Dengan nafas terengah-engah, Saka menyingkirkan sepedanya asal tak peduli di pekarangan rumahnya yang sudah penuh asap hitam itu. Ia segera mencari sang ibu, berharap ibunya tak apa. Nafasnya ia hembuskan dengan lega, setelah menahannya lama. Ibunya terlihat masih berusaha menyelamatkan barang-barang berharga di rumah itu.
"Bu! kenapa masih disini?!" bergegas Saka menghampiri ibunya berusaha membantu membawa barang-barang itu, karena ia tahu ibunya akan memaksa untuk membawa itu semua. Dengan cepat keduanya berlari keluar rumah, mendapati sebuah mobil milik tetangganya baru ingin berangkat. Saka yang melihat itu langsung meminta tolong kepada tetangganya untuk menampung mereka pula.
Satu langkah ia memasuki mobil, sosok gadis yang selalu menunggunya itu terlintas dalam ingatannya.Â
"Saka! cepat masuk"
Saka berpikir sejenak sebelum menyuruh mereka jalan terlebih dahulu. Tanpa mempedulikan bahaya yang menunggunya, lelaki itu terus berlari masuk ke dalam hutan yang sudah menjadi lautan api. Tak akan pernah ia membiarkan hidup teman pertamanya berakhir karena keserakahan manusia. Pandangannya terus mencari sesosok itu, menghiraukan hawa panas disekitarnya. Keringatnya sudah bercucuran, penglihatannya sudah berkunang-kunang karena menghirup asap yang begitu banyak. Namun ia tetap memaksakan dirinya hingga mencapai air terjun, setidaknya ia tak akan terbakar habis disana.
"REA!!!"
Tak ada jawaban.
"REAA!!!!"
Masih nihil.
"RE-"
"Saka.." suara yang dinanti sang adam berhasil terdengar walau suara itu sudah terdengar tak berdaya. Saka mencari sumber suara, suaranya tak begitu jauh, seharusnya gadis itu ada di sekitar sini.