini merupakan perjalanan sekali seumur hidup yang akan saya kenang dan ceritakan ke anak cucu kelak.
Melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk Datsun Indonesia, Kompas.com dan Kompasiana. Tak lupa pula untuk seluruh kru, mekanik, polisi, rekan-rekan media serta semua pihak yang terlibat dan membantu terselenggaranya DRE Kalimantan Etape 1. Tidak ketinggalan juga kepada semua teman-teman risers, baik dari Kompasiana maupun 'tiga srikandi' dari NMI. Semoga perjalanan Etape 2 & 3 di Kalimantan lancar dan tetap menebar inspirasi.
Datsun Risers Expedition, Go!!!
Jakarta, 18 Januari 2016
*Bagi rekan-rekan Kompasianer dan pembaca lain yang ketinggalan cerita detail hari per hari, sila buka link di bawah ini :
Asyiknya Ngebejek Gas Datsun Go+ Membelah Belantara Borneo
Selangkah Lebih Dekat Menuju Derawan
Menikmati Keindahan Derawan ala Orang Aquaphobia
Pulau Kakaban dan 'Si Cantik yang Tersembunyi'
Cantiknya Hotel Cantik Swara Tanjung Redeb
Serasa Naik Jet Pribadi dari Berau ke Balikpapan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H