Mohon tunggu...
Intan DM
Intan DM Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Lakukan apa pun yang kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Rumah Nenek

14 Oktober 2023   22:26 Diperbarui: 14 Oktober 2023   22:30 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada suatu malam riuh orang mengitari kampung. Mereka sibuk dengan tugasnya masing-masing. Namun, di samping menjalankan tugas menjaga desa mereka juga menyempatkan untuk bertukar cerita. Tawa yang keras menyatu dengan malam yang hening. Sampai mata pun sulit untuk dipejamkan.

Gadis kota itu bangun dari ranjang tempat ia tidur. Lampu rumah sudah padam semua. Ia meraba-raba, memegang tembok dingin untuk mencari sakelar lampu.

"Jam sebelas," gumam Celia.

Tolong! Tolong!

Sayup-sayup gadis itu mendengar ada suara yang sedang meminta tolong. Suara itu adalah suara perempuan dan terdengar sangat jauh. Lantas, ia pun berjalan ke arah dapur untuk memastikan suara siapa itu.

Matanya mengamati sekeliling, tetapi tidak ada siapa-siapa di dapur. Ia pun pergi ke pintu belakang. Mungkin saja orang itu ada di luar rumah.

Ia pun berpikir sebentar mengingat kembali awal mula ia mendengar suara itu.

"Tadi 'kan suaranya kedengeran jauh, gak mungkin kalo ada di rumah ini," pikir Celia. Ia pun langsung menutup kembali pintu belakang.

Tak peduli lagi dengan suara itu, ia pun kembali ke kamarnya. Bisa tak bisa, ia mencoba untuk tidur malam ini.

***

Teriakan seseorang menggema di telinga. Lampu kamar yang tadinya menyala sudah dimatikan oleh orang itu. Celia tampak terpaksa membuka matanya dengan melontarkan celotehan yang tak jelas.

"Ayo bangun, Lia! Mama mau ke pasar," kata Wulan.

"Hmm ... iya, eh! Jam segini kok ke pasar?" Celetuk Celia.

"Apanya yang jam segini, ini udah jam tujuh." Wulan pergi meninggalkan Celia yang masih duduk di ranjang.

Gadis itu menatap jam dinding yang tertempel di tembok bercat putih. Ia pun beranjak dari tempatnya dan segera keluar dari kamar.

"Ma! Mama!" panggil Celia, tetapi tidak ada jawaban dari Wulan.

"Nek! Nenek!" Hal yang sama pun juga terjadi. Sepertinya mama dan neneknya sudah pergi ke pasar.

"Baru juga tadi keluar dari kamar, masa udah pergi ke pasar, cepet banget."

Celia tak ambil pusing dengan hal itu. Ia pun pergi ke belakang untuk mandi. Namun, pandangannya tertuju pada meja makan yang sudah penuh dengan makanan.

"Baru ke pasar, tapi udah masak banyak gini?"

Tak ambil pusing lagi, gadis itu pun pergi menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Setelah mengalami banyak hal di pagi hari, Celia pun berniat untuk pergi jalan-jalan. Dengan pakaian yang sudah rapi, ia keluar dari rumah sendirian.

Tak banyak orang yang berlalu-lalang membuat jalanan sedikit sepi. Gadis itu menikmati setiap pemandangan yang ia lihat. Sejuk dan rimbun, itulah kesan utama di kampung ini. Ia sangat menyukai momen seperti ini. Karena hanya pada saat libur sekolah ia bisa mengunjungi neneknya.

Dari kejauhan ia bisa melihat seseorang sedang berjalan ke arahnya. Semakin dekat, ternyata orang itu adalah Wulan.

"Mau ke mana, Ya?" tanya Wulan.

"Jalan-jalan, oh iya, Mama jajan apa di pasar?" tanya Celia kegirangan karena mendapati Wulan yang habis pulang dari pasar.

"Mama gak ke pasar."

Celia bingung dengan jawaban mamanya itu. Padahal, jelas-jelas tadi Wulan membangunkan dia dan berpamitan untuk pergi ke pasar.

"Tadi Mama bilang mau ke pasar sama Nenek."

"Enggak, Mama cuma ke warung, ini!" ucap Wulan sambil menunjukkan kantong plastik berisi sayuran.

"Lagian ngapain juga Mama ke pasar sama Nenek, Nenek 'kan kakinya lagi sakit."

"Oh iya!" batin Celia.

Gadis itu baru sadar kalau neneknya tidak bisa berjalan. Karena terpeleset di pematang sawah yang menyebabkan kakinya terkilir.

"Berarti Mama belum masak?"

"Belumlah."

"Hah?"

"Kamu kenapa?" tanya Wulan saat melihat ekspresi bingung putrinya.

"Enggak apa-apa." Celia tak mengatakan cerita yang sebenarnya. Karena ia juga bingung dengan keadaan ini. Ia pun ikut pulang dengan Wulan.

Celia sedang berada di dapur bersama Wulan. Ia disuruh untuk mengiris bawang untuk dijadikan bumbu untuk menumis kangkung.

"Mama ngerasa ada yang aneh gak?" tanya Celia tiba-tiba.

"Aneh apa?"

Celia tak menjawab. Ia bingung bagaimana mengatakannya kepada Wulan.

"Aneh apa, Ya?" tanya Wulan lagi.

"Enggak, ini bawang sama cabenya." Gadis itu memberikan irisan bawang dan cabai yang berada di talenan.

Celia berpikir untuk menemui neneknya. Ia ingin bercerita tentang kejadian yang ia alami tadi. Tanpa bilang ke Wulan, gadis itu melenggang pergi menuju ke kamar neneknya.

"Nek?"

"Celia? Udah sarapan?"

"Belum, Nek, Mama lagi masak."

Gadis itu duduk di tepi ranjang. Ia melihat neneknya yang tak bisa melakukan apa pun.

"Ehmm ... Nek, aku mau cerita," ucap Celia. Ia tak melanjutkan ucapannya sebelum mendapat persetujuan dari neneknya.

"Cerita apa?"

"Tadi aku dibangunin sama Mama dan Mama bilang mau ke pasar sama Nenek, tapi pas aku keluar aku liat Mama dan ternyata Mama gak ke pasar cuma ke warung dan Nenek 'kan lagi sakit jadi gak mungkin ikut pergi. Gak cuma itu, Nek, pas aku mau mandi aku liat di meja makan udah banyak makanan, trus aku tanya ke Mama ternyata Mama belum masak. Aneh 'kan, Nek? Jadi, siapa yang masak? Dan ... siapa yang bangunin aku?" Celia tampak cemas, sebelumnya ia tak pernah mengalami kejadian aneh ketika berkunjung ke rumah neneknya. Tetapi, kenapa sekarang ia mendapat pengalaman pelik ini?

Giyanti menatap cucunya dengan raut wajah yang sedih. Ia tampak menyembunyikan sesuatu.

"Nek?" panggil Celia.

Giyanti masih terdiam sebelum mengeluarkan kata untuk menjawab.

"Gak apa-apa, mungkin kamu kecapean aja," ucap Giyanti menenangkan cucunya.

"Aku gak kecapean, Nek! Nenek kayaknya nyembunyiin sesuatu, deh!" celetuk Celia.

"Nyembunyiin apa?"

"Enggak tau, tapi Nenek kayak tau apa gitu!" kesal Celia yang tak mendapatkan jawaban apa-apa dari Giyanti.

"Udah-udah, ayo kita sarapan, mama kamu pasti udah nunggu."

Celia membantu neneknya untuk bangun dari ranjang. Ia tampak tak ceria dengan wajah yang cemberut itu.

Dari ujung ke ujung banyak debu yang menempel pada benda-benda yang tersusun rapi di tempatnya. Dipastikan tak ada satu pun orang yang membersihkan rumah ini. Karenanya, dengan senang hati Celia membantu membersihkan dan merapikan seisi rumah neneknya, dengan Wulan tentunya.

Celia diberi tugas untuk merapikan ruang tamu dan keluarga. Ia mengelap debu-debu yang tertempel di sofa dan meja. Tak ketinggalan juga foto-foto yang tertempel di dinding pun ia bersihkan menggunakan kemoceng. Karena letaknya yang terlalu tinggi ia pun menaiki salah satu sofa.

"Kotor banget," gumam Celia.

Ia pun beralih pada bingkai foto yang terletak di atas meja. Dengan hati-hati, ia mengambil foto itu dengan tangan kanannya. Tampak jelas wajah seorang wanita tercetak di foto tersebut. Gadis itu sangat tahu siapa wanita itu.

Celia menghentikan tangannya yang sedang mengelap bingkai foto. Ia teringat kenangan dulu dengan wanita yang ada di foto tersebut. Almida, seorang tante yang sangat baik. Almida sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri.

Waktu itu ketika masih SD, gadis itu bersekolah di kampung dan kedua orang tuanya bekerja di kota. Almida-lah yang merawatnya dulu. Almida telah berkeluarga dan tinggal serumah dengan Giyanti. Meskipun itu, Almida tidak membeda-bedakan Celia dan putrinya. Ketika ia sudah lulus SD, ia pun pindah ke kota bersama kedua orang tuanya. Satu bulan ia di kota dan tiba-tiba mendapat kabar bahwa tantenya, Almida mengalami kecelakaan bersama suami dan putrinya. Dan yang paling mencengangkan adalah satu keluarga itu tidak ada yang selamat. Hancur hati gadis itu seketika. Ia tak menyangka dan tak pernah berburuk sangka semua itu akan terjadi.

Gadis itu mengusap-usap pelan bingkai itu, lalu meletakkan kembali di atas meja.

"Makasih Tante," ucap Celia sambil tersenyum manis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun