Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menggagas Pekalongan sebagai Kota Cerdas

4 Mei 2015   11:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:24 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


“Kota cerdas bukan semata soal otomatisasi, ICT dan gadget. Jadi, tak ada jaminan bahwa kota yang memiliki e-procurement, e-government, e-budgeting dan e-e (baca: i-i) lainnya adalah sebuah kota yang cerdas,” demikian lugas Adi Munandir , perwakilan dari Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam acara Kompasiana Nangkring bertajuk “Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015”, Sabtu (25/4, di Kafe Pisa Mahakam, Jakarta Selatan. Pria kelahiran 1981 itu juga menegaskan bahwa kota cerdas (smart city) tidak sekadar digital city.

[caption id="attachment_381731" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : Presentasi narasumber dari PGN"]

1430713951387121687
1430713951387121687
[/caption]

Senada dengan pernyataan tersebut, Ignatius Kristanto Hadisaputro, Manajer Litbang Kompas juga menegaskan batasan kota cerdas dalam proyek Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015. Menurutnya, sebuah kota dianggap cerdas manakala bisa menyelesaikan problemnya secara sendiri secara cepat dan berkelanjutan. “Teknologi tentu saja menjadi alat (tools) yang sangat penting. Akan tetapi, fokusnya adalah pada seberapa besar teknologi membantu konektivitas antara semua aktor (stakeholders) di kota,” kata Kris.

Dengan demikian, kota cerdas mustahil terwujud jika hanya mengandalkan pemerintah. Hal ini sejalan dengan semangat good governance yang menempatkan sektor swasta dan masyarakat sebagai aktor penting selain pemerintah. Partisipasi aktif dari semua pihak menjadi prasyarat mutlak tata kelola pemerintah yang baik.

Kolaborasi antara Kompas, ITB dan PGN mulai tahun ini berusaha mengukur seberapa siap kota-kota di Indonesia menuju ke arah smart city. Tri Agung Kristanto, Kepala desk Nusantara Harian Kompas, menuturkan dari 98 kota di Indonesia, 93 di antaranya akan diikutsertakan dalam IKCI 2015.

“Semoga tahun-tahun berikutnya kami juga bisa melakukan hal serupa untuk kabupaten,” kata Mas Tra, demikian beliau biasa disapa. Penjelasan alumnus Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM itu sekaligus menjawab kritik yang disampaikan peserta Kompasiana Nangkring soal kabupaten yang tidak ikut dinilai. Seperti kita ketahui, saat ini di Indonesia jumlah kabupaten mencapai 415.

Aspek ekonomi, sosial, tata kelola dan lingkungan akan menjadi fokus utama pengukuran IKCI 2015. Dari seluruh kota yang telah dinilai, akan diambil 15 besar dengan menglasifikasikan ukuran kota (besar, sedang, dan kecil). Setiap kategori akan diwakili oleh lima kota. Selanjutnya hanya akan ada satu kota terbaik di masing-masing kategori. Selama penilaian berlangsung, Harian Kompas juga akan menampilkan peliputan seluruh kota tersebut yang ditargetkan akan selesai pada Juli 2015.

Kenapa Bukan Jakarta?

Sebelum datang ke acara Kompasiana Nangkring, sejujurnya saya sudah sesumbar bahwa Jakarta jelas unggul kalau bicara soal smart city. Kalaupun ada yang bisa menyaingi atau malah menandingi ya mungkin Bandung. Namun, penjelasan para narasumber di acara tersebut serta merta memutarbalikkan pemahaman saya akan kota cerdas. Pada umumnya kota-kota di Indonesia, termasuk Jakarta terjebak pada isu-isu teknologi atau digitalisasi saat mencanangkan menjadi kota cerdas. Selain itu, kelima kota di Jakarta yang hanya administratif tentu saja membuat perbandingan menjadi tidak apple to apple dengan 93 kota lain di Indonesia yang merupakan daerah otonom. Atas dasar itu pula Kompas-ITB-PGN hanya akan menilai 93 kota. So, dengan berat hati terpaksa Jakarta dipinggirkan sesaat. Saya justru ingin menjagokan Pekalongan sebagai salah satu kandidat peraih anugerah Kota Cerdas.

Kenalan Dulu Sama Pekalongan

Pekalongan adalah kota di pesisir utara yang masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Kota ini relatif tidak terlalu besar, luasnya hanya sekitar 45 km2. Pekalongan identik dengan batik. Tidak seperti kota-kota yang industri batiknya sudah kolaps, di Pekalongan justru masih eksis. Pemerintah Kota Pekalongan kemudian berinisiatif menjadikan “World City of Batik” sebagai branding.

Komitmen tersebut terbayar lunas saat UNESCO menetapkan Pekalongan sebagai Kota Kreatif pada 1 Desember 2014. Penghargaan ini diberikan karena Pekalongan berhasil mengembangkan konsep pengembangan potensi daerah melalui beragam cara kreatif. Selain penghargaan tersebut, berbagai prestasi lain yang ditorehkan Pekalongan selama kurun waktu lebih kurang satu dekade terakhir. Semoga IKCI 2015 melengkapi kesuksesan Pekalongan.

[caption id="attachment_381720" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : Bappeda Kota Pekalongan"]

143071251841910623
143071251841910623
[/caption]

[caption id="attachment_381723" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : Bappeda Kota Pekalongan"]

14307126891600697743
14307126891600697743
[/caption]

Berikut ini sejumlah alasan mengapa Pekalongan pantas diunggulkan sebagai kandidat Kota Cerdas :

Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

“Jauh sebelum pemerintah pusat melakukan moratorium penerimaan PNS, Pekalongan sudah lebih dulu sejak 2007,” kata Walikota Pekalongan, dr. H. Basyir Ahmad, Selasa (14/4) di ruang kerjanya.  Keputusan untuk menyetop sementara rekrutmen pegawai tidak diambil tanpa perhitungan. Sang Wali Kota memiliki perhitungan berapa rasio ideal antara pelayan publik dibanding jumlah warga yang dilayani.

Kebijakan lain yang ia lakukan adalah penggunaan teknologi informasi (TI) dalam pemerintahan. Tidak gembar-gembor bicara soal e-government, namun nyata dipraktekkan. Disposisi dari pimpinan kepada bawahan dilakukan melalui surat elektronik (surel), sehingga memangkas waktu.

Prinsip “miskin struktur, kaya fungsi” benar-benar diterapkan di Pemkot Pekalongan. Implikasinya adalah dimergernya sejumlah dinas teknis, sehingga mengurangi jumlah jabatan struktural dan kebutuhan turunannya. Jangan heran kalau Anda main ke Museum Batik di Pekalongan lantas dilayani oleh petugas berseragam biru khas Dinas Perhubungan, karena museum berada di bawah Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan.

Penyederhanaan kelembagaan juga dilakukan dengan mengurangi Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari 57 menjadi tinggal 5 saja. Tak cukup sampai di situ, mulai tahun 2015 ini Pekalongan akan memerger sejumlah kelurahan sehingga akan menjadi 27 dari sebelumnya 47 kelurahan. Sebuah anomali di saat banyak daerah lain justru melakukan pemekaran.

14307127541044534460
14307127541044534460

Demi mendukung transformasi pemerintahan di Pekalongan, Wali Kota mengambil langkah berani dengan mengganti logo daerah yang biasanya dianggap ‘sakral’. Desain logo baru ini cukup futuristik dan jauh dari kesan jadul.

Pemkot Pekalongan juga mungkin satu-satunya pemerintah daerah di Indonesia yang telah bermigrasi ke layanan free open source system pada 2011. Berkat kebijakan ini, pengadaan komputer di Pemkot Pekalongan bisa lebih murah karena tidak menggunakan Operating System berbayar keluaran Windows. “Kami adalah kota yang merdeka dari jajahan Windows,” sebut Pak Basyir bernada bercanda. Bukan hanya untuk OS melainkan berbagai aplikasi lain juga memaksimalkan software gratisan. Pemkot juga mendorong inovasi-inovasi pembuatan aplikasi khusus sesuai kebutuhan, misalnya di bidang kependudukan, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain

Telecenter untuk Warga

Suka tidak suka, perkembangan teknologi digital harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan warga. Demikian pertimbangan Pemkot Pekalongan saat menggulirkan program Telecenter, yaitu penyediaan fasilitas komputer beserta jaringan internet di setiap RW di Kota Pekalongan. “Biar masyarakat melihat dunia, dan dunia melihat masyarakat,” kata Wali Kota yang masih menjalani praktek dokter sampai sekarang.

Dengan adanya Telecenter, Wali Kota berharap masyarakat bisa memanfaatkan internet sebagai ajang promosi usaha batiknya. Selain di tiap RW, Telecenter juga disediakan di Museum Batik, pasar dan sejumlah titik lain di Kota Pekalongan. Pemkot juga berusaha menyambungkan seluruh kantor pemerintahan dengan jaringan fiber optik.

Ekonomi Kreatif

Kota Pekalongan ditetapkan sebagai Kota Kreatif oleh UNESCO pada 1 Desember 2014. Penghargaan kota kreatif diberikan karena Pekalongan berhasil mengembangkan potensi daerah melalui beragam cara kreatif. Pekalongan mendapatkan predikat kota kreatif kategori kerajinan dan kesenian rakyat (craft and folk art). Penghargaan ini menempatkan Pekalongan sejajar dengan kota-kota lain di dunia. Langkah menuju kota kreatif adalah buah dari strategi pembangunan yang didukung oleh segenap stakeholder. Sejumlah kebijakan diarahkan untuk mendukung pengembangan ekonomi kreatif (khususnya industri batik) antara lain :

1.Pembangunan Kampung Batik

Di kota Pekalongan kita bisa menjumpai tidak hanya sentra pemasaran batik, tetapi juga basis produksinya. Pemerintah kota memfasilitasi pembangunan kampung batik di antaranya di wilayah Kauman, Pesindon, Pasirsari, Kradenan, Buaran, Jenggot dan Banyuurip. Selain itu, ada juga Kampung Canting yaitu sentra pembuatan canting (baik tulis maupun cap).

2.Pendirian Museum Batik

Untuk menggali, melestarikan dan mengembangkan batik sebagai warisan budaya bangsa Indonesia maka didirikanlah museum batik nasional di Kota Pekalongan. Museum yang berada di kawasan Jetayu ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 Juli 2006. Museum ini sejak awal diniatkan sebagai pusat data dan informasi mengenai batik; sebagai pusat riset dan pengembangan desain batik, perpustakaan dan acuan dalam seluruh hal-hal perbatikan, serta mengoleksi berbagai batik klasik, kawasan dan kontemporer. Di sini juga kita bisa belajar membatik.

14307130961403152802
14307130961403152802


3.Batik Masuk Kurikulum

Untuk mengilmiahkan batik supaya berkembang secara profesional bukan hanya secara turun temurun, maka dibukalah program studi Ilmu Batik (di sejumlah universitas dan politeknik), SMK Batik, dan menempatkan batik sebagai muatan lokal pendidikan mulai dari SD sampai SMA.

4.Penyelenggaraan Pekan Batik Internasional dan Pekan Batik Nusantara

Untuk membumikan batik di seantero nusantara dan dunia, Pemkot Pekalongan bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Batik menyelenggarakan agenda tahunan yaitu Pekan Batik Nasional di tahun genap dan Pekan Batik Internasional di tahun ganjil. Event ini diselenggarakan untuk mengapresiasi batik sebagai produk budaya yang adiluhung yang perlu dilestarikan sepanjang masa.

Kesehatan Menjadi Prioritas

Sebagai seorang dokter, Basyir Ahmad paham betul soal isu kesehatan. Saat baru dilantik menjadi Wali Kota ia merasa miris karena kotanya tidak memiliki Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sendiri. Ia pun bergegas membangun RSUD Bendan yang akhirnya diresmikan pada 2009. Dari awalnya berstatus RSUD tipe D, kini sedang dalam tahap menuju tipe B dengan berbagai fasilitas unggulan.

Kalau hanya mengandalkan satu RSUD, bisa dipastikan pelayanan kesehatan tidak sebanding dengan jumlah warga. Oleh karena itu, dilakukan pula revitalisasi Puskesmas. Seluruh Puskesmas da di Pekalongan merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), yang berada di bawah satu holding. Dengan begitu, Puskesmas bisa mandiri alias self sustain dalam hal pembiayaan.

Tidak ada cerita Puskesmas di awal tahun kehabisan obat karena anggaran belum cair. Bahkan, tenaga kesehatan non-PNS jumlahnya lebih banyak daripada petugas PNS. Tentu saja gaji mereka tidak dibiayai dari APBD. Pengelolaan yang akuntabel membuat sektor kesehatan menjadi potensi dalam keuangan daerah. Percaya tidak percaya, kontribusi RSUD Bendan dan BLUD Puskesmas saat ini paling besar dibanding potensi dari sektor lain.

Satu hal lagi yang membuat kita pantas ‘angkat topi’ untuk Wali Kota adalah keputusannya melarang reklame rokok di Pekalongan. Jangan harap ada satu pun iklan rokok terpampang di billboard di sana. “Saya hanya ingin melindungi generasi muda. Kemarin petinggi PT. ******** (sensor) sempat telepon saya protes, dalam hati saya bilang emang gue pikirin,” ucap dr. Basyir serius.

Memberdayakan Masyarakat Bukan Memperdaya

Sumber daya manusia sesungguhnya adalah aset terbesar yang dimiliki sebuah kota. Aspek ini sering dilupakan karena terbuai dengan kekayaan fisik (alam) maupun teknologi. Oleh karena itu, kota cerdas adalah kota yang memberi tempat layak bagi partisipasi publik untuk bersama-sama mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik.

Kota Pekalongan sangat memahami hal tersebut. Salah satu program unggulan mereka adalah Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK). Bentuk kegiatannya adalah dengan memberikan hibah kepada masyarakat. Uangnya digunakan untuk merevitalisasi kawasan permukiman sesuai kebutuhan warga setempat.

“Kalau uang Rp.100 juta kami kasih ke masyarakat, di lapangan bisa jadi Rp.120 juta karena uang tersebut menjadi stimulan bagi warga untuk terlibat aktif. Sedangkan kalau anggaran itu kami serahkan kepada pihak ketiga (baca: kontraktor swasta) untuk mengerjakannya, paling-paling hanya Rp. 60 juta yang digunakan untuk kegiatan tersebut,” ungkap Pak Wali Kota.

1430713359905025570
1430713359905025570

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, lokasi-lokasi PLPBK memang relatif tertata baik. “Karena memang mereka sendiri yang paling tahu apa kebutuhannya,” dr. Basyir menambahkan. Masyarakat juga relatif memiliki perasaan memiliki (sense of belonging) yang lebih tinggi terhadap lingkungan, sehingga dengan sukarela merawatnya.

Salah satu contoh sukses pembangunan kawasan berbasis masyarakat adalah Binatur River Walk. Area sempadan sungai yang sebelumnya kumuh ‘disulap’ menjadi bersih dan indah. Kesadaran masyarakat terbangun karena kini kali tersebut bukan lagi halaman belakang mereka tetapi menjadi beranda depan.

Pemikiran yang nyaris sama juga diterapkan dalam hal penanggulangan kemiskinan. “Yang bisa menyelesaikan masalah kemiskinan ya orang miskin itu sendiri dibantu oleh warga di lingkungannya,” sebut Wali Kota keturunan Arab ini. Landasan hukum pun disiapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat. Intinya, program ini difokuskan pada lima sasaran yaitu pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, infrastruktur lingkungan dan kapasitas kelembagaan masyarakat.

Poin penting dari berbagai kebijakan terkait pemberdayaan ada dua. Pertama, pengembangan kapasitas masyarakat (to give people ability). Kedua, pendelegasian kewenangan kepada masyarakat (to give people authority). Dengan dua prinsip dasar itu, pemberdayaan masyarakat benar-benar membuat masyarakat menjadi berdaya bukan justru memperdayakan.

[caption id="attachment_381728" align="aligncenter" width="560" caption="sumber : Bappeda Kota Pekalongan"]

143071344874233722
143071344874233722
[/caption]

Demikianlah sejumlah aspek yang layak dikedepankan manakala kita berbicara tentang  Pekalongan sebagai salah satu kandidat kota cerdas. Mengacu pada parameter yang dibuat Kompas, ITB dan PGN, level kematangan kota cerdas dibagi ke dalam lima tingkatan. Pertama, Ad Hoc, yaitu jika belum ada inisiatif kota untuk berkembang lebih baik. Kedua, initiative, yaitu kota mulai memiliki inisiasi melalui inovasi smart city meskipun parsial. Ketiga, Scattered, di mana kota mulai intensif menerapkan smart city. Keempat, integrative, pada saat komponen smart city mulai terintegrasi. Dan kelima, Smart, terintegrasi secara ekosistem dan ubiquitous.

Pengukuran yang valid dibutuhkan untuk dapat menetapkan ada di level mana Kota Pekalongan. Dan tugas tersebut akan dilakukan oleh tim IKCI 2015. Tulisan ini --sebagaimana judulnya-- dimaksudkan untuk memberi gambaran bagaimana Pekalongan sedang bertranformasi menuju kota cerdas. Apresiasi layak diberikan kepada dr. H. Basyir Ahmad, Wali Kota Pekalongan yang selama dua periode kepemimpinannya (2005-2015) mampu menggagas sejumlah inovasi. Langkah awal yang ia lakukan akan menjadi pondasi cukup penting bagi penerusnya kelak untuk melanjutkan pembangunan kota Pekalongan.

Referensi :

Foto dan grafis dari buku " Best Practice Kota Pekalongan Inspirasi Kemajuan Pembangunan Indonesia", cetakan tahun 2014

Wawancara langsung dilakukan dengan Wali Kota Pekalongan, dr. H. Basyir Ahmad pada hari Senin (13/4) dan Selasa (13/4) di ruang kerja beliau.

14307147941729951778
14307147941729951778

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun